Kolaborasi Mengatasi Tengkes di ”Bumi Antasari”
Kolaborasi berbagai pihak masih diperlukan untuk mengatasi tengkes di ”Bumi Antasari”, Kalimantan Selatan.
Penanganan stunting atau tengkes di Kalimantan Selatan menunjukkan tren perbaikan dengan penurunan angka prevalensi sebesar 5,4 persen dari 30 persen (2021) menjadi 24,6 persen (2022). Namun, angka itu masih di atas angka nasional dan jauh dari target 14 persen pada 2024. Kolaborasi berbagai pihak masih diperlukan untuk mengatasi tengkes di ”Bumi Antasari”.
Marjuna (53), warga Desa Tabunganen Pemurus, Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, keluar dari sebuah bilik berdinding seng di samping rumahnya, Selasa (8/8/2023) siang. Dari bilik berukuran 1,5 meter x 1,5 meter itu ia keluar dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek.
”Sudah hampir satu bulan kami tidak lagi buang air besar dan buang air kecil di sungai karena sudah ada jamban di rumah. Lebih nyaman. Bisa buang air kapan saja, tidak perlu menunggu malam hari,” kata bapak dengan dua anak dan satu cucu itu sambil tersenyum.
Jamban di rumah Marjuna dan empat jamban lain di rumah tetangganya merupakan bagian dari jamban komunal, yang baru dibangun sebulan lalu. Lima jamban yang terpisah itu terhubung ke satu tempat pembuangan atau septic tank.
Sebelum ada jamban di rumah, Marjuna sekeluarga dan para tetangganya buang air besar dan buang air kecil di sungai belakang rumah. Sungai yang cukup lebar di belakang rumah mereka itu sejatinya adalah kanal atau anjir Tabunganen, yang bermuara ke Sungai Barito.
Marjuna menuturkan, anjir Tabunganen bukan hanya urat nadi transportasi warga, melainkan juga sumber kehidupan bagi warga setempat. Air sungai itu sehari-hari digunakan warga untuk mandi, mencuci, dan masak. Di sungai itu pula, warga buang air besar dan buang air kecil.
Menurut Hamidah (45), tetangga Marjuna, air sungai mesti diendapkan sebelum digunakan untuk masak karena airnya keruh. ”Kalau untuk masak, mesti diendapkan dulu, paling tidak satu malam. Namun, kalau untuk mandi dan mencuci, bisa langsung saja,” kata ibu dengan satu anak itu.
Desa Tabunganen Pemurus terletak di Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala. Desa ini berjarak lebih kurang 7 kilometer dari pusat kecamatan atau sekitar 80 km dari Marabahan, ibu kota kabupaten. Akses menuju desa berpenduduk 4.122 jiwa ini dari pusat kecamatan masih belum beraspal. Jalannya berdebu, berbatu-batu, dan berlubang.
Sekretaris Desa Tabunganen Pemurus Yuriansyah mengatakan, pemanfaatan air anjir Tabunganen untuk keperluan mandi cuci kakus sudah berlangsung sejak dulu. Air sungai yang digunakan warga tidak hanya tercemar limbah rumah tangga, tetapi juga kerap terintrusi air laut, terlebih saat musim kemarau.
”Buruknya sanitasi warga di pinggiran sungai menjadi salah satu penyebab tingginya kasus stunting di desa kami. Apalagi, kebanyakan yang tinggal di pinggiran sungai itu adalah warga kurang mampu secara ekonomi,” ungkapnya.
Yuriansyah menyebutkan, ada lebih dari 100 anak di Tabunganen Pemurus yang dinyatakan tengkes pada awal tahun ini. Jumlah itu menjadi yang tertinggi di Kecamatan Tabunganen, bahkan di Barito Kuala. Karena itu, Tabunganen Pemurus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai pihak dalam penanggulangan tengkes.
Baca juga: Pengusaha Kalsel Dilibatkan dalam Penanganan Tengkes
Di Tabunganen Pemurus sudah berjalan program pemberian makanan tambahan untuk anak tengkes. Setiap hari, bapak asuh anak stunting memberikan dua butir telur kepada anak stunting. Kemudian, dari Bank Indonesia juga ada bantuan makanan tambahan dan pembuatan jamban komunal untuk perbaikan sanitasi warga.
