Kontroversi dan Prestasi Lima Tahun Edy Rahmayadi Memimpin Sumut
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengawali jabatan dengan janji proyek ambisius, seperti jalan tol dalam kota, ”sport center” megah, Islamic center”, dan rumah sakit. Lima tahun berlalu, tak satu pun proyek selesai.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengawali masa jabatan pada 2018 dengan janji proyek ambisius, seperti jalan tol dalam kota, sport center megah, Islamic center, dan rumah sakit. Lima tahun berlalu, tak satu pun proyek selesai.
Berbagai masalah menghadang, seperti warisan utang bagi hasil pajak daerah dan pandemi Covid-19. Edy pun akhirnya meninggalkan jalan provinsi yang masih rusak, rumah sakit dan sekolah mangkrak, dan fasilitas olahraga yang tak selesai.
Kepemimpinan Edy dan tata kelola birokrasi juga dikritik karena hingga akhir kepemimpinannya banyak jabatan yang hanya diisi pelaksana tugas. Pernah pula Edy melantik pejabat yang sudah meninggal. Edy juga secara terbuka berkonflik dengan Wakil Gubernur Musa Rajekshah. Sumut juga tak lepas dari masalah narkoba, korupsi, dan kejahatan jalanan.
Edy akan meletakkan jabatan pada Selasa (5/9/2023). Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dan Panglima Kodam I Bukit Barisan itu dalam beberapa hari ini sudah pamitan kepada aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat.
”Akhir-akhir ini, saya ada rasa emosional karena tidak selesai yang saya inginkan. Banyak hal mungkin terlalu muluk-muluk, terlalu besar keinginan,” kata Edy saat berpamitan kepada Pengurus Wilayah Al-Washliyah Sumut, di Medan, Senin (4/9/2023).
Di akhir masa jabatan Edy, pengurus partai politik memberikan catatan pedas terhadap kepemimpinan Edy. Dalam diskusi di Medan, Sekretaris DPD Gerindra Sumut Sugiat Santoso menyebut, lima tahun lalu partainya mengusung Edy karena saat itu Sumut membutuhkan pemimpin yang kuat dan bersih.
Baca juga: Membangun Sumatera Utara, Penopang Ekonomi Indonesia Barat
”Ada gagasan, cita-cita, dan harapan besar yang kami sematkan pada Edy Rahmayadi untuk menuntaskan pembangunan Sumut yang sebelumnya sangat parah. Dua kali Gubernur Sumut produk pilkada bahkan bermasalah secara hukum,” kata Sugiat.
Menurut Sugiat, Edy gagal sejak ”ujian” pertama dalam menyusun pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumut. Dari awal hingga akhir masa jabatan, banyak jabatan yang tidak definitif atau hanya diisi oleh pelaksana tugas. Edy juga pernah melantik seorang jaksa karier sebagai Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut.
Namun, pelantikan jaksa karier itu akhirnya harus dibatalkan karena proses perpindahan di Kejaksaan Agung tidak dijalankan. Kasus lain, ada pejabat dari eselon II diturunkan menjadi eselon III. Edy pun kalah karena digugat bawahannya di pengadilan tata usaha negara tentang mutasi jabatan. ”Yang paling parah, Edy melantik pejabat yang sudah meninggal dan pensiun pada Februari lalu,” kata Sugiat.
Sugiat mengatakan, pembangunan di Sumut juga kacau karena tidak dilakukan dengan manajemen perencanaan yang baik. Jalan provinsi yang berada di sentra produksi pertanian rusak berat. Pemeliharaan jalan rusak berat seharusnya menjadi prioritas sejak awal. Namun, Edy malah mencanangkan pembangunan jalan tol dalam kota di Medan.
Edy melakukan pencanangan tol dalam kota dengan acara gegap gempita. Padahal, proyek itu tidak pernah dibicarakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). ”Tidak ada juga pembicaraan dengan Pemerintah Kota Medan ataupun pemerintah pusat. Entah dari mana ide itu tiba-tiba datang,” kata Sugiat.
Sugiat juga mengkritisi pembangunan sport center Sumut di Jalan Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, yang tak berjalan sesuai rencana. Padahal, fasilitas olahraga itu akan digunakan untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024. Beberapa sekolah tidak bisa digunakan karena mangkrak. Rumah Sakit Umum Indrapura di Kabupaten Batubara juga terbengkalai.
