Mengalahkan Ketakutan Menikmati Ketinggian di Malang Raya
Tak hanya ciamik untuk wisata yang memacu adrenalin, ”site” paralayang yang ada di Malang Raya juga cocok untuk mencetak atlet berkaliber nasional dan internasional.
”Whaaa…” pekik Ratih Arumsari (32) dari atas parasut yang tengah meluncur cepat, beberapa meter di atas tanah. Sejurus kemudian, kakinya sudah menjejak rumput, tidak jauh dari titik tumpu di lapangan pendaratan paralayang Songgo Maruto, Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu (9/8/2023).
Wisatawan asal Semarang, Jawa Tengah, itu mengaku apa yang baru saja dia lakukan merupakan pengalaman pertama. Bagaimana dia melayang di udara menggunakan parasut. Ratih terbang tandem dari puncak Gunung Banyak di ketinggian 1.315 meter di atas permukaan laut (mdpl).
”Ini first time aku paralayang. Kalau ke Batu sudah tiga kali ini. Namun, kalau nyoba ini, pertama banget,” ujar perempuan yang sebenarnya takut akan ketinggian itu. Namun, begitu mengudara, Ratih bisa mengalahkan rasa takutnya itu dan berbalik menikmati suasana.
”Pertamanya takut banget, ternyata sudah sampai atas malah menikmati banget. Udah sih gitu aja. Harusnya terbang lebih lama mungkin ya,” ujarnya sambil tertawa.
Dia pun berjanji akan menceritakan pengalaman ini kepada adik-adiknya dan mengulanginya di lain kesempatan lantaran beberapa jam lagi Ia mesti bertolak ke Surabaya. Sebelum meluncur ke Batu, Ratih lebih dulu menikmati keindahan alam Gunung Bromo.
Rabu pagi itu Ratih tidak sendirian bermanuver di langit Batu. Sejumlah wisatawan asal Singapura juga merasakan sensasi yang sama. Wajah-wajah mereka pun terlihat puas. Sebab, selama terbang, mereka juga merasakan hawa sejuk dan mengamati pemandangan sekitar.
Pemandangan alam di Gunung Banyak menarik. Selain kawasan lereng gunung yang berhiaskan pinus—jika cuaca kondusif tanpa kabut—mereka juga bisa melihat hamparan lahan persawahan dan kawasan wisata Songgoriti di bawah, bentang alam kota Batu di sisi timur, serta Gunung Arjuno-Welirang di sisi utara dan Panderman di sisi selatan.
Sukacita pun tak hanya dirasakan wisatawan. Sejumlah pilot paralayang juga menyambut baik kunjungan wisatawan. ”Hari ini baru tiga wisatawan asing terbang bersama saya. Dua hari ini memang cukup banyak wisatawan asing, mungkin lagi musimnya. Kemarin ada enam orang yang terbang dengan saya,” ujar Ahmad Fauzi (54), salah satu master tandem paralayang Gunung Banyak.
Menurut Fauzi, jumlah wisatawan yang ingin mencoba paralayang di Gunung Banyak cukup banyak. Saat libur panjang sekolah bulan Juni-Juli lalu, misalnya, satu master tandem bisa melayani delapan orang dalam sehari yang sebagian besar wisatawan domestik.
Baca juga: Atlet Asal Batu Juara Paragliding Accuracy World Cup di Turki
Dengan harga tiket Rp 400.000 per orang untuk wisatawan domestik dan Rp 500.000 untuk wisatawan asing, mereka bisa melayang 5-15 menit di udara tergantung kondisi angin. Waktu terbang dilakukan mulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00. ”Kalau cuaca tidak mendukung, ya kita tahan,” ujarnya.
Medan atau site paralayang Gunung Banyak tak hanya diperuntukkan bagi wisatawan, tetapi juga tempat latihan sekaligus lokasi digelarnya kejuaraan, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Pada 6-9 Juli lalu, lokasi ini dipakai untuk adu kebolehan 130-an atlet Indonesia dan negara tetangga, Malaysia, dalam perhelatan “Batu International Tourism Paragliding Festival 2023”. Event ini kembali digelar setelah beberapa tahun vakum akibat pandemi Covid-19.
Gunung Banyak pun dikenal sebagai salah satu medan untuk menggembleng atlet-altet paralayang Tanah Air, khususnya Jawa Timur. Bahkan, beberapa di antara mereka merupakan warga setempat yang tinggal di sekitar lapangan Songgomaruto.
