Banjir di Aceh Utara Rendam 4.900 Hektar Sawah, Gagal Panen Mengancam
Sedikitnya 4.900 hektar lahan sawah di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, tergenang banjir. Sebagian lahan sawah dipastikan mengalami gagal panen.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sedikitnya 4.900 hektar lahan sawah di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, tergenang banjir. Sebagian lahan sawah dipastikan mengalami gagal panen. Bencana alam dapat mengancam produksi padi di kabupaten itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Aceh Utara Erwandi, dihubungi dari Banda Aceh, Rabu (12/10/2022), menuturkan, dari 4.900 hektar sawah yang tergenang itu, seluas 259 hektar dipastikan puso sehingga gagal panen. ”Tanaman padi tidak tahan banjir. Tiga hari tergenang, besar kemungkinan akan puso,” katanya.
Aceh Utara dilanda banjir selama sepekan ini. Sebanyak 142 desa yang tersebar di 14 kecamatan tergenang. Ketinggian air di permukiman mencapai 1 meter, sementara di persawahan mencapai 2 meter.
Sawah yang tergenang sebagian besar telah ditanami padi dengan rentang usia bervariasi, termasuk ada yang telah masuk masa panen. Namun, banjir membuat kualitas panen menurun. Adapun 259 hektar sawah tidak bisa dipanen sama sekali. Jika rata-rata produktivitas padi 1 hektar sebanyak 5,7 ton, Aceh Utara telah kehilangan produksi padi 1.476 ton.
Jika dihitung dengan nilai uang, 1.476 ton dikalikan harga jual gabah Rp 5.600 per kilogram, maka petani Aceh Utara kehilangan pendapatan Rp 8,2 miliar. Kegagalan panen juga membuat petani mengalami kerugian modal, yakni Rp 12 juta-Rp 16 juta per hektar. ”Saya memperkirakan luas lahan yang gagal panen akan bertambah,” kata Erwandi.
Erwandi menambahkan, peristiwa banjir terjadi berulang-ulang dan selama itu pula petani terus menjadi korban. ”Kami mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertanian agar membantu benih, pupuk, dan perlengkapan untuk petani,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Progam Studi Magister Agroekoteknologi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Laila Nazirah Nazirah menuturkan, petani di Aceh Utara berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Mereka terus menjadi korban dampak banjir.
Gagal panen tidak hanya membuat petani kehilangan pendapatan, tetapi juga kehilangan pengharapan untuk meningkatkan kesejahteraan. ”Kini, jangankan untung, malah mereka buntung,” ujar Laila.
Laila merasa kasihan menyaksikan nasib petani Aceh Utara yang bertubi-tubi menjadi korban banjir. Menurut dia, pemerintah harus mencari solusi jangka panjang agar nasib petani terselamatkan.
”Selain mitigasi banjir, perlu juga dipikirkan penggunaan varietas yang lebih tahan terhadap banjir. Petani juga harusnya dibantu pupuk dan benih,” katanya.
Laila menambahkan, tahun ini saja telah dua kali Aceh Utara dilanda banjir besar. Dia pun khawatir banjir susulan akan melanda kabupaten tersebut mengingat saat ini baru masuk musim hujan.
Sebelumnya, Penjabat Bupati Aceh Utara Azwardi mengatakan, banjir di Aceh Utara bukan bencana biasa karena terjadi nyaris setiap tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas banjir malah terjadi dua hingga tiga kali dalam setahun.
Azwardi mengatakan, penanganan secara parsial, seperti perbaikan tanggul atau pengerukan sungai, tidak akan menyudahi banjir. Penanganan harus komprehensif. ”Ketika hujan lebat di Kabupaten Bener Meriah bagian hulu, kami di hilir akan terkena dampak. Kalau mau ditangani, harus dari hulu sampai ke hilir,” ujarnya.
Azwardi mengatakan, penanganan banjir di Aceh Utara harus dilakukan bersama antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat. Dia menyebutkan, warga menanti kehadiran negara untuk menuntaskan persoalan banjir di kabupaten itu.