Peringatan 17 Agustus diikuti 28 etnis Nusantara di Kupang yang disponsori Forum Pembauran Kebangsaan NTT. FPK tidak hanya menggelar apel bersama 17 Agustus ,tetapi juga sejumlah kegiatan lain.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Perwakilan 28 etnis dari berbagai provinsi merayakan kemerdekaan RI di Kupang. Pembauran lintas etnis ini untuk saling mengenal budaya masing-masing dan upaya menyelesaikan konflik antarsuku yang sering terjadi. Keberagaman antaretnis pun perlu dipahami generasi muda dari setiap etnis yang bakal memasuki Indonesia emas 20245.
Peringatan HUT Ke-78 Kemerdekaan RI lintas etnis Nusantara berlangsung di Kupang, Kamis (17/8/2023). Peringatan ini diikuti 28 etnis sebagai perwakilan dari 28 provinsi, yang berada di Kota Kupang. Mereka berprofesi sebagai pelaku UMKM, pengusaha, dan pegawai negeri sipil yang tergabung dalam Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).
Ketua Dewan Pimpinan Daerah FPK Nusa Tenggara Timur Theo Widodo mengatakan, secara nasional FPK terbentuk 2005, sedangkan di NTT terbentuk 2008. Pembentukan itu untuk membaurkan etnis-etnis dari berbagai provinsi yang ada di suatu kota atau wilayah, termasuk Kupang. Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan di suatu wilayah, perlu disatukan melalui lembaga FPK.
Aktivitas forum ini harus diperbayak. Tidak hanya pada peringatan 17 Agustus seperti ini, tetapi juga pada kesempatan lain (Oktovianus)
Peringatan 17 Agustus kali ini, peserta upacara mengenakan pakaian adat dari masing-masing etnis. Jumlah 28 etnis Nusantara, yang ada di Kota Kupang. Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, NTB, dan Sulawesi Utara. "Mereka dari berbagai profesi umumnya sudah lama tinggal di Kota Kupang,” kata Theo.
Kegiatan seminar, diskusi, dan saling kunjung saat pernikahan antaretnis pun sering digelar. Bantuan dari FPK bagi kelompok masyarakat kurang mampu pun terus dibangun. Misalnya, bantuan alat pelindung kesehatan saat pandemi Covid-19. Selain itu, digagas arisan lintas etnis yang berlangsung di rumah ketua etnis masing-masing.
Seusai pengibaran bendera Merah Putih, peserta disuguhi sejumlah tarian tradisional dari masing-masing daerah dan menikmati pangan lokal dari masing-masing daerah.
Mempererat persatuan
Mempererat persatuan antaretnis itupenting. Selain menciptakan kerukunan dan saling toleransi antarumat beragama, juga sebagai peredam konflik atau persoalan antara etnik di suatu wilayah. Ada kasus yang melibatkan warga NTT di Makassar Sulawesi Selatan, misalnya, perwakilan FPK dari Sulawesi Selatan yang ada di Kota Kupang berperan menyelesaikan konflik itu.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Polistik NTT John Oktovianus mengatakan, pembentukan FPK untuk mempererat etnis yang satu dengan yang lain di kota atau daerah itu. Tujuannya, antara lain, suatu saat terjadi konflik antaretnis, FPK ini bisa berperan mendamaikan atau menyelesaikan.
”Dengan forum ini kita saling kenal budaya setiap etnik. Jika orang NTT pergi ke Aceh, Padang, Palembang, dan Sulawesi mereka sudah paham budaya setempat, dan bisa membaur di dalam keberagaman di sana. Aktivitas forum ini harus diperbayak. Tidak hanya pada peringatan 17 Agustus seperti ini, tetapi juga pada kesempatan lain,”kata Oktovianus.
Sama seperti warga Minang yang ada di Kupang menghormati budaya orang Kupang, demikian pula orang Kupang yang ada di Minang. Kehadiran FPK pembuka jalan menuju toleransi, persatuan, dan saling membantu saat kesulitan. Kegiatan FPK lintas etnis ini menjadi contoh atau teladan bagi masyarakat umum.
Intinya, keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia tidak menjadi pemicu suatu konflik. Keberagaman itu harus semakin memperkaya budaya dan membangun pemahaman antarkelompok suku, agama, ras, dan antargolongan. Masyarakat tidak mudah dihasut oleh pihak lain demi kepentingan tertentu. Mereka punya pandangan dan pemahaman yang kuat mengenai suatu suku atau etnik.
Jika ada pihak sengaja memprovokasi, menghasut, dan menciptakan kerusahan di daerah itu, masyarakat sudah punya pegangan hidup. Jika perlu, orang yang menjadi provokator itu disadarkan atau dilaporkan ke pihak berwenang untuk diproses. ”Keamanan dan ketenteraman warga, kunci sukses pembangunan di daerah itu,”katanya.
Ketua Ikatan Kerukunan Etnis Bima-Dompu, NTB, Idris mengatakan, kebersamaan ini tidak hanya terjalin antarkelompok etnis dewasa, tetapi juga diharapkan mulai dibangun di kalangan generasi muda lintas etnis. Orangtua berperan dalam memberikan pemahaman dan pengertian mengenai keberagaman.
Ia mengatakan, membangun sikap toleransi dan saling menghormati antargenerasi lintas etnis sejak dini sangat penting dan harus dimulai. Indonesia emas 2045 ada di tangan generasi muda saat ini. Paham kerukunan, toleransi, dan saling menghargai antaretnik tidak bisa ditawar lagi.
Pengalaman kerusuhan di beberapa tempat seperti Ambon dan Poso, tidak boleh terulang lagi di masa depan. Mari membangun kerukunan dan memperkuat toleransi ini. ”Menghadapi Pemilu 2024, elite politik, cendekiawan, dan pengamat politik harus berperan memberi contoh dan teladan terhadap generasi muda dan masyarakat umum, dengan pernyataan-pernyataan yang sejuk dan mendidik,” katanya.