Pemprov Sumut baru membangun stadion madya atletik dan arena seni bela diri (martial arts). Sementara stadion utama dan stadion lainnya sama sekali belum dikerjakan. Melihat pembangunan sport center yang lambat, Sumut terancam gagal menjadi tuan rumah PON 2024. ”Sebagai partai pengusung, saya merasa berdosa dulu mengampanyekan Edy Rahmayadi,” kata Sugiat.
Kritik pedas juga disampaikan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut Sutarto dan Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut Ilhamsyah. Sutarto juga menyoroti tata kelola birokrasi yang tidak berjalan dan banyak pembangunan yang mandek. Ilhamsyah menggarisbawahi konflik antara Edy dan Musa yang berdampak pada banyak hal.
Lihat juga: Pembangunan Daerah Tertinggal
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Arifin Saleh Siregar mengatakan, dalam sejumlah pernyataannya, Edy sudah menilai dirinya sendiri yang masih sangat jauh dari harapan. Edy menyebut terkendala pandemi Covid-19 dan harus membayar utang Pemprov Sumut yang diwariskan dari periode sebelumnya.
Meski demikian, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, Arifin menyebut ada sejumlah peningkatan yang terjadi di Sumut. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumut meningkat dari 71,77 pada tahun 2020 menjadi 72,00 pada 2021 dan menjadi 72,71 tahun 2022.
”Namun, harus menjadi catatan bahwa peringkat IPM Sumut pada 2022 masih berada di urutan ke-14. IPM Sumut juga lebih rendah dibanding Aceh,” kata Arifin.
Angka kemiskinan di Sumut juga menurun. Data Badan Pusat Statistik Sumut menyebutkan, pada Maret 2021 angka kemiskinan Sumut 9,01 persen, lalu turun menjadi 8,33 persen pada September 2022, dan 8,15 persen pada Maret 2023. Meski menurun, angka kemiskinan ekstrem masih tinggi, yaitu mencapai 160.000 jiwa.
Namun, angka kemiskinan itu menurun terutama karena program bantuan langsung tunai dari pemerintah pusat. Arifin juga menyoroti serapan anggaran Sumut dalam beberapa tahun terakhir ini cukup rendah.
Masalah waktu
Saat diwawancarai wartawan di acara silaturahmi bersama Al-Washliyah, Edy mengatakan bahwa dia dapat melaksanakan 62 persen program Sumut Bermartabat selama keperiodeannya. Menurut dia, program tidak bisa berjalan sepenuhnya karena masalah waktu.
Saat ditanya prestasi yang dicapai selama lima tahun, Edy menyebut dia telah menaikkan gaji guru honorer SMA sederajat di lingkungan Pemprov Sumut dari Rp 40.000 menjadi Rp 90.000 per jam pelajaran. Edy juga menyebut telah menggagas pembangunan gedung baru di Rumah Sakit Haji Sumut. ”Masalah stunting (tengkes) di Sumut, sekarang tinggal 21 persen,” kata Edy.
Baca juga: Menuntut Pertanggungjawaban Proyek-proyek Mangkrak di Provinsi Sumut
Edy juga telah melaksanakan program pembangunan jalan provinsi senilai Rp 2,7 triliun yang dibiayai dari APBD Sumut tahun jamak. Edy mengakui, ada 900 kilometer jalan rusak berat dari total 3.005 kilometer jalan provinsi. Namun, menurut dia, 450 kilometer jalan rusak akan diperbaiki dalam proyek itu. Per Agustus 2023, sudah diperbaiki sepanjang 263 kilometer atau sekitar 56 persen.
Edy juga menyampaikan sejumlah tantangan kepemimpinannya. Di awal menjabat, dia mewarisi utang bagi hasil pajak daerah yang harus dibayar kepada pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp 2,26 triliun. Hal itu membuat program lain harus ditunda. Selain itu, pandemi Covid-19 juga membuat sejumlah pembiayaan program direalokasi ke pandemi Covid-19.
Per Agustus 2023, sudah diperbaiki sepanjang 263 kilometer atau sekitar 56 persen.
Edy juga sudah beberapa kali menyampaikan akan maju kembali dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024. Beberapa partai politik, kata Edy, sudah menyatakan dukungannya.
Saat perpisahan bersama ASN, Edy meminta mereka tetap bekerja dengan baik. ”Terima kasih atas kinerja yang sudah kalian lakukan. Jaga terus provinsi ini. Apabila ada orang yang menjelekkan Sumut, kalianlah yang berdiri paling depan,” ucap Edy.
Lihat juga: Peremajaan Sawit, Karet, dan Kopi untuk Menopang Ekonomi Sumut
Pengganti Edy dan para ASN pun perlu bekerja keras untuk menjadikan Sumut lebih maju.