Atasi Konflik, BKSDA Jajaki Pembuatan Penangkaran Buaya di Agam
BKSDA Sumbar menjajaki rencana membuat penangkaran buaya di Kabupaten Agam sebagai salah satu solusi mengatasi maraknya konflik buaya muara yang meresahkan warga.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumatera Barat menjajaki rencana membuat penangkaran buaya muara di Kabupaten Agam. Rencana tersebut disiapkan sebagai upaya mengatasi maraknya konflik buaya di provinsi ini, termasuk di Agam.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Pasaman BKSDA Sumbar Antonius Vevri, Selasa (29/8/2023), mengatakan, rencana dan denah lokasi penangkaran ini sudah disampaikan kepada Bupati Agam Andri Warman saat audiensi pada Jumat (25/8/2023) lalu. Bupati menyambut baik rencana tersebut.
”Setelah kami godok di BKSDA, kami tetapkan pilihan apa yang mungkin untuk menjawab masalah konflik buaya. Kami mencoba membuat penangkaran di Nagari Tiku V Jorong, Kecamatan Tanjung Mutiara,” kata Antonius ketika dihubungi dari Padang, Selasa siang.
Antonius melanjutkan, masyarakat di nagari tersebut sudah siap melepaskan tanah seluas 2-5 hektar untuk pembangunan penangkaran. Hasil audiensi dengan Bupati akan dilanjutkan dengan lokakarya bersama Pemerintah Kabupaten Agam dengan mengundang perusahaan, seperti sawit dan tambak udang, untuk berkontribusi membangun penangkaran ini.
”Tahapannya akan berlangsung maraton. Karena dorongan dari Bupati cukup kuat, akan kami usahakan secepat mungkin. Setelah lokakarya, mungkin menyusun DED (detail engineering design), pembebasan lahan, mengurus izin lingkungannya, dan lainnya,” ujar Antonius.
Menurut Antonius, pembuatan penangkaran bisa menjadi jalan keluar dalam penanganan konflik satwa dilindungi bernama Latin Crocodylus porosus ini. Buaya yang berkonflik dengan manusia bisa dievakuasi ke tempat penangkaran.
Selama ini, katanya, buaya yang berkonflik dan ditangkap warga dibawa petugas ke tempat transit, kebun binatang, atau dilepas ke tempat lain. Namun, saat ini tempat merilis buaya sangat sempit. ”Maka, kami berencana membangun semacam penangkaran yang akan kami kombinasikan dengan ekowisata,” ujarnya.
Keberadaan buaya di sini sudah banyak dikeluhkan, sudah meresahkan warga. Beberapa waktu lalu ada anak sekolah dikejar buaya.
Ia menambahkan, sejak awal tahun 2023, setidaknya ada 17 insiden konflik buaya muara dan manusia di wilayah SKW I Pasaman. SKW I Pasaman menaungi wilayah Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Bukittinggi, Limapuluh Kota, dan Payakumbuh.
”Dalam insiden tersebut, ada korban luka, bahkan meninggal, ada yang sekadar resah karena kemunculan buaya. Terakhir pekan lalu, kami mengevakuasi buaya muara di Pasaman,” katanya.
Bupati Agam Andri Warman menyambut baik rencana BKSDA Sumbar membangun penangkaran buaya di wilayahnya. ”Sudah seharusnya Agam memiliki penangkaran buaya karena di Tiku V Jorong sering terjadi konflik buaya dengan manusia,” ujarnya.
Andri pun berkomitmen mendukung rencana tersebut. Mencarikan solusi konflik satwa ini, katanya, merupakan pekerjaan berat yang harus dikerjakan bersama-sama demi kenyamanan masyarakat. ”Ini harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan yang ada,” ujarnya.
Kompas.id (21/2/2023) melaporkan, warga menangkap enam buaya muara di Jorong Muaro Putuih, Nagari Tiku V Jorong. Buaya-buaya tersebut diikat, kemudian dititipkan di kantor satuan polisi perairan setempat untuk dievakuasi petugas BKSDA Sumbar.
Penangkapan buaya berbagai ukuran panjang 1 meter hingga 2 meter itu berlangsung mulai dari Senin malam hingga Selasa (21-20/2/2023) pagi. Lokasinya di rawa-rawa yang merupakan areal perkebunan sawit milik Koperasi Unit Desa Tiku V Jorong.
”Keberadaan buaya di sini sudah banyak dikeluhkan, sudah meresahkan warga. Beberapa waktu lalu ada anak sekolah dikejar buaya. Kemudian, ada pencari lokan juga dimakan buaya,” kata Masrizal, Ketua Badan Permusyawaratan Nagari Tiku V Jorong saat itu.
Masrizal menyebutkan, dari dulu, di Nagari Tiku V Jorong memang terdapat banyak buaya. Walakin, akhir-akhir ini kondisinya mulai meresahkan warga karena saking banyaknya populasi buaya di sana.