Maluku Menagih Janji Lumbung Ikan Nasional
Kendati wacana lumbung ikan sepertinya menghilang, janji pemerintah pusat masih segar di ingatan orang Maluku.
Dalam acara puncak Sail Banda di Ambon, Maluku, pada 3 Agustus 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan rencana kebijakannya untuk menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Perairan di Maluku dinilai kaya akan hasil laut.
Karel Albert Ralahalu, Gubernur Maluku kala itu, langsung membentuk tim untuk menerjemahkan maksud Presiden Yudhoyono. Konsultasi dengan kementerian terkait intensif dilakukan secara maraton. Sayangnya, hingga Yudhoyono demisioner pada Oktober 2014, janji itu belum juga terwujud dalam bentuk program konkret.
Pengganti Yudhoyono, yakni Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2014, menekankan tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam visinya, Presiden Joko Widodo menginginkan sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional. Hal itu bak angin segar bagi Maluku.
Pemerintah Provinsi Maluku kembali bergerak dengan mendatangi kementerian terkait untuk membicarakan lebih teknis lagi mengenai lumbung ikan. Langkah kali ini lebih maju. Tim merasa perlu untuk menyusun rancangan peraturan presiden sebagai dasar hukum penetapan Maluku sebagai lumbung ikan nasional.
”Menjelang akhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, rancangan perpres itu sudah selesai disinkronisasi lintas kementerian, tetapi tak kunjungan ditandatangani. Kami tidak tahu apa kendalanya,” kata Romelus Far Far, salah satu anggota tim penyusunan rencana penetapan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, dihubungi Rabu (2/8/2023).
Romelus kala itu menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. Ia sering kali bolak-balik Ambon-Jakarta untuk melakukan konsultasi dan pertemuan dengan sejumlah pejabat.
Setelah lama tak ada kabar, isu lumbung ikan kembali mencuat. Dalam kunjungan ke Ambon pada 30 Agustus 2020, Edhy Prabowo yang menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan kala itu, memberi pernyataan yang mengejutkan. Ia mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo ingin menuntaskan janji pemerintah pusat di masa lalu. Wujudnya, mengimplementasikan kebijakan lumbung ikan nasional di Maluku.
Masyarakat Maluku tetap miskin di tengah kekayaan sumber daya perikanan.
Sayangnya, beberapa waktu kemudian, Edhy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran terjerat suap di kementerian tersebut. Isu mengenai lumbung ikan itu pun meredup hingga kini nyaris tidak terdengar lagi. Banyak yang menyebut bahwa Maluku kena prank dari pemerintah pusat.
”Kendati wacana itu seperti menghilang, janji pemerintah pusat masih segar di ingatan kami orang Maluku. Janji yang diucapkan berulang kali oleh pejabat yang berbeda,” ujar Melky Lohi, Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi Maluku. Melky berbicara mewakili Pemprov Maluku.
Menurut Melky, perjuangan untuk menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional akan tetap dilakukan pemimpin di daerah itu. Bukan tanpa alasan, Maluku merupakan provinsi dengan perairan terluas serta potensi perikanan tertinggi di Indonesia, layak ditetapkan sebagai lumbung ikan nasional.
Perikanan tangkap
Jika Maluku sebagai lumbung ikan nasional terealisasi, pusat pengelolaan perikanan terutama sektor perikanan tangkap sebagian bisa digeser ke Maluku. Akan ada dukungan sumber daya dari negara yang lebih besar untuk pemberdayaan nelayan hingga akses pasar. Industri perikanan bisa tumbuh lebih cepat.
Baca juga: Laut Arafura Dilelang ke Pemilik Modal, Masyarakat Maluku Protes
Selama ini, perairan di Maluku dikuasai oleh korporasi besar yang berpusat di Pulau Jawa. Mereka mengirim kapal-kapal ke Maluku untuk menangkap ikan lalu kembali ke Jawa. Tidak ada industri di Maluku sehingga nyaris tak ada manfaat yang dirasakan daerah. Masyarakat Maluku tetap miskin di tengah kekayaan sumber daya perikanan.
Berdasarkan pemetaan wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI), wilayah Maluku berada di tengah kepungan tiga WPP-RI. Tiga WPP-RI dimaksud meliputi 714 yang di dalamnya ada Laut Banda, 715 yang di dalamnya ada Laut Seram, dan 718 yang di dalamnya termasuk Laut Arafura. Di Indonesia terdapat 11 WPP-RI.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2022 yang menerangkan tentang estimasi sumber daya ikan, ketiga WPP-RI itu memiliki potensi perikanan tertinggi di Indonesia. Seperti di WPP-RI 718 yang memiliki potensi ikan pelagis kecil tertinggi, yakni mencapai 836.973 ton per tahun. Potensi ikan demersal juga tertinggi, yakni 876.722 ton per tahun.
Profesor Alex Retraubun dari Universitas Pattimura, Ambon, dalam sejumlah kesempatan mengatakan, tingginya potensi ikan disebabkan kesuburan perairan di Maluku. Kesuburan didukung oleh ekosistem yang masih terjaga, mulai dari mangrove, lamun, dan terumbu karang.
”Selain itu, terjadi pengadukan massa air atau upwelling yang rutin setiap tahun pada musim timur (Mei hingga Agustus). Nutrisi di dasarnya laut kemudian naik ke atas. Inilah kelebihan perairan di Maluku sehingga potensi perikanan tangkap sangat tinggi,” kata Alex.
Perikanan budidaya
Di samping mendorong perikanan tangkap, Pemprov Maluku kini mulai serius mengurusi perikanan budidaya yang oleh banyak orang masih dipandang sebelah mata. Sejak tahun 2020, berbagai bantuan untuk para pembudidaya digelontorkan. Kini, hasilnya mulai terasa.
Geliat perikanan budidaya perlahan berkembang sebagaimana terlihat dari keramba jaring apung yang bertebaran di Teluk Ambon. Lebih kurang 70 kelompok nelayan terlibat dalamnya. Mereka membudidayakan ikan kuwe, kakap putih, dan kerapu. Hasilnya dijual kepada masyarakat lokal hingga diekspor.
Jefri Slamta (51), salah satu contoh pembudidaya yang sukses. Berkat dukungan pemerintah, ia memiliki 20 kotak keramba jaring apung. Sepanjang tahun 2023, mulai Januari hingga Juni lalu, Jefri menjual 1,8 ton ikan dengan harga paling mahal Rp 450.000 per kilogram untuk jenis kerapu bebek. Tahun depan ia menargetkan penjualan hingga 4 ton.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, ekspor perikanan budidaya selama lima bulan pertama tahun 2023 mencapai 21,9 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 328,5 miliar. Inilah rekor ekspor perikanan budidaya tertinggi di Maluku. Dua komoditas yang diekspor meliputi ikan kerapu bebek dan udang vaname. Kerapu dikirim ke Hong Kong, sedangkan udang ke China.
Karolis Iwamony, Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Hasil Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku mengakui, potensi perikanan budidaya belum tergarap maksimal. Di sisi lain, pemerintah daerah dengan segala keterbatasan anggaran sudah berupaya maksimal untuk membantu pembudidaya.
Jika lumbung ikan nasional terwujud di Maluku, sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya akan lebih maju dan memberi manfaat kesejahteraan bagi masyarakat. Maluku masih terus menunggu wujud nyata dari janji tersebut.
Baca juga: Babak Baru Perikanan Budidaya Maluku