Pramuka Didorong Jadi Ruang Kreativitas Anak-anak di Sulut
Puluhan anak di Sulut menjadi tahanan serta narapidana karena terlibat tindak kriminalitas. Untuk mengatasi ini, pemerintah daerah akan meningkatkan kembali aktivitas Pramuka di sekolah sebagai ruang kreativitas.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
TOMOHON, KOMPAS — Puluhan anak di Sulawesi Utara menjadi tahanan serta narapidana karena terlibat tindak kriminal. Untuk mengatasi ini, pemerintah daerah menyatakan akan meningkatkan kembali aktivitas kepanduan Pramuka di sekolah sebagai ruang kreativitas anak-anak.
Hal ini mengemuka dalam upacara peringatan Hari Pramuka ke-62 se-Sulut yang digelar di Tomohon, Senin (28/8/2023), 14 hari setelah hari perayaan sebenarnya. Ribuan siswa SD, SMP, dan SMA/SMK mewakili kabupaten dan kota masing-masing dalam perayaan di Stadion Parasmya. Panitia mengklaim, jumlah peserta 6.500 orang.
Bertindak sebagai pembina upacara, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw menyebutkan Pramuka, singkatan dari Praja Muda Karana, telah 62 tahun menjadi wadah proses penempaan karakter anak-anak Indonesia. Melalui Pramuka, nilai-nilai kebangsaan ditanamkan dalam pikiran dan nurani anak-anak.
”Selama 62 tahun, gerakan Pramuka menjadi 'Candradimuka' bagi anak-anak bangsa untuk ditempa, dibentuk karakternya agar berguna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus kita tanamkan di sanubari kita,” kata Steven.
Melalui kegiatan ekstrakurikuler Pramuka pula, lanjut Steven, anak-anak dilatih dengan berbagai ketangkasan praktis di luar pelajaran-pelajaran dalam kurikulum sekolah. Ketangkasan ini akan berguna untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini pun sempat dipamerkan melalui atraksi koordinasi baris-berbaris dan marching band Pramuka yang diperagakan selepas upacara.
”Saya memberi penghormatan kepada adik-adik yang punya keahlian macam-macam. Kalau tidak dilatih, tidak akan bisa. Ini buah disiplin, latihan, dan semangat sehingga akhirnya adik-adik bisa jadi role model buat kita semua,” katanya.
Di sisi lain, Steven mengingatkan anak-anak untuk terus mengedepankan karakter dan etika yang baik di tengah akses teknologi informasi yang bisa didapatkan anak-anak secara leluasa. ”Sekarang ini banyak toxic people, orang yang beracun bagi masyarakat. Tidak mau terima keunggulan orang lain, selalu mengkritik. Jangan jadi begitu. Kita harus bisa menjadi pupuk yang menyuburkan di masyarakat,” tuturnya.
Pada saat yang sama, di Sulut kini ada sedikitnya 60 anak yang mendekam di lembaga-lembaga pemasyarakatan akibat tindakan kriminalitas. Secara aktual, di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tomohon, ada 44 anak berstatus tahanan dan satu yang berstatus narapidana.
Di Rumah Tahanan Manado dan Kotamobagu, ada dua anak tahanan dan sembilan narapidana. Adapun di lembaga pemasyarakatan, ada sedikitnya empat anak yang dipenjara karena berstatus narapidana.
Terakhir, pada Minggu (13/8/2023), lima remaja berusia 12-15 tahun di Bitung ditangkap karena mencuri di sebuah toko swalayan sehari sebelumnya. Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Bitung Inspektur Dua Iwan Setiyabudi mengatakan, kelima bocah itu ditangkap di rumah masing-masing.
Pramuka harus ditingkatkan lagi popularitasnya seperti dua-tiga dekade lalu.
”Para pelaku masuk ke minimarket dengan cara naik ke pohon di samping minimarket, kemudian melompat ke seng dan membukanya. Total kerugian yang dialami minimarket ditaksir sekitar Rp 6,8 juta. Hasil curian, antara lain rokok, makanan ringan, minuman, dan uang,” kata Iwan.
Terkait ini, Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sulut Vanda Sarundajang menyatakan, Pramuka harus ditingkatkan lagi popularitasnya seperti dua-tiga dekade lalu. ”Untuk kegiatan kepramukaan, sekolah dan semua gugus depan harus berperan aktif. Banyak manfaat yang bisa dirasakan anak-anak,” katanya.
Vanda menyebutkan, Pramuka harus bisa menjadi wadah kreativitas bagi anak-anak agar mereka jauh dari kegiatan yang justru berujung pada kriminalitas. Berbagai kegiatan fisik di alam bebas yang dilengkapi pengembangan kemandirian, sopan santun, dan empati terhadap sesama akan terus didorong. ”Dalam kepramukaan, kita akan mengajarkan anak-anak menjadi pemimpin,” katanya.
Kendati begitu, tak semua anak sekolah masih menyimpan ketertarikan pada pramuka. Prince Tulee (15), siswa kelas 11 SMA Kristen 1 Tomohon, menyebutkan Pramuka wajib diikuti setiap Jumat, tetapi dia mengikutinya sekadar untuk formalitas.
”Ekstrakurikuler saya paduan suara. Saya suka juga Pramuka, terutama waktu perkemahan. Tapi itu cuma sesekali. Kalau yang setiap minggu diajarkan, mungkin cuma baris-berbaris,” katanya.
Giovannie Dogomo (16), siswa kelas 11 SMA Katolik Karitas Tomohon, juga menyebut siswa di sekolahnya mengikuti Pramuka setiap Jumat. Namun, ia tidak terlalu mengingat materi apa saja yang diajarkan. ”Tetapi, saya tetap suka sekali Pramuka karena bisa belajar sambil bermain,” ujarnya.