Bayi Anoa Pegunungan dari Gorontalo Dievakuasi ke ABC Manado Tanpa Induk
Seekor bayi anoa betina direhabilitasi di pusat pengembangbiakkan di Manado setelah dievakuasi dari kepemilikan warga di Gorontalo. Tanpa memiliki induk kandung, pengembalian sifat liar akan sulit.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS - Seekor bayi anoa betina yang diduga kuat berjenis dataran tinggi direhabilitasi di pusat pengembangbiakkan di Manado, Sulawesi Utara, setelah dievakuasi dari kepemilikan warga di Gorontalo. Tanpa memiliki induk kandung, pengembalian sifat liar bayi anoa tersebut diprediksi akan sulit.
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) berusia antara dua hingga tiga bulan yang diberi nama Laksmi itu tiba di Anoa Breeding Center (ABC) Manado pada Kamis (7/9/2023) pagi setelah diselamatkan tim Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut. Keadaannya stabil tanpa luka, tetapi sifat liarnya sudah hilang sama sekali.
Kepala BKSDA Sulut Askhari Daeng Masikki mengatakan, selama sebulan, Laksmi dipelihara oleh Syam Mahmud, warga Desa Cempaka Putih, Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara. Bayi anoa itu ditemukan di daerah perkebunan 12 kilometer dari desa tersebut tanpa induknya.
”Kami telah menerima informasi pada Senin (4/9/2023) melalui staf kami yang berada di resor Cagar Alam Pulai Mas Popaya Raja, Gorontalo. Tim rescue (penyelamatan) baru bisa berangkat besoknya karena mempersiapkan segala sesuatu untuk kelancaran evakuasi,” kata Askhari.
Umumnya, satwa liar hasil evakuasi dari kepemilikan masyarakat yang dibawa ke Sulut akan ditempatkan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Minahasa Utara. Namun, BKSDA Sulut memutuskan menempatkan Laksmi di ABC yang memang merupakan pusat konservasi ex situ khusus anoa.
”Di sana tersedia kandang, klinik, dan dokter hewan. Kalau di PPS Tasikoki, sejauh ini belum terdapat anoa yang direhabilitasi sehingga itu menjadi pertimbangan kami,” ujar Askhari.
Dengan kedatangan Laksmi, kini ada 11 anoa yang mendiami ABC, dua anoa pegunungan, sementara sisanya anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Heru Setiawan, Kepala Badan Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado yang mengelola ABC, menyebut, Syam Mahmud rela melepas Laksmi karena yakin dengan fasilitas ABC.
”Teman-teman BKSDA memperkenalkan profil ABC, menunjukkan foto-foto anoa dan fasilitas di sini kepada beliau. Jadi, bapak itu (Syam) yakin bahwa anoa ini tidak akan dijual oleh oknum, tetapi dirawat dengan baik. Jadi, beliau ikhlas menyerahkan kepada kami,” kata Heru.
Jinak
Sesampainya di Manado, Laksmi diperiksa dan diidentifikasi oleh Afifah Hasna. Dia mengakui cukup sulit membedakan anoa dataran rendah dan pegunungan jika usianya masih sangat muda. Namun, warna rambutnya yang coklat dan tebal, ditambah lagi motifnya, lebih dekat ke anoa pegunungan.
”Dia juga ditemukan di daerah persebaran anoa pegunungan di perbatasan Gorontalo dan Sulteng. Jadi, itu memperkuat dugaan. Tetapi, kalau salah, tiga bulan lagi akan ketahuan,” ujarnya.
Secara umum, kondisi anoa berbobot 11,4 kilogram itu stabil. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran manusia sehingga ketika diberi rumput australia, bayi anoa tersebut langsung makan layaknya hewan peliharaan.
Tadi kami sudah ambil sampel darah, tetapi belum dibandingkan dengan anoa yang sehat.
Kendati begitu, ia harus dikarantina selama satu bulan sebelum dipindahkan ke kandang besar dan berinteraksi dengan anoa lainnya demi mencegah penularan penyakit. Sebab, di area tempatnya ditemukan, banyak ditemukan kematian babi hutan dan bahkan anoa akibat penyakit mulut dan kuku (PMK). Sampel dari bangkai hewan sedang diuji di Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan.
”Meski saat ini kondisinya sehat, belum diketahui kalau dia sedang dalam masa inkubasi virus. Jadi, perlu minimal satu bulan untuk tahu dia bergejala penyakit atau enggak. Tadi kami sudah ambil sampel darah, tetapi belum dibandingkan dengan anoa yang sehat,” katanya.
Sejak pendirian ABC pada 2015, Laksmi menjadi bayi anoa pertama yang diselamatkan, berbeda dengan anoa lainnya yang dievakuasi dalam usia dewasa. Tanpa keberadaan induk kandung, Afifah khawatir akan proses pengembalian sifat liarnya mengingat anoa umumnya baru lepas dari induknya pada usia 6-9 bulan.
Menurut pengamatan dari lima kelahiran anoa di ABC, induklah yang bertugas mengajari bayi anoa untuk mencari makan sendiri, minum, berkubang, menanduk, dan bertahan hidup. Di samping itu, bayi anoa juga butuh asupan air susu dari induk untuk memastikan tumbuh kembangnya.
”Kalau satwa lain, seperti primata, sudah umum pakai induk angkat, tetapi ini belum pernah dicoba dengan anoa. Tetapi, kami akan coba, kemungkinan interaksinya baik. Setidaknya, dia (Laksmi) bersosialisasi dengan sesama anoa. Kemudian, untuk menggantikan air susu, kami akan sediakan susu formula khusus ternak,” ujar Afifah.
Heru Setiawan, kepala BPSILHK Manado, menyatakan, pihaknya berupaya untuk mendorong dilaksanakannya riset terkait dengan perlakuan terhadap bayi anoa yang tidak memilik induk. Kasus ini adalah kasus baru bagi ABC. Apalagi, belum pernah ada anoa pegunungan yang dilahirkan di sana.
”Anoa yang kami rescue ini akan tinggal lama di sini karena dia masih kecil. Tapi, muara utamanya (keberadaan) ABC adalah penambahan populasi, lalu pelepasliaran,” kata Heru.