Sambut Tahun Politik, Media Massa Diminta Jaga Independensi
Media massa diminta menjaga independensi dan profesionalitas menyambut datangnya tahun politik pada 2024. Itu untuk memastikan masyarakat tetap memperoleh informasi yang benar dan jernih.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Media massa diminta menjaga independensi dan profesionalitas menyambut datangnya tahun politik pada 2024. Kedua hal itu mampu memastikan masyarakat tetap memperoleh informasi yang benar tanpa mengandung tendensi apa pun. Para kandidat juga diimbau tidak saling serang demi mencegah terbelahnya masyarakat.
Gagasan itu mengemuka dalam diskusi pada ajang Reuni Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI), di Universitas Negeri Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (26/8/2023). Ada lima butir pemikiran yang dihasilkan dalam rangkaian diskusi tersebut. Setiap butir merupakan seruan agar gelaran Pemilu 2024 nanti terselenggara secara damai.
Butir pertama, media massa didorong untuk menjalankan fungsinya secara independen dan profesional. Itu dikarenakan fungsi media massa sebagai rujukan informasi bagi masyarakat. Keberpihakan media massa pada salah satu kandidat berpotensi membuat kebingungan di tengah warga.
”Masyarakat tidak tahu dia harus memercayai berita yang mana. Sebab, ada informasi yang berbeda, padahal kejadiannya sama. Untuk menghindari kebingungan di masyarakat dan jaminan masyarakat mendapatkan informasi yang benar, maka kami mengimbau demikian,” kata Ketua Dewan Pertimbangan FAA PPMI Rommy Fibri, seusai acara.
Rommy menyampaikan, butir kedua berupa imbauan bagi masing-masing kandidat agar tidak saling menyerang satu sama lain. Sikap saling serang berpotensi meningkatkan risiko pembelahan di tengah masyarakat. Itu melihat dari status seorang kandidat yang dijadikan panutan oleh para pendukungnya.
”Kalau antarkandidat saling menyerang dan menjatuhkan, maka akar rumput akan terjadi hal yang demikian. Kami tidak ingin itu terjadi. Maka, kami mengimbau agar para capres ini cukup punya etika politik untuk tidak saling menyerang dan menjatuhkan,” kata Rommy.
Adapun tiga butir lainnya ialah imbauan untuk menolak kejahatan politik dalam bentuk apa pun, dorongan untuk penegakan hukum dan korupsi secara baik, serta menolak adanya penindasan bagi kelompok minoritas mana pun dan dalam bentuk apa pun.
Sehubungan sikap politik, ucap Rommy, organisasinya membebaskan setiap anggotanya untuk memiliki pilihan sendiri-sendiri. Tujuan diadakannya pertemuan bukan untuk mengarahkan dukungan bagi salah satu kandidat. Lebih-lebih para anggota organisasi telah melanjutkan karier ke berbagai profesi, seperti dosen, lembaga negara, pengusaha, dan lain sebagainya. Tak terkecuali politisi ataupun tim pemenangan para kandidat pemilu nanti.
”Kami selama ini menghargai para aktivis yang berdiaspora. Jadi, selama ini kami tidak pernah mengalami keterbelahan secara kelembagaan. Kami mendiskusikan hal ini secara dewasa dengan pandangan bahwa alumni PPMI isinya banyak dan berasal dari berbagai latar belakang,” kata Rommy.
Presidium FAA PPMI Mustakim menyampaikan hal serupa. Hanya momen penyelenggaraannya yang berdekatan dengan tahun politik. Namun, organisasi itu tidak berniat melabuhkan dukungan politik untuk kalangan tertentu. Berbagai diskusi diadakan demi memperoleh satu seruan bersama guna menciptakan situasi yang kondusif.
”Pure seruan yang kami sampaikan hasil diskusi dari kawan-kawan adalah seruan moral aktivis pers mahasiswa. Sama sekali tidak ada pretensi politik apa pun dan untuk siapa pun,” kata Mustakim.
Tim Perumus Reuni FAA PPMI Dwijo Utomo Maksum mengungkapkan, seruan moral itu terasa penting seiring dengan pengalaman bangsa ini dalam setiap kontestasi politik. Menurut dia, selalu saja ada luka, duka, ataupun trauma yang tersisa dari suatu kompetisi. Hendaknya peristiwa semacam itu tak perlu meninggalkan perpecahan di tengah masyarakat.
”Beberapa poin itu saya kira menjadi garis bawah, garis tegas, benang merah, dari seluruh problem yang terjadi selama ini. Alumni pers mahasiswa memiliki concern yang kuat terhadap hal itu. Jangan ada lagi luka, trauma, dan lain-lainnya yang mengerikan itu,” kata Dwijo.