Semerbak Wangi Parfum dari Transformasi Nilam Aceh
Atsiri Research Center memupuk semangat bagi petani untuk kembali menanam nilam dan menjaga kestabilan harga minyak nilam. Inovasi turut melahirkan produk turunan berbahan baku nilam, termasuk parfum yang kian diminati.
Sejak masa Hindia Belanda, minyak nilam atau atsiri dari Provinsi Aceh menjadi rebutan di pasar kosmetik dunia. Tahun 1990-an permainan harga membuat petani kehilangan semangat. Namun, kini nilam Aceh justru hadir dalam bentuk lebih berkelas, yakni parfum, perawat kulit, hingga pengharum ruangan.
Para peneliti dari Atsiri Research Center (ARC)-Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUIPT) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, berada di balik keberhasilan transformasi industri nilam Aceh.
ARC berhasil memupuk semangat bagi petani untuk kembali menanam nilam, menjaga kestabilan harga minyak nilam, hingga melahirkan banyak produk turunan berbahan baku nilam.
Baca juga: Mengembalikan Kejayaan Nilam Aceh
”Pencapaian ini di luar ekspektasi kami. Awalnya kami hanya ingin meningkatkan produksi nilam, ternyata banyak persoalan yang harus kami benahi,” ujar Ketua Atsiri Research Center Dr Syaifullah Muhammad, Sabtu (22/7/2023).
Saat ditemui di kantor ARC di kompleks kampus tersebut, Syaifullah memperlihat ruangan riset, produksi, dan galeri produk. Tidak tanggung-tanggung, sejak 2019 hingga kini ARC telah melahirkan 32 jenis produk di antaranya parfum, perawat kulit, sabun, cairan cuci tangan, hingga pengharum ruangan.
Dari 32 jenis produk tersebut sebanyak 13 produk telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sementara sisanya dalam proses pengurusan izin. Untuk urusan pemasaran ARC membentuk sayap bisnis koperasi Inovac dan beberapa perusahaan.
Dalam sebulan, penjualan produk turunan nilam besutan ARC mencapai Rp 700 juta. ”Parfum Neelam paling banyak laku, 40 persen dari total penjualan,” kata Syaifullah.
Syaifullah, seorang dosen Teknik Kimia aktor, di balik pembentukan ARC itu. Usai menjadi tim penyusun peta jalan industri nilam Pemprov Aceh, dia merasa penelitian lebih dalam perlu dilakukan. Dia mengusulkan pembentukan ARC. Pada tahun 2016, Rektor Universitas Syiah Kuala Prof Samsul Rizal menyetujui pembentukan lembaga riset itu.
Baca juga: Riset Nilam Unsyiah Sudah Hasilkan Sembilan Produk
Syaifullah ditunjuk sebagai ketua ARC. Sejak 2016 hingga kini, Syaifullah masih konsisten melakukan riset-riset untuk pengembangan industri nilam Aceh. ”Saya bermimpi suatu saat Aceh punya pabrik produk turunan dari minyak nilam. Kita punya bahan baku dan punya kemampuan untuk memproduksi,” kata Syaifullah.
Pada 2019, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menetapkan ARC sebagai Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUIPT). Kini ARC menjadi satu-satu pusat riset nilam unggulan.
Jatuh bangun
Nilam merupakan tanaman perdu yang menghasilkan minyak atau atsiri. Konon, sebelum Indonesia merdeka, pemerintahan Hindia Belanda yang memulai menanam nilam di Provinsi Aceh. Nilam juga disebut singkatan dari Nederlands Indische Landbouw Atjeh Maatschappij, sebuah perusahaan milik Hindia Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda menjadikan minyak atsiri nilam sebagai komoditas ekspor ke Eropa. Minyak-minyak dari Aceh mengandung patchouli alkohol yang tinggi. Sejak saat itu, minyak nilam Aceh menjadi rebutan bagi pasar industri kosmetik dunia.
Pasca-kemerdekaan petani masih Aceh masih melanjutkan budidaya nilam. Harga minyak nilam di pasaran sungguh fantastik, mencapai Rp 1,2 juta per kilogram. Namun, 1990-an harga minyak nilam di Aceh anjlok, pernah menyentuh Rp 90.000 per kilogram. Kondisi ini membuat petani patah semangat sehingga tidak lagi merawat nilam.
Hal itu dialami oleh Suhardi (50), petani nilam di Desa Geunteut, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. ”Waktu itu, kami kaget tiba-tiba harga jatuh, padahal mau panen raya. Kabarnya dipermainkan toke (penampung),” kata Suhardi.
Baca juga: Aceh Perbanyak Usaha Lokal Bahan Baku Nilam
Dengan harga murah, jangankan untung, untuk biaya perawatan dan upah pekerja saja tidak cukup. Akhirnya nilam-nilam itu dibiarkan kering dan mati.
Setelah mendapatkan pendampingan dari tim ARC, Suhardi kembali menanam nilam di lahan 1 hektar. Dia optimis era kejayaan nilam kembali datang.
Harapan baru
Kehadiran ARC-PUIPT Universitas Syiah Kuala membawa harapan baru bagi petani dan industri nilam Aceh. ARC melakukan sejumlah riset, pendampingan, intervensi untuk menstabilkan harga, dan melahirkan produk turunan nilam.
Syaifullah mengatakan, ARC melakukan riset dari hulu ke hilir. Riset di hulu melingkupi melahirkan benih unggul, pola tanam, dan perawatan. Sementara riset di hilir untuk melahirkan minyak atsiri berkualitas tinggi dan melahirkan produk turunan.
