Banjir melanda Aceh Utara sejak Selasa (4/10/2022) hingga Jumat (7/10/2022). Sebagian titik genangan mulai surut, tetapi kondisi di jantung Lhoksukon, ibu kota Aceh Utara, masih cukup parah.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Penanganan banjir di Kabupaten Aceh Utara harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemulihan hutan di daerah resapan, penataan sungai, hingga pembangunan infrastruktur ideal. Tanpa itu, puluhan ribu orang bakal terus terdampak banjir yang semakin kerap terjadi.
Penjabat Bupati Aceh Utara, Azwardi, Minggu (9/10/2022), mengatakan, banjir di wilayahnya bukan bencana biasa. Alasannya, banjir nyaris terjadi setiap tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas banjir bahkan terjadi 2-3 kali dalam setahun.
Oleh karena itu, dibutuhkan penyelesaian secara menyeluruh. Apabila hanya parsial, seperti perbaikan tanggul atau pengerukan sungai, tidak akan menyudahi banjir. ”Ketika hujan lebat di Kabupaten Bener Meriah bagian hulu, kami di hilir akan terkena dampak. Kalau mau ditangani harus dari hulu sampai ke hilir,” kata Azwardi.
Ia mengatakan, penanganan banjir di Aceh Utara harus dilakukan bersama antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat. Dia menyebutkan, warga menanti kehadiran negara untuk menuntaskan persoalan banjir di kabupaten itu.
Banjir melanda Aceh Utara sejak Selasa pekan lalu. Sebagian titik genangan mulai surut. Namun Lhoksukon, ibu kota Aceh Utara, masih terdampak banjir cukup parah. Aktivitas perdagangan lumpuh dan aktivitas sekolah berhenti. Sejauh ini, 142 desa dari 14 kecamatan digenangi banjir. Lebih kurang 39.000 warga mengungsi.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh Hasan Dibangka mengatakan, banjir di Aceh Utara bakal terus berulang jika tidak ada mitigasi menyeluruh. Dia berharap semua pihak memberikan perhatian khusus untuk penanganan banjir di sana.
Deputi Walhi Aceh Muhammad Nasir mengatakan, pemerintah tidak boleh abai terhadap bencana banjir di Aceh Utara. Selama ini, responsnya hanya tanggap darurat. Mitigasi menyeluruh belum tidak dilakukan.
Nasir berpendapat, banjir di Aceh Utara dipicu banyak faktor, mulai dari kerusakan hutan di daerah resapan air, daerah aliran sungai yang kritis, hingga infrastruktur di hilir yang tidak baik.
”Akibatnya, ketika hujan lebat dalam beberapa hari, banjir tidak terhindarkan,” kata Nasir.
Nasir mengatakan, perambahan hutan dan alih fungsi hutan harus dihentikan. Dia mendorong pemerintah mengkaji ulang izin hak guna usaha dan hutan tanaman industri di kawasan hulu.
Nasir menambahkan, penataan sungai juga perlu dilakukan. Aceh Utara memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS) dan sub-DAS yang kondisinya sama-sama kritis. Beberapa sungai yang kerap meluap adalah Sungai Keureuto, Peuto, Pasee, Pirak, dan Jambo Aye. Tidak semua sungai memiliki tanggul dan bantaran sebagai penahan air saat terjadi kenaikan debit.