Dampak asap dinilai kian mengkhawatirkan. Pemkot Palembang segera mengambil tindakan dengan gencar melakukan sosialisasi agar warga tidak membakar lahan. Warga pun diimbau untuk mengenakan masker saat keluar rumah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam lima hari terakhir, dampak asap dinilai kian mengkhawatirkan. Pemerintah Kota Palembang segera mengambil tindakan dengan gencar melakukan sosialisasi kepada warga agar tidak membakar lahan. Warga pun diimbau untuk mengenakan masker kala keluar rumah.
Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa, Selasa (5/9/2023), di Palembang. Setelah menerima laporan bahwa kualitas udara di Palembang tidak sehat, dirinya segera menghimpun semua camat dan lurah se-Kota Palembang untuk mulai gencar menyosialisasikan larangan membakar lahan atau sampah. Jika dalam penyisiran masih ada yang nekat membakar lahan, Dewa mengimbau agar pelaku segera dilaporkan kepada polisi.
Langkah ini sebagai upaya preventif agar udara di Palembang tidak semakin parah. Selain larangan membakar lahan, Dewa juga mengimbau warga untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Kalaupun harus keluar rumah, harus mengenakan masker.
Pemkot Palembang juga akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai penyebab asap yang makin pekat di Palembang. Termasuk kemungkinan adanya sumbangan dari kendaraan bermotor.
Berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), PM 2,5 di Kota Palembang lima hari terakhir masuk dalam kategori tidak sehat dengan kisaran 55,5 mikrogram per meter kubik (µm/m3) sampai 150 µm/m3.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Siswanto mengatakan, berdasarkan pantauan, PM 2,5 menunjukkan bahwa dalam lima hari terakhir udara di Palembang dalam kondisi tidak sehat. Penyebabnya adalah kebakaran lahan yang terjadi di wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) dan pinggiran Kota Palembang, seperti Tanjung Barangan, Kecamatan Ilir Barat I.
Berdasarkan laporan, ujar Siswanto, setidaknya ada 15 kejadian kebakaran lahan sepanjang September 2023 ini. Peristiwa itu menimbulkan asap yang terbawa angin ke wilayah Palembang. ”Biasanya setelah kebakaran di OKI, kebakaran akan sampai ke Palembang 8-12 jam setelahnya,” katanya.
Walau udara di Palembang masuk dalam kondisi tidak sehat akibat asap, jarak pandang masih baik dan belum sampai mengganggu aktivitas penerbangan. ”Jarak pandang masih di atas 5 kilometer, artinya masih aman untuk aktivitas penerbangan,” lanjutnya.
Tingginya risiko kebakaran lahan di Sumatera Selatan disebabkan situasi kemarau yang cenderung sangat kering. Apalagi, periode Agustus-September diperkirakan menjadi masa puncak musim kemarau. Bahkan, di Ogan Komering Ilir sudah 60 hari tidak hujan. Situasi ini menyebabkan risiko kebakaran masih sangat tinggi.
Sumsel diprediksi baru akan memasuki musim hujan pada Oktober 2023 meskipun intensitasnya masih kecil. ”Dengan intensitas itu, hujan belum bisa memadamkan kebakaran secara keseluruhan,” kata Siswanto.
Guyuran hujan dengan intensitas sedang atau lebat diperkirakan baru akan terjadi pada November 2023. Di masa itu, kemungkinan dampak asap dan kebakaran baru akan mereda.
Guyuran hujan dengan intensitas sedang atau lebat diperkirakan baru akan terjadi pada November 2023.
Situasi ini dipengaruhi oleh meningkatnya status El Nino dari lemah menjadi moderat, dengan dampak El Nino diperkirakan terjadi sampai akhir 2023. Karena itu, Siswanto berharap masyarakat benar-benar tidak melakukan kegiatan yang dapat menyulut api karena saat ini kondisi lahan sangat kering.
Masih berlangsung
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan, dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Kristanto menuturkan, sampai saat ini kebakaran masih terjadi di wilayah Ogan Komering Ilir, yakni di Kecamatan Jejawi, Pampangan, dan Pangkalan Lampam, serta di Kabupaten Ogan Ilir, tepatnya di Kecamatan Indralaya Utara. Kebakaran juga masih terjadi di kawasan Muara Merang, Kabupaten Musi Banyuasin. ”Petugas masih berupaya memadamkan api di kawasan itu,” ucapnya.
Untuk memadamkan api, petugas masih terkendala pasokan air karena menurunnya tinggi muka air di wilayah gambut. ”Kami harus menunggu hingga tiga jam sampai lahan gambut kembali mengeluarkan air,” ujar Ferdian.
Situasi itu terjadi di Desa Serdang, Kecamatan Pampangan, dan Desa Deling, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Kebakaran yang sudah terjadi sejak sebulan lalu itu sulit dipadamkan. ”Apalagi, yang terbakar adalah kawasan gambut dalam,” ungkapnya.
Hingga saat ini, Ferdian belum bisa memetakan berapa luas kawasan yang terbakar, tetapi diperkirakan sudah lebih dari 150 hektar.
Adapun bantuan pemadaman dari helikopter bom air belum bisa maksimal karena hanya dua unit yang bisa beroperasi. Tiga lainnya masih dalam perawatan. ”Meskipun demikian, semua pihak terus berjibaku memadamkan api,” pungkasnya.