ARC telah membagikan ribuan benih nilam unggul kepada petani di Aceh. ARC juga memiliki desa nilam binaan. Secara rutin tim riset ARC turun ke desa-desa untuk mengajarkan petani cara merawat hingga menyuling minyak nilam.
”Dulu petani menyuling nilam menggunakan drum, hasilnya (minyak) hitam. Kalau sekarang mulai pakai stainless hasilnya lebih jernih sehingga harga lebih mahal,” ujar Syaifullah.
Namun, intervensi di hulu tidak menjamin petani nilam sejahtera karena harga minyak tetap ditentukan oleh pengumpul. Karena tidak ada pasar alternatif, petani tidak punya pilihan selain menjual dengan harga murah.
Baca juga: Yang Muda yang Pengusaha
Berangkat dari persoalan ini, ARC melakukan riset untuk melahirkan produk turunan nilam agar dapat membeli/menampung minyak nilam petani dengan harga yang pantas.
ARC mencoba mengintervensi harga dengan membeli langsung minyak nilam dari petani. Pembelian dilakukan oleh Koperasi Inovac, sayap bisnis ARC. Minyak nilam tersebut diolah menjadi sejumlah produk.
Harga minyak nilam di pasar dunia medio Juli 2023 Rp 670.000 per kg, ARC siap membeli minyak nilam petani Rp 610.000 per kg. Sementara harga di pasar lokal lebih fluktuatif, tetapi tidak jatuh terlalu rendah. ”Sejak kami intervensi, harga minyak nilam di pasaran jadi stabil,” kata Syaifullah.
Syaifullah mengatakan, saat ini semakin banyak petani yang menanam nilam. Produksi nilam Aceh telah meningkat menjadi 350 ton pada 2022, padahal pada 2017 produksi hanya 150 ton.
Sejak kami intervensi, harga minyak nilam di pasaran jadi stabil.
Kenaikan produksi nilam Aceh mengokohkan Indonesia sebagai pemasok minyak nilam terbesar di dunia, mencapai 90 persen. Sementara di skala nasional, Aceh salah satu provinsi penghasil nilam terbesar.
ARC juga ikut melakukan ekspor minyak nilam ke sejumlah negara. Pada Desember 2022, ARC mengekspor minyak nilam sebanyak 3 ton senilai Rp 2,5 miliar ke Perancis. Pengiriman menggunakan kapal melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.
Minyak nilam yang diekspor itu diklaim berkualitas tinggi. Tim ARC telah memilih minyak nilam terbaik yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Timur.
ARC memiliki mesin penyulingan modern hibah dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dengan mesin itu, kualitas nilam dan kuantitas produksi ARC meningkat. ”Minyak yang kami hasilkan memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia),” ujar Syaifullah.
Mesin ini mampu menyuling 24 ton minyak nilam dalam setahun. Kualitas minyak nilam yang dihasilkan dengan mesin ini mampu membuat kandungan patchouli alkohol atau senyawa utama minyak nilam di atas 40 persen sesuai dengan standar pasar Singapura, Eropa, dan Amerika.
Baca juga: Wapres: Inovasi Kampus untuk Kesejahteraan Warga
ARC juga berhasil membuat minyak nilam dalam bentuk kristal dengan kandungan patchouli 98-100 persen. ”Harga minyak nilam kristal Rp 15 juta per kg. Kalau ada permintaan ke luar negeri, kami siap jual,” kata Syaifullah.
Parfum Neelam merupakan produk turunan pertama yang dihasilkan oleh ARC. Parfum ini telah menembus pasar global, seperti Malaysia dan Jerman.
Manajer parfum Neelam, Sabrina Khairunnisa, menuturkan, kini dalam sebulan mereka menjual 200-300 botol parfum. Sementara harga per botol ukuran 30 mililiter Rp 150.000.
”Kami sedang mengurus administrasi dan komunikasi dengan calon pembeli untuk ekspor,” kata Nisa.
Nisa menuturkan, pasar parfum cukup besar. Selama ini nilam Aceh diekspor ke luar negeri. Di sana diolah menjadi parfum, lalu dijual kembali di Indonesia. Menurut Nisa, sebagai daerah penghasil nilam sudah sepantasnya memproduksi parfum sendiri berkualitas ekspor.
Pengembangan industri nilam oleh ARC juga mendapatkan dukungan dari Bank Syariah Indonesia (BSI). ARC dan BSI telah sepakat bekerja sama mendampingi petani nilam di Aceh Besar. ARC pendamping petani, sementara BSI akan membantu pembiayaan. Pembiayaan bukan dalam bentuk pinjaman modal, melainkan hibah melalui pengadaan benih dan pembangunan instalasi air.
Sebelumnya Direktur Penjualan dan Distribusi BSI Anton Sukarna menyambut baik kerja sama tersebut. Pihaknya membantu program itu melalui BSI Maslahat atau lembaga zakat, infak, dan sedekah. Program penyaluran dan pendayagunaan BSI Maslahat terbagi dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, sosial, dakwah, kesehatan, ekonomi, sosial, dan kemanusiaan.
”Kami akan coba berdayakan nilam Aceh agar lebih baik lagi, terutama peningkatan kemampuan usaha di level petaninya. Hari ini kami coba buka jalan untuk nilam Aceh,” kata Anton.
Desa Geunteut, Kabupaten Aceh Besar, yang menjadi lokasi program kini bahkan telah berhasil membuat parfum sendiri dengan nama Geunara (Geunteut Nilam Aceh Raya).
Melalui sentuhan riset dan teknologi, nilam Aceh kini kembali bergairah. Jika dulu hanya menjual minyak, kini hadir dengan ragam produk turunan.
Baca juga: Nilam Mulai Angkat Ekonomi Kelompok Tani di Lombok Timur