Melihat Pusat Kerajinan Tangan dari Port Numbay, Jayapura
Kota Jayapura tak hanya terkenal dengan pesona wisata alamnya. Ibu kota Provinsi Papua ini juga menjadi sentra usaha penjualan kerajinan tangan yang bersumber dari kearifan lokal masyarakat setempat.
Dalam lima tahun terakhir terus bermunculan tempat galeri yang menjual aneka kerajinan tangan khas Papua di Kota Jayapura. Melihat-lihat di galeri-galeri itu seperti menjelajahi wilayah Papua yang kaya akan kebudayaan yang ditunjukkan dari aneka produk di galeri tersebut.
Suasana langit yang cerah menyelimuti Distrik Abepura, Kota Jayapura. Tampak Maryana Rumbiak telah menyiapkan berbagai produk kerajinan tangan di galeri miliknya yang dinamai Wadomu Art ketika ditemui pada 26 Agustus 2023.
Sekitar pukul 10.00 WIT, Maryana Rumbiak, sang pemilik usaha Galeri Wadomu Art, memulai aktivitasnya berjualan sebanyak 20 jenis produk kerajinan tangan. Produk-produk dipasarkan di satu ruangan berukuran 2 x 4 meter.
Sekitar 30 menit kemudian, salah satu pengunjung membeli produk hiasan kepala dengan bulu berwarna kuning. Harga satuan produk tersebut mencapai Rp 150.00. Rata-rata dalam sehari jumlah pengunjung Galeri Wadomu Art sebanyak lima orang.
Aneka produk kerajinan tangan di Wadomu Art, antara lain, ialah gantungan kunci, lukisan kulit kayu, tas noken, gelang, kalung, hiasan mahkota, tas dengan motif khas Papua, hingga baju adat. Harga produk di Wadomu Art berkisar dari Rp 10.000 hingga Rp 3 juta.
Mayoritas semua produk di Wadomu Art merupakan buatan sendiri, kecuali sejumlah produk seperti tas noken. Biasanya terdapat sejumlah perajin noken langganan Maryana di daerah Abepura yang memasok produk mereka ke Wadomu Art.
”Saya juga membuka jasa penyewaan baju adat yang dilengkapi aksesori dengan batas waktu pengembalian tak boleh lebih dari sepekan. Penyewaan baju adat dengan aksesori untuk anak-anak harus membayar Rp 300.000, sedangkan untuk dewasa senilai Rp 500.000,” kata Maryana.
Baca juga: Aneka Produk dari Kekayaan Alam Papua di Galeri Kreatif Kehutanan
Perjuangan wanita berusia 28 tahun ini membuka Wadomu Art sejak tahun 2021. Ia mendapatkan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI dan bantuan modal dari orangtua yang juga merupakan pelaku usaha kerajinan tangan.
Maryana memiliki modal awal senilai Rp 25 juta saat memulai usaha penjualan produk kerajinan tangan di Wadomu Art. Ia menggunakan uang tersebut untuk membangun tempat galeri hingga menyiapkan bahan baku untuk membuat produknya.
Tren penjualan produk Wadomu Art terus mengalami peningkatan secara bertahap selama dua tahun terakhir. Kini omzet penjualan produknya mencapai Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta per bulan. Pada momen tertentu, seperti perayaan ulang tahun Kota Jayapura dan kemerdekaan Indonesia, Wadomu Art bisa meraup keuntungan hingga Rp 6 juta.
Dalam waktu setahun saya sudah melunasi kredit KUR di bank dan telah mengajukan pinjaman untuk kedua kalinya. Saya optimistis usaha penjualan kerajinan tangan di Kota Jayapura memilki masa depan yang cerah.
Ia berharap pemerintah daerah setempat terus memprioritaskan para pelaku usaha kerajinan di Kota Jayapura terlibat dalam setiap kegiatan festival kebudayaan, pariwisata, dan seremonial lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, para pelaku kerajinan bisa meraup keuntungan hingga dua kali lipat.
”Dalam waktu setahun saya sudah melunasi kredit KUR di bank dan telah mengajukan pinjaman untuk kedua kalinya. Saya optimistis usaha penjualan kerajinan tangan di Kota Jayapura memiliki masa depan yang cerah,” ujar Maryana.
Selain Maryana, salah satu pelaku usaha penjualan produk kerajinan tangan di daerah Abepura adalah Galeri Shmini Art yang dirintis Lusi Sampari Umbora. Ia juga memulai usaha ini selama dua tahun terakhir.
Tempat usaha Lusi berdekatan dengan galeri Wadomu Art milik Maryana. Keduanya sama sekali tidak bersaing dan saling bahu-membahu untuk meraih keuntungan sehari-hari. Terdapat 10 produk kerajinan yang dijual Lusi di galeri miliknya.
