Belajar Menanam Bersama Petani Cilik Semarang
Virus ”urban farming” di Kota Semarang, Jawa Tengah, menyebar hingga sekolah. Kegiatan pertanian urban itu diharapkan bisa menumbuhkan benih kecintaan siswa pada pertanian.
Nesya Islami (12) sibuk menyiangi rumput di sekitar tanaman pakcoy yang tumbuh di kebun urban farming atau pertanian urban SD Negeri Ngaliyan 03, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jumat (25/8/2023) pagi. Hal itu dilakukan supaya tanaman pakcoy bisa tumbuh dengan optimal.
Sekitar 3 meter dari Nesya, ada Herdian Denis (12) yang sedang asyik menyiram berbagai jenis tanaman di hadapannya. Kegiatan itu rutin dilakukan setiap pagi dan sore.
Setelah selesai dengan aktivitasnya masing-masing, keduanya beranjak menuju bangunan green house yang diselubungi jaring-jaring. Di dalam green house itu, mereka menata berbagai jenis bibit tanaman yang dalam beberapa hari setelahnya bakal siap ditanam.
Aktivitas itu rutin dilakukan oleh Nesya dan Herdian sejak beberapa bulan setelah ditetapkan oleh pihak sekolah sebagai Petani Cilik. Dua Petani Cilik yang sebelumnya telah dilatih oleh Dinas Pertanian Kota Semarang itu bertugas untuk memberikan penyuluhan terkait pertanian kepada teman-temannya.
Mereka juga diminta mengingatkan teman-temannya untuk melaksanakan piket di kebun. ”Piketnya menyirami tanaman dan membersihkan rumput liar. Tantangannya, kalau ada teman yang tidak mau (melaksanakan piket),” tutur Herdian disusul gelak tawa Nesya.
Jika berhadapan dengan teman yang tidak mau melaksanakan piket, keduanya mencoba memberi pengertian secara baik-baik. Biasanya, teman tersebut akan tetap melakukan kewajibannya kendati dengan bersungut-sungut.
Seiring berjalannya waktu, siswa-siswi di SDN Ngaliyan 03 pun terbiasa dengan aktivitas pertanian urban. Piket di kebun yang awalnya dilakukan dengan terpaksa, akhirnya dilakukan dengan sukaria.
Baca juga: Menarik Anak Muda Ikut Jaga Pertanian
”Awalnya, saya juga takut kalau bertani itu susah. Setelah dicoba, ternyata seru. Paling seru saat memanen,” ucap Nesya.
Kebiasaan menanam di sekolah rupanya berlanjut hingga di rumah. Di rumah, Nesya menanam cabai. Biasanya, cabai itu dipakai untuk membuat sambal. Sementara itu, Herdian menanam cabai, kangkung, dan bayam yang sering dimasak ibunya menjadi cah kangkung dan sop bayam.
Perjalanan Herdian menjadi Petani Cilik tidaklah mulus. Pada masa awal, dia banyak menemui kegagalan saat menanam. Tanamannya tidak tumbuh dengan optimal, bahkan ada yang mati.
Kendati demikian, Herdian tidak menyerah. Kegagalan demi kegagalan yang terjadi padanya malah jadi pelecut semangatnya untuk belajar lebih dalam terkait cara menanam yang baik.
”Kalau gagal, saya coba terus sampai berhasil. Dari hasil coba-coba itu biasanya ketemu kesalahannya apa sampai tanaman mati, misalnya kurang pupuk. Lalu, pernah juga tanaman saya mati karena kurang air. Setelah belajar lebih jauh, saya baru tahu kalau ternyata ada tanaman yang harus disiram dua kali sehari, saat pagi dan sore, supaya tumbuh dengan baik,” kata Herdian.
Pelopor
Kepala SDN Ngaliyan 03 Murkilah mengatakan, sekolah yang dipimpinnya merupakan salah satu sekolah dasar pelopor urban farming di Kota Semarang. Menurut dia, kegiatan pertanian urban sudah dilakukan di sekolah itu sejak dua tahun lalu. Sejak saat itu, sekolah tersebut mulai dibina oleh Dinas Pertanian Kota Semarang.
”Petugas dari dinas pertanian sering ke sini, memberikan pembelajaran terkait cara-cara bertani modern. Para guru dan siswa dilatih cara mengolah tanah, membuat media tanam, dan lain-lain. Kami juga mendapatkan bantuan berupa bibit,” ujar Murkilah.