”Dengan berbagai intervensi selama beberapa bulan ini, lebih dari separuh kasus stunting bisa diatasi. Sekarang, tersisa 56 anak yang masih dalam kategori stunting,” katanya.
Menurut Yuriansyah, pihak desa juga akan segera menjalankan program Permata Bunda dalam upaya percepatan penurunan stunting. Dengan menggunakan dana desa, program tersebut akan menyasar anak stunting dan ibu hamil dengan pemberian makanan tambahan.
Baca juga: Kawin Muda jadi Tantangan Penurunan Tengkes di Kalsel
Progam sosial
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalsel Wahyu Pratomo mengatakan, pihaknya mendukung upaya percepatan penurunan stunting guna menyokong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dukungan itu diwujudkan dalam bentuk penyerahan bantuan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
”Bantuan PSBI untuk mempercepat penurunan stunting merupakan bagian yang terintegrasi dari upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat yang inklusif dan berkesinambungan,” katanya.
Bantuan PSBI untuk penanganan tengkes di Barito Kuala diserahkan di kantor Kecamatan Tabunganen, Senin (29/5/2023). Total nilai PSBI yang diserahkan pada waktu itu Rp 230 juta, yang terdiri atas empat jenis bantuan.
Pertama, intervensi gizi spesifik berupa susu bagi baduta (bayi di bawah usia dua tahun) yang menderita stunting. Kedua, intervensi sensitif berupa alat kesehatan dan alat permainan edukatif untuk empat fasilitas kesehatan di Barito Kuala, yang berlokasi di Kecamatan Alalak, Belawang, Tabukan, dan Tabunganen.
Ketiga, intervensi sensitif berupa instalasi jamban komunal untuk sanitasi bagi kelompok masyarakat di Desa Tabunganen Pemurus. Terakhir, ada pula intervensi sensitif berupa instalasi pipa pamsimas (program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat) bagi kelompok masyarakat di Desa Samuda, Kecamatan Belawang.
Penjabat Bupati Barito Kuala Mujiyat mengatakan, dukungan berbagai pihak diperlukan dalam upaya mempercepat penurunan angka stunting sesuai targetnya. ”Diperlukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh pihak untuk menurunkan angka stunting agar target 14 persen bisa dicapai pada 2024,” katanya.
Tepat sasaran
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 yang dirilis Kementerian Kesehatan mengungkap, angka prevalensi stunting di Kalsel menunjukkan perbaikan, dari 30 persen pada 2021 menjadi 24,6 persen pada 2022. Namun, angka tersebut masih di atas angka nasional sebesar 21,6 persen dan jauh di atas target 14 persen.
Ada lima kabupaten di Kalsel yang perlu mendapat perhatian lebih mengingat angka prevalensi tengkesnya lebih tinggi dibandingkan provinsi dan kabupaten/kota lain, yaitu Barito Kuala (33,6 persen), Kotabaru (31,6 persen), Hulu Sungai Tengah (31,1 persen), Balangan (29,8 persen), dan Hulu Sungai Utara (28 persen).
Dengan berbagai intervensi selama beberapa bulan ini, lebih dari separuh kasus stuntingbisa diatasi.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kalsel Raudatul Jannah, yang juga Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kalsel, mengatakan, dukungan yang diberikan ke Barito Kuala sangat tepat sasaran mengingat Barito Kuala adalah daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Kalsel.
”Kami mengapresiasi program Bank Indonesia dan berbagai pihak dalam upaya mempercepat penurunan stunting di Barito Kuala,” ujar istri Gubernur Kalsel Sahbirin Noor itu.
Sahbirin Noor dalam kegiatan turun ke desa (turdes) selama sepekan, 3-8 Agustus 2023 juga mengusung misi penanganan stunting. Dalam kegiatan turdes ke-9 dengan tema ”Lintas Beribu Sungai Banua”, Sahbirin bersama rombongan mengunjungi sedikitnya 19 titik di 13 kabupaten/kota. Misinya adalah penanganan stunting, pengendalian inflasi, perekaman KTP elektronik, dan penanaman pohon.
”Upaya percepatan penurunan stunting di Kalsel masih memerlukan kerja keras dan tidak kenal lelah demi mencapai target 14 persen pada 2024,” katanya.
Baca juga: Tengkes Membayangi Puncak Bonus Demografi