Surabaya Pelihara Ambisi Tingkatkan Status Kota Layak Anak
Surabaya memelihara ambisi meningkatkan status kota layak anak untuk modal mewujudkan kehidupan sosial budaya yang benar-benar dapat menjamin perlindungan terhadap anak dan tumbuh kembang mereka.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Siswa tunanetra SLB YPAB memainkan angklung saat Adifiesta Anak Istimewa di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/7/2023). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam rangka Hari Anak Nasional. Selain pembagian kursi roda gratis, kegiatan juga diisi dengan bazar serta pentas seni dari pelajar-pelajar berkebutuhan khusus. Kegiatan tersebut diharapkan menjadi tempat anak-anak berkebutuhan khusus dalam unjuk karya.
SURABAYA, KOMPAS — Surabaya, ibu kota Jawa Timur, belum berhasil meraih predikat tertinggi sebagai kota layak anak paripurna dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, ambisi untuk meraih predikat lebih tinggi dari selama ini kota layak anak utama terus dipelihara karena amat penting bagi masyarakat Surabaya.
Demikian ditegaskan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi seusai puncak peringatan Hari Anak Nasional di Balai Pemuda Surabaya, Senin (31/7/2022). Surabaya kembali meraih predikat kota layak anak (KLA) utama seperti tahun-tahun sebelumnya. Surabaya cukup optimistis dapat meraih predikat KLA paripurna sebagai yang pertama di Indonesia pada tahun ini, tetapi meleset.
Padahal, dengan predikat KLA paripurna, Surabaya berpeluang besar mewujudkan impian sebagai KLA tingkat dunia. Dengan status itu, Surabaya menjadi bagian penting dalam kehidupan dunia, terutama terkait aspek perlindungan terhadap anak-anak.
”Kami berkomitmen untuk memberikan perlindungan melalui beragam kebijakan untuk memastikan tumbuh kembang anak-anak Surabaya,” kata Eri.
Eri melanjutkan, perlindungan anak menjadi program jangka panjang untuk mewujudkan Generasi Emas 2045 yang bertepatan dengan seabad perjalanan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dua dasawarsa sejak saat ini, anak-anak telah dewasa dan diharapkan menjadi pemimpin daerah dan negara yang dapat membantu mewujudkan kehidupan rakyat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Surabaya cukup siap meski upaya mewujudkan kota layak anak memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat. (Arie Rukmantara)
Untuk itu, menurut Eri, pemerintah menyiapkan dan melaksanakan program terpadu perlindungan anak, yakni kesehatan dan pendidikan. Ada pusat pembelajaran keluarga di balai RW, pos curhat di sekolah, rumah anak prestasi, satgas anak, keberlanjutan pengentasan tengkes atau stunting, bantuan bagi pelajar dari keluarga miskin, memberdayakan forum anak, dan memelihara atau menambah ruang publik berupa taman yang ramah anak.
Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Surabaya Dominikus Adi Sutarwijono mengatakan, predikat KLA paripurna bahkan tingkat dunia perlu terus diupayakan. Predikat jangan dilihat sebagai status, tetapi capaian yang diharapkan menumbuhkan kebanggaan, kecintaan, dan kesadaran warga terhadap perjalanan ”Bumi Pahlawan” di masa mendatang.
Selaras
”Dengan status kota layak anak, tentu diharapkan sikap dan perilaku warga selaras dengan upaya mempertahankan predikat itu,” kata Adi, politikus PDI-P. Yang terutama mencegah kasus-kasus kejahatan terhadap anak. Selain itu, memunculkan budaya bahwa anak-anak Surabaya merasa selamat dan aman di mana pun karena dilindungi oleh masyarakat.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan Unicef Wilayah Jawa Tubagus Arie Rukmantara mendorong Surabaya menjadi bagian dari Child-Friendly City Initiative (CFCI). Ini didasarkan pada kenyataan bahwa Bumi Pahlawan bertahun-tahun ini mendapat predikat KLA utama. ”Surabaya cukup siap meski upaya mewujudkan kota layak anak memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat,” katanya.
Di sisi lain, KLA bukan berarti nirkasus kejahatan terhadap anak. Status itu lebih pada terpenuhinya persyaratan sesuai Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak. Secara sederhana, indikator meliputi penguatan kelembagaan dan kluster hak anak.
Penguatan kelembagaan meliputi peraturan dan kebijakan, persentase anggaran, peraturan dan kebijakan yang mendapat masukan dari forum atau kelompok anak, sumber daya manusia terlatih untuk program anak, data anak terpilah, dan keterlibatan lembaga masyarakat dan dunia usaha.
Kluster hak anak meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya serta perlindungan khusus.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia Yuliati Umrah mengingatkan, status KLA utama, paripurna, bahkan tingkat dunia barulah gerbang untuk mewujudkan kehidupan sosial budaya yang memastikan anak-anak dihargai, dihormati, disayangi, dijaga, dan dilindungi martabatnya sebagai sosok manusia.
Menurut Yuliati, penting bagi semua lapisan masyarakat memahami Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak. Konvensi menegaskan negara menghormati dan menjamin hak-hak yang diterapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun.
Juga tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau walinya yang sah.
Negara akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orangtua anak, walinya yang sah atau anggota keluarga.
”Masyarakat harus berperan mendorong kehidupan sosial yang benar-benar menjamin keselamatan dan keamanan anak-anak,” kata Yuliati. Upayakan nirkasus kejahatan dan kekerasan terhadap anak baik dalam konteks pelanggaran hukum atau secara sosial di keluarga dan lingkungan.