Sebelumnya, orangtua Lusi juga memiliki lapak usaha kerajinan khas Papua di daerah Abepura. Berbekal ilmu yang diajarkan ibunya, Lusi pun memulai usahanya secara mandiri.
”Saya ingin keluar dari zona nyaman dan tidak bergantung dengan usaha orangtua. Hal ini yang mendasari saya merintis Shmini Art,” kata wanita berusia 28 tahun ini.
Galeri Shmini Art tak hanya menjual produk kerajinan, seperti gantungan kunci, sisir bambu, hiasan tangan, mahkota dan anting-anting. Dengan kemampuannya sebagai seorang desainer, ibu satu ini juga menghasilkan produk busana dengan desain gambar khas Papua, seperti burung cenderawasih.
”Omzet penjualan produk Shmini Art berkisar dari Rp 800.000 hingga Rp 1 juta per bulan. Apabila pesanan meningkat dalam momen tertentu, saya bisa meraih keuntungan sekitar Rp 4 juta. Dengan pendapatan ini, saya bisa memenuhi kebutuhan hidup saya dan anak,” ucap Lusi.
Dua peran
Pelaku usaha kerajinan tangan tak hanya perorangan. Pemerintah setempat turut mengambil peran dalam usaha tersebut. Hal ini terlihat dari Galeri Kreatif Kehutanan di Kota Jayapura.
Galeri ini di bawah binaan Koperasi Serba Usaha Rimbawan Papua dan diresmikan Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Yan Yap Ormuseray pada 18 Agustus 2021 lalu.
Galeri ini berperan memasarkan produk hasil hutan nonkayu milik para petani dari 28 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di empat provinsi di wilayah Papua.
Koordinator Galeri Kreatif Kehutanan KSU Rimbawan Papua, Yani Alfons, ketika ditemui memaparkan, tempat ini membantu para petani yang selama ini mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil hutan nonkayu.
Hingga kini telah terdapat sekitar 100 produk kerajinan tangan dari empat provinsi, yakni Papua, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Terdapat sekitar 50 kelompok usaha masyarakat yang menyuplai produk kerajinan, obat-obatan herbal, dan kuliner ke Galeri Kreatif Kehutanan. Satu kelompok usaha terdiri atas 4-10 orang.
Latar belakang lahirnya galeri ini sesuai dengan misi Pemprov Papua, yakni penguatan ekonomi daerah berdasarkan potensi lokal dan pengembangan wilayah berbasis kultural. Produk di sini merupakan unggulan lokal asli Papua.
Peran lain dari galeri ini juga untuk memotivasi masyarakat selaku pemilik hak ulayat agar lebih fokus mengelola hasil hutan nonkayu daripada menebang pohon. Sebab, rawan terjadi pembalakan hutan di Tanah Papua.
Berdasarkan data Koalisi Indonesia Memantau, deforestasi di 10 provinsi mengalami kenaikan 50.000 hektar dari 1,80 juta hektar pada periode 2010-2014 menjadi 1,85 juta hektar pada 2015-2019. Separuh lebih deforestasi yang terjadi di 10 provinsi tersebut disumbang oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Papua, dan Sulawesi Tengah.
”Latar belakang lahirnya galeri ini sesuai dengan misi Pemprov Papua, yakni penguatan ekonomi daerah berdasarkan potensi lokal dan pengembangan wilayah berbasis kultural. Produk di sini merupakan unggulan lokal asli Papua,” ujar Yani.
Ia mengaku, omzet penjualan di Galeri Kreatif bisa mendapatkan Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per hari, sedangkan omzet per bulan sudah menyentuh angka Rp 30 juta hingga Rp 35 juta. Harga setiap produk di galeri ini berkisar dari Rp 5.000 hingga Rp 8 juta untuk produk noken anggrek.
”Saat ini produk kami juga telah dipasarkan di Anjungan Provinsi Papua Taman Mini Indonesia Indah pada hari Jumat hingga Minggu. Semua keuntungan yang kami raih berkontribusi bagi para perajin yang telah menyuplai produknya ke Galeri Kreatif,” ucap Yani.
Baca juga: Kerajinan Kulit Buaya di Merauke
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Adriana Helena Carolina memaparkan, sektor usaha kerajinan tangan di Papua dapat dilihat cukup berkembang. Hal ini ditunjang dengan adanya berbagai kegiatan yang melibatkan UMKM rutin terlaksana.
Ia mengaku, data spesifik terkait sektor usaha kerajinan tangan belum tersedia secara lengkap. Hal ini karena BPS memang melihat fenomena data secara makro.
”Kami berharap data terkait sektor ini dapat tersedia setelah pelaksanaan kegiatan pendataan lengkap koperasi dan UMKM (PL-KUMKM) yang direncanakan pada bulan ini di Kabupaten Jayapura, Mimika, dan Merauke,” ucap Adriana.