Kota Blitar Manfaatkan Tenaga Harian Lepas dan Alih Daya untuk Penuhi Kebutuhan Pegawai
Jumlah aparatur sipil negara di Kota Blitar masih belum mencukupi. Untuk itu diperlukan pegawai non-ASN, khususnya untuk masalah teknis dan operasional di lapangan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Meski tergolong sebagai daerah yang memiliki jumlah pegawai honorer sedikit, Pemerintah Kota Blitar, Jawa Timur, tidak melakukan perekrutan pegawai honorer dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai gantinya mereka memanfaatkan tenaga harian lepas dan alih daya.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Blitar Priyo Suhartono, rekrutmen honorer sebelumnya dilakukan karena jumlah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) sangat minim. Belum lagi ada PNS dan P3K yang pensiun, pindah, dan meninggal.
Di sisi lain, ada unit-unit baru yang dikembangkan dan butuh pegawai. Tak pelak, sejumlah PNS ditarik untuk memenuhi tenaga strategis di administrasi yang benar-benar mensyaratkan seorang PNS. Sementara untuk tenaga operasional di lapangan, seperti keamanan, kebersihan, dan sopir, direkrut dari tenaga alih daya dan harian lepas.
”Pertimbangannya kita, dituntut untuk memberikan pelayanan cepat, tepat, murah, dan berkualitas, serta berbasis digital. Meski sekarang era teknologi informasi, kami masih tetap butuh tenaga memadai. Karena jumlah PNS dan P3K yang terbatas, maka kami butuh tenaga mereka,” katanya, Senin (21/8/2023).
Berdasarkan data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Blitar, total aparatur sipil negara 2.992 orang yang terdiri dari 2.654 orang PNS dan 338 orang P3K.
Adapun tenaga non-ASN yang masuk pendataan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB ) sebanyak 384 orang. Dari jumlah ini, 67 orang lolos seleksi penerimaan dan diangkat menjadi P3K sehingga total tenaga non-ASN tinggal 317 orang.
Dari sisi anggaran, menurut Priyo, pegawai non-ASN memang membebani, tetapi secara agregat masih efisien karena gaji tenaga harian lepas dan alih daya masih di bawah PNS dan P3K. Pemkot Blitar membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja.
”Namun, bagaimana lagi. Keberadaan mereka sangat dibutuhkan karena saat ini banyak jabatan fungsional dan struktural masih mensyaratkan PNS dengan golongan tertentu. Sementara jumlah PNS terbatas, dua tahun ini tidak ada pengadaan PNS,” ujarnya.
Pemkot Blitar mengetahui soal kebijakan rencana penghentian honorer dari Kemenpan dan RB. Namun, bulan lalu ada surat edaran (SE) dari Kemenpan dan RB yang menyatakan tenaga honorer tidak jadi dihentikan pada November 2023. SE juga menyebut agar PPK/daerah tetap mengganggarkan gaji untuk tenaga non-ASN di 2024.
”Itu kebijakan pusat tetapi fakta riil di lapangan, dengan tidak mengurangi rasa hormat pada pemerintah pusat, bahwa tenaga non-PNS dan P3K sangat dibutuhkan,” katanya. Priyo menyebut tenaga P3K yang ada saat ini belum cukup untuk menggantikan tenaga yang pensiun.
Kepala BKPSDM Kota Blitar Kusno mengatakan, jumlah pegawai yang pensiun di Kota Blitar rata-rata 130 orang per tahun, belum termasuk yang meninggal. Sementara jumlah penambahan pegawai tidak sebanding (minus growth). Tahun 2017, jumlah pegawai 3.006 orang, sedangkan saat ini 2.900-an orang.
Jika pemerintah pusat tetap pada kebijakan penghentian honorer, menurut Kusno, sebagai solusi, kemungkinan mereka akan diangkat sebagai pegawai outsourcing karena bagaimanapun mereka sudah mengabdi di Kota Blitar sejak lama.
Tahun ini Pemkot Blitar sendiri mengajukan 335 orang P3K, tetapi disetujui 328 orang. Untuk pengajuan belanja pegawai didasarkan pada kemampuan daerah.
”Usulan kebutuhan pegawai dari semua OPD (organisasi perangkat daerah). Sebelum kita usulkan ke Menpan dan RB kita berkoordinasi dulu ke bagian keuangan kira-kira mampunya berapa. Kalau 300 orang, ya kita ajukan ke pusat segitu meski kebutuhan kita 500 orang,” ujarnya.
Meski jumlah ASN terbatas, hal itu tidak banyak memengaruhi pembangunan di daerah. Menurut Kusno, Pemkot Blitar banyak mendapatkan apresiasi dan penghargaan. Sebab, mereka juga didukung perangkat teknologi. Sebagian pekerjaan bisa diatasi oleh teknologi, misalnya e-mail untuk penggantian surat fisik yang mesti diantarkan langsung.
”Di sini semua perangkat daerah, kantor, sekolah, termasuk kelurahan, sudah terhubung oleh jaringan fiber optic sehingga hubungan di intra pemerintahan tidak ada persoalan. Jadi, kekurangan di beberapa hal bisa diatasi. Meski di hal lainnya juga terasa, yang mana kehadiran fisik masih diperlukan,” ujarnya.
Kusno juga menerangkan selalu dilakukan evaluasi terhadap pegawai non-ASN. Ada aplikasi yang bisa digunakan oleh pimpinan unit yang ada untuk menilai kinerja pegawainya. Jika kinerja mereka dianggap kurang, kemungkinan tidak akan diperpanjang pada masa berikutnya.