Hari Keenam Unjuk Rasa, Warga Pasaman Barat Dipulangkan Paksa
Aparat kepolisian memulangkan paksa seribu lebih warga Pasaman Barat yang berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sumbar sejak Senin (31/7/2023). Belasan orang yang dituduh sebagai provokator ditangkap.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Aparat kepolisian memulangkan paksa seribu lebih warga Pasaman Barat yang berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sumbar sejak Senin (31/7/2023). Proses itu diwarnai kericuhan dan penangkapan belasan warga, mahasiswa, dan anggota organisasi non-pemerintah yang dituding sebagai provokator.
Pemulangan paksa warga Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa, anak-anak, serta warga lansia itu terjadi di Masjid Raya Sumbar, Kota Padang, Sabtu (5/8/2023) siang. Perisitiwa ini terjadi saat sekitar 20 perwakilan massa berdialog dengan Gubernur Sumbar dan anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar.
Saat kejadian berlangsung, massa yang menjadikan lantai I Masjid Raya Sumbar sebagai tempat menginap selama unjuk rasa sedang bershalawat sembari menunggu hasil dialog perwakilan mereka. Namun, aparat kepolisian membubarkan warga dan mengangkat sebagian mereka ke dalam bus untuk diberangkatkan ke Pasaman Barat.
”Dipaksa kami keluar masjid. Barang-barang kami berserakan. Tidak mau kami keluar, diseretnya kami. Mana mampu kami perempuan ini melawan,” kata Rismawati (40), salah satu pengunjuk rasa yang dipaksa pulang aparat, di sela-sela menunggu bus di halaman Masjid Raya Sumbar, Sabtu sore.
Rismawati, yang merupakan warga Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, menjelaskan, sebenarnya ia dan suaminya yang ikut berunjuk rasa sejak Senin tidak mau pulang sebelum tuntutan mereka dikabulkan. Walakin, keluarga ini tak bisa berbuat apa-apa.
”Enggak tahu bakal gimana ini selanjutnya,” ujar Rismawati pasrah. Keluarga ini terancam kehilangan sehektar lahan sawit karena terdampak proyek strategis nasional (PSN) kilang minyak dan petrokimia seluas 30.000 hektar yang diusulkan Gubernur Sumbar ke Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi sejak 2021 itu.
Sabtu sore, ratusan warga yang tersisa berkumpul di halaman Masjid Raya Sumbar. Mereka menunggu bus yang akan memulangkan mereka ke kampung halaman. Ratusan aparat kepolisian berjaga dan mengawal proses pemulangan massa.
Samsul (35), warga Jorong Pigogah Patibubur lainnya, mengatakan hal senada. ”Kami dipulangkan paksa tanpa ada negosiasi, sementara kawan kami masih berdialog di kantor gubernur. Beberapa warga dimasukkan langsung ke bus, bagaimana mau melawan,” katanya.
Sebelumnya, sekitar 1.500 warga Nagari Air Bangis didampingi mahasiswa dan organisasi non-pemerintah (NGO) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar sejak Senin lalu. Warga menuntut agar usulan proyek strategis nasional itu dicabut karena mencakup wilayah kelola mereka.
Massa juga menuntut agar lahan yang mereka kelola secara turun-temurun dikeluarkan dari status hutan produksi. Mereka menuntut pula agar anggota Brimob yang menjaga lahan program hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikelola koperasi serba usaha (KSU) di kawasan itu ditarik. Lokasi HTR juga tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
Selain itu, massa juga menuntut agar dua orang yang ditahan Polda Sumbar karena membeli hasil panen petani dibebaskan. Keduanya ditahan karena dituding membeli hasil kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan tanpa perizinan.
Tidak hanya memulangkan paksa warga, aparat kepolisian juga menangkap belasan warga, mahasiswa, dan anggota NGO yang mendampingi massa. Mereka dituding sebagai provokator yang menahan massa agar tidak pulang ke Pasaman Barat.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani, dalam keterangan tertulis, mengatakan, ada 4 warga, 3 mahasiswa, dan 7 pendamping hukum yang ditangkap dan dibawa secara paksa ke Kantor Polda Sumbar.
Tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasan dan pelanggaran HAM karena upaya paksa jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum. (Indira Suryani)
”Tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasan dan pelanggaran HAM karena upaya paksa jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, sebagaimana diatur UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU HAM,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Biro Operasional Polda Sumbar Komisaris Besar Djadjuli mengatakan, memang ada beberapa orang yang diangkut aparat, tetapi ia tidak tahu persis jumlahnya. ”Ada beberapa terindikasi ajak warga bertahan, akhirnya kami amankan untuk dimintai keterangan,” katanya.
Terkait pemulangan paksa massa unjuk rasa, Djadjuli menjelaskan, aparat sebelumnya sudah mengajak dan mengimbau warga untuk pulang. Ada warga yang mau, ada yang tidak, dan ada yang memprovokasi agar tidak pulang. ”Yang provokasi kami ambil, yang tidak mau, kami angkut (ke Pasaman Barat),” katanya.
Menurut Djadjuli, aparat tidak bisa menunggu massa dipulangkan setelah proses dialog selesai. Sebab, dikhawatirkan pascadialog massa tetap bertahan di Masjid Raya Sumbar dan Kota Padang. ”Ini tempat ibadah, mengganggu aktivitas masyarakat lainnya,” ujarnya.
Djadjuli menambahkan, selama 5-6 hari terakhir menggelar unjuk rasa, warga tersebut juga tidak mengantongi izin. Aksi massa di Jalan Jenderal Sudirman depan Kantor Gubernur Sumbar mengganggu lalu lintas. ”Kami bantu warga Air Bangis ini untuk pulang, untuk bisa lanjutkan aktivitas mereka. Anak-anak bisa sekolah, orangtua bisa bekerja,” katanya.