Sebut saja Jafro Megawanto, Rika Wijayanti, Roni Pratama, Ike Ayu Wulandari, dan Joni Effendi yang kerap meraih medali pada ajang paralayang nasional dan internasional merupakan arek Songgokerto dan sebagian masih memiliki tautan keluarga.
Awalnya grogi. Takut dengan ketinggian pasti ada. Namun, seiring berjalannya waktu dan jam terbang yang bertambah, rasa takut itu bisa ditangani.
Jafro meraih medali emas pada kelas ketepatan mendarat perorangan putra Asian Games 2018. Rika juga meraih 1 perak dan 2 perunggu pada kelas berbeda di Asian Games 2018. Sementara Roni bersama Jafro, Joni, dan Hening Paradigma juga merebut emas di kelas ketepatan mendarat tim putra pada ajang serupa.
Atlet-atlet ini pun memulai kemampuan bermanuver di udara dari seorang pelipat parasut (caddy). Dulu, mereka melakukannya untuk mengisi waktu luang pulang dari sekolah. Dari kegiatan itu, mereka mendapat uang jajan Rp 2.000-Rp 5.000 per parasut.
”Awalnya grogi. Takut dengan ketinggian pasti ada. Namun, seiring berjalannya waktu dan jam terbang yang bertambah, rasa takut itu bisa ditangani,” ujar Rika Wijayanti kepada Kompas beberapa waktu lalu.
Gunung Banyak bukan satu-satunya tempat menguji nyali di Malang Raya. Ada tiga tempat lain, masing-masing di Gunung Panderman yang masih berada di Batu, serta Gunung Tumpukdi Desa Sidoluhur, Kecamatan Lawang, dan Pantai Modangan di Desa Sumberoto, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang.
Namun, dari empat lokasi itu, hanya Gunung Banyak yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan lantaran infrastruktur dan ekosistemnya sudah terbentuk. Tempat lainnya masih relatif alami dan baru.
Mantan pelatih paralayang Jawa Timur, Sugeng Santoso, mengatakan karakter setiap site paralayang di Malang Raya berbeda satu sama lain. Gunung Banyak, misalnya, bagus untuk siswa hingga transisi atlet lanjutan. Selain bagus untuk kelas akurasi, Banyak juga baik untuk cross country.
”Panderman karakternya hampir sama dengan Gunung Banyak karena berdekatan. Untuk di Modangan hanya bisa untuk kelas akurasi, ketepatan mendarat sama dengan yang ada di Sidoluhur,” ujarnya.
Baca juga: Usai Vakum Malang Jadi Pembuktian Atlet Downhill Seri I
Karakter lainnya soal waktu. Di Modangan hanya bisa digunakan saat angin barat atau bulan November-April, sementara di Gunung Banyak pada bulan April-Oktober. Kedua lokasi ini pun paling sering dipakai untuk kejuaraan dibandingkan dua titik lainnya. Pada 2018 dan 2019, Modangan digunakan sebagai kejuaraan paralayang Trip of Indonesia.
Adapun di Sidoluhur ada kendala pada lokasi pendaratan. Selain dekat dengan permukiman, lokasinya dinilai terlalu sempit. Namun, venue ini juga berdekatan dengan hutan pinus ”Umbaran Bike Park” yang biasa dipakai untuk kegiatan olahraga memacu adrenalin lainnya, yakni bersepeda turun bukit (down hill).
Pada 17-18 September 2022, perhelatan ”76 Indonesian Down Hill” diselenggarakan di tempat ini. Kala itu, 194 atlet sepeda dari Indonesia, Singapura, dan Australia berupaya menaklukkan kerasnya medan sepanjang 1,8 kilometer dengan elevasi start-finis 260 meter.
Disinggung site mana di Malang Raya yang paling banyak melahirkan atlet paralayang, Sugeng, yang menjabat sebagai pemimpin pertandingan pada kejuaraan dunia Paragliding Accuracy World Cup di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, akhir Juli 2023, itu pun menunjuk Gunung Banyak.
”Hampir semua atlet nasional paralayang dari Jawa Timur lahirnya di Batu. Rata-rata anak seputaran situ. Ada Jafro, Roni, Joni, dan lainnya,” ujarnya.
Nah, terbukti kan, bukan saja ciamik untuk wisata yang memacu adrenalin, ternyata site paralayang yang ada di Malang Raya juga cocok untuk mencetak atlet berkaliber nasional dan internasional.