Baca juga: Menggali Cuan di Tengah Impitan Dampak Perubahan Iklim di Kota Pekalongan
Murkilah menuturkan, SDN Ngaliyan 03 memiliki program sekolah berkebun ceria. Dalam program itu, siswa diajarkan terkait pertanian, mulai dari teori sampai dengan praktik. Program itu dimaksudkan untuk menimbulkan kecintaan siswa kepada pertanian.
SDN Ngaliyan 03 juga memanfaatkan Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan kecintaan siswa-siswinya terhadap pertanian urban. Itulah kenapa, setiap kelas di sekolah tersebut diberi tanggung jawab menanam satu jenis tanaman.
Awalnya, saya juga takut kalau bertani itu susah. Setelah dicoba, ternyata seru.
Siswa kelas I, misalnya, diminta menanam kangkung, kelas II seledri, kelas III daun bawang, kelas IV A bayam, kelas IV B sawi, kelas V A cabai, kelas V B terong, kelas VI A tomat, dan kelas VI B okra.
”Di akhir semester, hasil panen tiap-tiap kelas diolah, kemudian dijual dalam acara bazar. Yang mengolah siswa dibantu para orangtua. Kemudian, pembelinya adalah para orangtua siswa,” ujar Murkilah.
Selain dilibatkan dalam bazar, para orangtua juga kerap dilibatkan dalam proses penanaman. Hingga kini, ada 90 jenis tanaman yang ditanam di kebun urban farming SDN Ngaliyan 03.
Jenis tanaman di sekolah itu terdiri dari tanaman buah, sayur, tanaman herbal, dan bunga. Hasil panen dari kebun itu dijual ke paguyuban orangtua. Hasil penjualan itu dipakai untuk membeli media tanam, pupuk, dan keperluan kebun lainnya.
Ketahanan pangan
Selain memiliki petani cilik, SDN Ngaliyan 03 juga punya detektif pangan, yakni Raka Andreano Miraj (12) dan Nurul Wahyuningtyas (12). Keduanya bertugas memberikan edukasi kepada teman-temannya tentang pangan sehat. Jika ada siswa yang kedapatan mengonsumsi makanan tak sehat, detektif pangan akan menegur.
”Detektif pangan dan petani cilik ini saling melengkapi. Yang mengurus (pangan) mentahnya itu petani cilik dan kalau sudah matang yang mengurus detektif pangan,” ujar Murkilah. Sama seperti petani cilik, para detektif pangan juga telah dilatih. Pelatihan itu dilakukan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang.
Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Hernowo Budi Luhur mengapresiasi upaya SDN Ngaliyan 03 menginisiasi pembentukan petani cilik dan detektif pangan. Melalui kegiatan itu, para siswa tidak hanya diajari cara menanam, tetapi juga menjaga kualitas pangan.
Hernowo berharap, apa yang dilakukan sekolah tersebut bisa ditiru dan dilakukan oleh seluruh sekolah di Kota Semarang. ”Program ini menjadi bagian penting dalam pembinaan dan pengenalan dunia pertanian. Negara tidak akan kuat jika pertaniannya tidak kuat,” katanya.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyebut, kegiatan pertanian urban telah masuk dalam Kurikulum Merdeka di sejumlah sekolah di wilayahnya. Hal itu diharapkan bisa menimbulkan kesadaran dan kepedulian anak terhadap pertanian.
”(Pengenalan pertanian urban) Di sekolah ini penting karena siswa-siswa sekolah sekarang adalah orang-orang yang akan berperan sebagai generasi emas pada tahun 2045. Kita tidak tahu pada saat itu apakah kedaulatan pangan bisa berjalan sehingga mulai sekarang kita harus sudah mengedukasi anak-anak ini,” ujar Hevearita.
Menurut Hevearita, pertanian urban juga bisa melatih karakter anak-anak. Dengan mencoba bercocok tanam, anak-anak bisa berlatih kesabaran karena proses pertanian membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dari mulai menanam hingga panen.
Selain itu, pertanian urban juga dinilai Hevearita bisa meningkatkan kemampuan anak dalam bekerja secara kelompok. Aktivitas itu sekaligus membuat anak-anak beraktivitas fisik lebih banyak. ”Bisa juga mengurangi waktu anak bermain gawai,” katanya.