Hari ini, Jumat (11/8/2023), seharusnya dirayakan Aremania dengan sukacita sebagai perayaan hari ulang tahun klub tercinta. Namun, sukacita itu tak patut dirayakan ketika 135 nyawa saudara mereka hilang tahun lalu.
Oleh
DAHLIA IRAWATI, DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
Hari ini, Jumat (11/08/2023), seharusnya dirayakan Aremania dengan sukacita sebagai perayaan hari ulang tahun klub tercinta. Namun, sukacita itu tak patut dirayakan ketika 135 nyawa saudara-saudara mereka hilang setahun lalu dalam Tragedi Kanjuruhan. Akhirnya, hanya teriakan-teriakan duka dan keprihatinan yang mengumandang sepanjang malam hingga dini hari tadi.
Lautan manusia berjejalan di depan Stadion Gajayana, Malang, Jawa Timur, Kamis (10/8/2023) mulai pukul 21.00. Sebagian berkostum hitam, ada pula yang mengenakan atribut Arema, serta ada pula yang mengibarkan bendera atau spanduk dengan beragam tulisan berisi harapan bahkan cacian.
Makian, umpatan, nyanyian, hingga teriakan-teriakan aneka macam bergemuruh di langit Kota Malang semalam. Sesekali, pekatnya malam pecah saat di antara mereka menyalakan flare atau suar warna merah yang biasanya ada di lapangan-lapangan sepak bola.
Puas berteriak-teriak di depan stadion, Aremania long march atau berjalan menuju kawasan Kayutangan, tak jauh dari alun-alun Merdeka Malang. Di sana, mereka juga melakukan hal yang sama, meneriakkan duka dan keprihatinan atas Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.
Di antara lautan manusia itu, ada Dinda, perempuan asal Sengguruh, Kabupaten Malang, bersama beberapa kerabatnya. Dengan semangat, ia berjalan kaki sambil memeluk foto adiknya, salah satu korban Tragedi Kanjuruhan.
”Saya menuntut keadilan untuk adik saya, Riang Ambarwati. Kami tidak ingin kejadian itu dilupakan begitu saja. Kami ingin semua yang terlibat diungkap,” kata Dinda sambil terus berjalan.
Entah bagaimana perasaan Dinda dan keluarganya saat itu. Raut mukanya menyiratkan beragam perasaan jadi satu. Antara sedih kehilangan orang tercinta, marah karena merasa tak ada keadilan untuk korban, dan gembira karena banyak Aremania merayakan kedukaan itu bersama-sama. Mereka merasa, tidak adanya hukuman untuk semua para penembak gas air mata dinilai tidak adil oleh mereka.
Tuntutan mendapat keadilan serupa juga dilontarkan oleh Salman Al Farisi (19), warga Probolinggo yang mengaku Aremania. Ia datang malam itu bersama 7 temannya dari Probolinggo dengan mengendarai sepeda motor.
”Ini hanya bentuk solidaritas kami untuk kawan kami, Risky DY. Ia menjadi korban dalam Tragedi Kanjuruhan saat itu. Kami hanya menuntut keadilan,” kata Salman.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai security itu mengaku, sidang kasus Tragedi Kanjuruhan yang digelar di Surabaya kala itu belum memenuhi rasa keadilan bagi para korban. Sebab, mereka merasa masih ada dalang yang tidak terungkap dan belum semua penembak gas air mata dihukum.
Dalam sidang kasus Tragedi Kanjuruhan, tiga dari lima terdakwa dijatuhi hukuman 1 tahun dan 1 tahun 6 bulan penjara. Sementara dua terdakwa lainnya divonis bebas. Tiga terpidana untuk 135 nyawa itulah yang disebut oleh Aremania menjauhi keadilan.
Doa dan harapan
Di Kayutangan, ekspresi duka itu dibebaskan. Mereka membentangkan spanduk hingga poster bernada tuntutan, seperti ”Usut Tuntas”, ”Justice 135+”, ”Berslogan Pengamanan Ternyata Pembantaian”, hingga ”Menolak Renovasi Stadion Kanjuruhan”. Mereka juga meneriakkan yel-yel, membaca tahlil, dan menyanyikan lagu-lagu nasional. Beberapa peserta aksi juga sempat menyalakan flare (suar) dan kembang api.
Tepat pukul 00.00, suar dinyalakan semakin banyak, terutama di simpang empat Rajabali di Jalan Basuki Rahmat. Sebagian menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Arema dan meneriakkan yel-yel.
Kepala Polresta Malang Kota Komisaris Besar Budi Hermanto, di lokasi aksi, mengatakan, pihaknya menerjunkan 614 personel gabungan Polri, TNI, Satpol PP, dinas perhubungan untuk mengamankan kegiatan HUT Ke-36 Arema tersebut. Personel terbagi dalam dua hari penjagaan, yaitu Kamis dan Jumat.
”Pengamanan dilakukan secara humanis. Kegiatan peringatan hari ini dilakukan di tujuh titik, sedangkan untuk besok dipusatkan di Stadion Gajayana dalam bentuk pengajian,” katanya.
Selain di Kota Malang, rencananya aksi Aremania juga akan diadakan di Stadion Kanjuruhan dan depan Mapolres Malang di Kepanjen pada Jumat (11/8/2023). Seperti diketahui, tragedi 1 Oktober 2022 itu terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Sebelum ini, Kepolisian Resor Malang juga telah menerima pelaporan model B oleh sejumlah keluarga korban, selain penanganan model A yang ditangani Polda Jatim. Untuk laporan model A, ada lima terdakwa yang ditelah divonis di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sementara laporan Model B, masih dianggap jalan di tempat. Polres Malang belum menaikkan ke penyidikan karena belum menemukan unsur terkait pasal yang disangkakan, yakni pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Akhirnya, keluarga korban hanya mampu meneriakkan duka dan keprihatinan. Berteriak bersama-sama Aremania lainnya. Sambil digayuti doa dan harapan, semoga saja rasa keadilan yang mereka tuntut akan menemukan jalan.