Sedang Musim Kawin, Konflik Buaya dan Manusia di Sumbar Meningkat di Awal Tahun
Konflik buaya muara dan manusia di Sumbar meningkat awal tahun ini. Kondisi itu diyakini terkait dengan musim kawin buaya yang berlangsung sejak akhir tahun lalu.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Kondisi buaya muara yang diamankan warga dan BKSDA Sumatera Barat di Tempat Transit Satwa Padang, Sumbar, Minggu (29/1/2023). Buaya muara itu ditangkap warga, Sabtu (28/1/2023), di Sungai Ulakan, Korong Pasa Ulakan, Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, karena sering muncul dan meresahkan warga.
PADANG, KOMPAS — Musim kawin buaya muara memicu peningkatan kasus konflik satwa itu dengan manusia di Sumatera Barat pada awal tahun ini. Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumbar menyebut, musim kawin buaya terjadi sejak akhir tahun lalu.
BKSDA Sumbar mencatat, sejak awal tahun hingga 27 Januari 2023, terjadi sembilan konflik buaya muara (Crocodylus porosus) dan manusia. Kejadiannya tersebar di Kota Pariaman, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, dan Pesisir Selatan.
Jumlah tersebut belum termasuk penangkapan satu individu buaya muara oleh warga di Sungai Ulakan, Korong Pasa Ulakan, Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, Sabtu (28/1/2023) malam.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, Minggu (29/1/2023), mengatakan, konflik buaya-manusia memang meningkat awal tahun ini. Sebagian besar konflik berupa kemunculan buaya di sungai-sungai yang bersinggungan dengan aktivitas masyarakat.
Tidak hanya itu, bahkan ada kejadian serangan buaya terhadap warga pencari lokan (kerang muara), penambang pasir, ataupun yang beraktivitas MCK di sungai. Terkait sejumlah konflik tersebut, Ardi mengatakan, telah menurunkan tim Wildlife Rescue Unit (WRU) ke lokasi-lokasi kejadian.
DOKUMENTASI HELMI TANJUNG
Kondisi buaya muara yang ditangkap warga dan BKSDA Sumatera Barat dari Sungai Ulakan, Korong Pasa Ulakan, Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, Sumbar, Minggu (29/1/2023) dini hari. Buaya ditangkap warga, Sabtu (28/1/2023), karena sering muncul dan meresahkan warga.
Menurut Ardi, konflik itu sangat erat kaitannya dengan masa kawin buaya. Masa kawin buaya biasanya berlangsung selama November-Desember, diikuti masa bertelur dan mengerami pada Januari-Maret.
”Serangan-serangan terhadap warga selama ini karena buaya merasa sensitif dengan keberadaan manusia. Kami mengimbau warga menghindari areal yang diindikasikan sebagai habitat buaya,” kata Ardi.
Terkait penangkapan buaya di Sungai Ulakan, Ardi mengatakan, tim WRU Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar sudah menjemput buaya tersebut. Buaya dibawa ke Tempat Transit Satwa Padang untuk dicek kondisi kesehatannya kemudian segera dilepasliarkan.
Ardi berterima kasih kepada warga yang telah mengamankan mandiri buaya itu dengan selamat. Ia mengimbau warga tetap menjaga keselamatan, jangan sampai ceroboh.
”Hubungi kami agar bisa melakukan penyelamatan bersama warga,” ujarnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ilustrasi: Buaya muara atau buaya bekatak (Crocodylus porosus) koleksi Museum Reptil di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Selasa (17/3/2015).
Secara terpisah, Helmi Tanjung (36), warga Ulakan penangkap buaya tersebut, mengatakan, satwa itu dilaporkan warga muncul sejak tiga hari terakhir. Buaya sering menampakkan diri dan meresahkan warga karena mulai mengejar ternak sapi dan kambing warga di daratan sekitar sungai.
Helmi, yang punya keterampilan menangkap buaya, ular, dan reptil lainnya secara otodidak, dimintai bantuan oleh warga untuk menangkap buaya muara itu pada Sabtu (28/1/2023) pukul 09.00. Ia survei ke lapangan dan menemukan buaya itu.
”Saya coba buat perangkap pancing dengan umpan ayam. Sekitar pukul 19.30, saya kembali ke lokasi, saya lihat buaya sudah terperangkap. Saya meminta bantuan rekan-rekan lain untuk evakuasi,” kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjual pakaian ini.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Buaya muara (Crocodylus porosus) terjerat ban sepeda motor dalam 1,5 tahun terakhir di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/1/2018).
Ditambahkan Helmi, buaya tersebut dapat diamankan sekitar pukul 21.00. Panjangnya sekitar 2,5 meter, lebar perut sekitar 0,5 meter, serta bobot sekitar 150 kilogram.
”Sekitar pukul 02.30, Minggu dini hari, petugas BKSDA Sumbar datang menjemput buaya, sudah kami serahkan,” ujarnya.
Buaya muara masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Di Indonesia, satwa ini dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Aturan perlindungan satwa itu juga diperkuat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.