Pemicu banjir di Aceh Utara ialah kerusakan hutan, kerusakan daerah aliran sungai, dan tanggul penahan banjir yang tak memadai. Sudirman menyarankan Pemprov Aceh dan Pemkab Aceh Utara untuk menahan laju kerusakan hutan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
MIRZA UNTUK KOMPAS
Anggota TNI mengevakuasi warga yang terjebak banjir di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2020).
BANDA ACEH, KOMPAS — Para pihak mendesak Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk serius menangani bencana banjir agar tidak menjadi bencana tahunan yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Pemulihan hutan sebagai daerah resapan air dan pembangunan yang memadai harus menjadi prioritas.
Hingga Selasa (8/12/2020), sejumlah wilayah permukiman warga di Aceh Utara masih tergenang banjir. Sejumlah warga masih bertahan di posko pengungsian karena rumah mereka masih tergenang.
Banjir terjadi pada Sabtu (5/12/2020) dini hari. Hujan deras selama dua hari menyebabkan debit air sungai naik drastis sampai melimpah ke permukiman warga. Ribuan warga mengungsi dan tiga orang meninggal.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Aceh, Sudirman, menuturkan, pemerintah jangan menjadi pemadam, hanya merespons saat terjadi bencana, tetapi mengabaikan mitigasi. ”Banjir terjadi setiap tahun, mengapa tidak diselesaikan akar persoalan,” ujar Sudirman.
Hasil pantauan Sudirman, pemicu banjir di Aceh Utara adalah kerusakan hutan, kerusakan daerah aliran sungai, dan tanggul penahan banjir tidak memadai. Sudirman menyarankan kepada Pemprov Aceh dan Pemkab Aceh Utara untuk menahan laju kerusakan hutan, melakukan normalisasi sungai, dan membangun tanggul.
”Kalau itu tidak dibereskan, banjir ini akan menjadi bencana yang kita wariskan untuk anak cucu nantinya,” kata Sudirman.
Catatan Kompas, banjir genangan di Aceh Utara terjadi hampir setiap tahun. Pada tahun 2018, kerugian dari bencana alam di Aceh Utara sebesar Rp 240 miliar. Jumlah itu merupakan yang tertinggi di Aceh. Bencana paling sering terjadi di Aceh Utara adalah banjir genangan.
Kalau itu tidak dibereskan, banjir ini akan menjadi bencana yang kita wariskan untuk anak cucu nantinya.
Dosen Konservasi Lingkungan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengatakan, penanganan banjir tidak pernah serius. Akibatnya, banjir terjadi semakin parah. Ketinggian air di permukiman mencapai 2 meter dan menggenangi jalan nasional.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Warga Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, menerobos banjir yang menggenangi permukiman pada Desember 2017. Pemprov Aceh meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana.
Zulfikar mengatakan, penanganan banjir harus menyeluruh dari hulu sampai hilir. Di hulu sungai terjadi kerusakan pembalakan liar, tambang ilegal, dan alih fungsi lahan. Sementara di hilir, sungai dangkal dan tanggul sungai banyak yang ambrol.
Laporan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh melaporkan, pada 2018 dan 2019, Aceh Utara kehilangan tutupan hutan seluas 3.666 hektar.
Pada saat yang sama, intensitas hujan di Aceh tinggi, terutama pada akhir tahun. Saat hujan deras mengguyur dalam waktu yang lama, tanah tidak mampu menyerap air karena pohon-pohon telah ditebang. Secara alami, air hujan membentuk kawah-kawah yang sewaktu-waktu pecah dan airnya langsung mengalir ke sungai.
Sedimentasi di aliran sungai juga begitu parah sehingga tidak mampu menahan debit air yang mengalir deras. ”Sekarang, hujan sebentar banjir. Itu karena kondisi lingkungan semakin buruk,” kata Zulfikar.
ANTARA FOTO/RAHMAD/AMA.
Personel polisi Unit Reaksi Cepat (URC) Polres Lhokseumawe membantu mengevakuasi warga sakit yang terkepung banjir di Kecamatan Samudera Geudong, Aceh Utara, Aceh, Sabtu (17/11/2018). Banjir dengan ketinggian 1,5 meter akibat jebolnya tanggul aliran Sungai Krueng Pase itu terus meluas. Dilaporkan dua rumah roboh dan hanyut diterjang banjir.
Zulfikar mengatakan, diperlukan rencana induk untuk mencegah banjir secara menyeluruh, termasuk penegakan hukum terhadap perusakan hutan.
Sekarang, hujan sebentar banjir. Itu karena kondisi lingkungan semakin buruk.
Sebelumnya, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib mengatakan, banjir telah menyebabkan warga rugi besar. Muhammad menambahkan, bendungan Krueng (Sungai) Pasee harus diperbaiki agar banjir tertangani. Ia berharap Pemprov Aceh dan pemerintah pusat memprioritaskan perbaikan bendungan.