Dua Tahun Tak Dikelola, Warga Kalteng Minta Ladang ”Food Estate” Singkong Dikembalikan
Masyarakat di sekitar program lumbung pangan atau ”food estate” singkong berharap ladangnya kembali dan bisa mereka kelola. Dalam kurun waktu dua tahun, belum ada aktivitas lagi di lokasi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
KUALA KURUN, KOMPAS — Program lumbung pangan atau food estate pada komoditas singkong di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, masih tanpa aktivitas dalam dua tahun terakhir. Akibatnya, masyarakat berharap lahan dan ladang yang masuk dalam program itu dikembalikan dan dikelola sendiri.
Program food estate singkong sudah dimulai sejak November 2020 dengan target luas lahan mencapai 31.000 hektar. Kini, setidaknya 600 ha hutan sudah dibuka.
Program itu menggunakan kawasan hutan setelah mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pelepasan itu melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate.
Dari perencanaan, setidaknya terdapat empat desa yang masuk dalam kawasan program tersebut, yakni Tewai Baru, Sepang Kota, Tampelas, dan Pematang Limau. Namun, setelah kawasan 600 ha hutan dibuka lalu ditanami ribuan batang pohon singkong, aktivitas itu tiba-tiba kurang terdengar pada 2021.
Kepala Desa Tewai Baru Sigho menjelaskan, sudah lebih kurang dua tahun tidak ada aktivitas di lokasi. Ia heran aktivitas justru menghilang saat lahan sudah hampir semua ditanam.
Dirinya tidak tahu apakah sudah dilakukan panen dalam kurun waktu hampir tiga tahun terakhir ini atau belum. Kini, di lokasi itu pohon-pohon singkong masih tumbuh meski tampak tak sehat.
”Saya juga tidak tahu, sudah dua tahun lebih ini tidak ada aktivitas lagi di sana. Sayang sekali karena program itu untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkap Sigho yang ditemui di kantornya, Selasa (8/8/2023).
Sigho menambahkan, beberapa waktu lalu beberapa perwakilan dari pemerintah pusat datang ke desanya. Mereka mengabarkan akan diadakan sosialisasi dan koordinasi lagi di desa.
”Semoga nanti jadi, karena banyak keluhan masyarakat yang harus didengar pemerintah pusat. Kami harap keluhan itu didengar dan dicari solusinya,” ungkap Sigho.
Pada Selasa pagi, Kompas datang ke lokasi Program Strategis Nasional yang kemudian dikenal dengan nama program cadangan logistik strategis. Ribuan batang singkong dengan tinggi beragam tumbuh di antara rumput-rumput liar.
Beberapa singkong tumbuh kerdil. Bahkan ada yang menjalar. Singkong pun tumbuh tidak di dalam tanah. Apalagi tanah di lokasi tersebut berbatu dan berpasir.
Varietas singkong yang digunakan, antara lain, Kristal Merah, Iding, Carvita 25, Revita R1, Malang 4, Litbang UK2, Darul Hidayah, UJ 5, dan Adira 4. (Kompas, Minggu 7 Maret 2021)
Untuk ke lokasi, hanya ada satu jalan masuk yang belum beraspal melalui wilayah perkebunan PT Borneo Agri Prima. Jaraknya sekitar 101 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng. Sekitar 9 kilometer dari Desa Tewai Baru.
Rangkap (53), Mantir Adat Desa Tewai Baru, mengaku memiliki ladang di lokasi yang sudah digarap menjadi kebun singkong. Ia kini berkebun begitu jauh dari rumahnya yang berada di pinggir jalan.
”Saya bangun pagi, datang ke kebun, sayur saya sudah dirusak, pohon ditebangi,” ungkap Rangkap mengingat kembali peristiwa saat kebunnya digarap.
Rangkap menjelaskan, kebun seluas 1 hektar itu merupakan harapan satu-satunya memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Setelah larangan membakar karena bencana asap dan karhutla di Kalteng diberlakukan, Rangkap tak lagi menanam padi dan menggantinya dengan berbagai jenis sayuran.
Ia menjual sayur itu dari rumah ke rumah dan ke pasar. Kini ia memulai kembali dari nol dan berharap masih bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, khususnya dua anaknya yang sedang kuliah.
”Yang buat saya kesal itu, kalau masuk ke sini harusnya beri tahu dulu sama warga di sini. Ini sosialisasi tidak ada,” kata Rangkap.
Rangkap berharap, jika tidak ada kejelasan dalam program tersebut, tanah dan ladang masyarakat yang diubah menjadi kebun singkong bisa dikembalikan ke masyarakat pemiliknya sesuai sejarah adat mereka.
Kepala Dinas Pertanian, Hortikultura, dan Peternakan Kalimantan Tengah Sunarti tidak banyak mengetahui program singkong tersebut. Alasannya, proyek itu dipimpin Kementerian Pertahanan RI.
”Setahu saya anggarannya belum ada,” ujarnya.
Pihaknya lebih banyak menangani program food estate pada komoditas padi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau.
”Masterplan dari Bappenas baru itu untuk padi di Kapuas dan Pulpis, itu (singkong di Gunung Mas) belum,” kata Sunarti.