Sebuah kecelakaan yang melibatkan mobil dengan Kereta Api Rapih Dhoho di Jombang, Jawa Timur, mengakibatkan enam orang meninggal dan dua lainnya kritis. Masyarakat diimbau waspada saat di pelintasan sebidang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Sebuah kecelakaan yang melibatkan mobil dengan Kereta Api Rapih Dhoho di Jombang, Jawa Timur, mengakibatkan enam orang tewas dan dua lainnya kritis. Masyarakat diimbau lebih waspada saat melintas di pelintasan sebidang tanpa palang pintu.
Berdasarkan data dari kepolisian, kecelakaan terjadi pada Sabtu (29/7/2023) dini hari sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Lokasi tepatnya di pelintasan sebidang Jalan Raya Dusun Gondekan, Desa Jabon, Jombang, Jawa Timur. Pelintasan tersebut tidak berpalang pintu dan tidak berpenjaga.
Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Jombang Ipda Anang Setyanto mengatakan, kecelakaan melibatkan mobil Daihatsu Luxio bernomor polisi L 1009 XD dengan KA Rapih Dhoho Loko CC2017707 yang tengah melaju dari Surabaya menuju Kertosono. Terjadinya benturan keras mengakibatkan mobil terseret sepanjang beberapa meter.
”Penyebab kecelakan masih diselidiki. Diduga sopir tidak memperhatikan situasi di sekitarnya saat melintas di pelintasan kereta,” ujar Anang, Minggu (30/7/2023).
Dia menambahkan, mobil yang terlibat kecelakaan tersebut berpenumpang delapan orang termasuk pengemudi. Mereka adalah Wahyu Kuspoyo (42), pengemudi; dan istrinya, Sutrianingsih. Selain itu, ada dua anak Wahyu, yakni Alinsya (16) dan Arimbi (11). Selain itu, Sumiyowati (60), ibunda Sutrianingsih; Fikri (22); Az Zahra (13); dan Adelia (19).
Dari delapan orang tersebut, enam penumpang meninggal, sedangkan dua lainnya dalam kondisi kritis. Korban meninggal adalah Sumiyowati, Wahyu, Sutrianingsih, Alinsya, Az Zahra, dan Adelia. Sementara Fikri dan Arimbi masih dirawat di RSUD Jombang.
Kepala Desa Bakung Tumenggungan, Kecamatan Balonbendo, Sidoarjo, Abu Dawud mengatakan, korban kecelakaan merupakan warganya, yakni keluarga besar Sumiyowati. Dari delapan korban, enam orang warga Sidoarjo, satu orang warga Kediri, dan satu lagi warga Nganjuk.
Adapun dari enam korban yang meninggal, lima jenazah dibawa ke rumah duka di Desa Bakung Tumenggungan. Sementara satu korban bernama Adelia langsung dibawa ke rumah duka di Nganjuk.
”Korban meninggal yang dibawa ke Bakung Tumenggungan adalah Sumiyowati, Wahyu, Sutria, Alinsya, dan Az Zahra,” ujar Abu saat ditemui di rumah duka.
Berdasarkan pantauan Kompas, korban tiba di rumah duka di Sidoarjo pada Minggu pagi dan langsung disemayamkan di rumah. Setelah itu, korban dimakamkan di pemakaman umum desa setempat dan ditempatkan dalam empat liang lahat.
Satu liang lahat digunakan untuk memakamkan jenazah Sumiyowati dan Sutria. Sementara tiga korban lainnya dimakamkan dalam liang lahat masing-masing.
Menurut Abu, saat kejadian, keluarga Sumiyowati tengah dalam perjalanan dari rumahnya di Sidoarjo menuju ke Kediri. Korban berencana mengunjungi keluarga yang tinggal di Kediri. Rombongan berangkat pada Sabtu malam sekitar pukul 21.00 waktu setempat.
Tetangga korban, Sila (54), mengaku sangat kehilangan. Dia mengenal Sumiyowati sebagai pembuat aneka bumbu masakan dengan kapasitas produksi besar. Banyak warga sekitar yang bekerja dan menggantungkan ekonominya pada usaha tersebut.
”Ibu-ibu di sini banyak yang ambil kerja borongan mengupas bahan bumbu dapur, seperti bawang merah dan bawang putih. Ada juga yang bekerja membantu memasak,” kata Sila.
Penyebab kecelakan masih diselidiki. Diduga sopir tidak memperhatikan situasi di sekitarnya saat melintas di pelintasan kereta.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, kecelakaan yang terjadi di pelintasan kereta api masih kerap dijumpai. Karena itu, dia mengingatkan agar masyarakat lebih waspada saat melintas di pelintasan kereta, terutama di perlintasan kereta api sebidang yang tidak berpalang pintu dan tidak berpenjaga.
”Pelintasan sebidang antara rel dan jalan raya masih rentan kecelakaan terutama bagi warga yang baru melintas di pelintasan tersebut. Pengawasan terhadap perlintasan sebidang ini perlu ditingkatkan,” ujar Djoko.
Akademisi Unika Soegijopranata ini menilai, keselamatan belum menjadi prioritas sehingga sering diabaikan. Menurutnya, di lokasi pelintasan kereta di Jombang tersebut masih perlu dilengkapi pita kejut dan rambu-rambu lainnya. Djoko pun menyarankan agar pelintasan tidak digunakan sebelum aspek keamanan dan keselamatan pengguna jalan dipenuhi.
Sebelumnya, Direktur Keselamatan dan Keamanan KAI Sandry Pasambuna mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, pengelolaan pelintasan sebidang tersebut dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya, yaitu menteri untuk jalan nasional, gubernur untuk jalan provinsi.
Selain itu, bupati/wali kota untuk jalan kabupaten atau kota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
Pernyataan itu disampaikan pada acara seminar nasional dengan tema ”Peningkatan Keamanan dan Keselamatan di Pelintasan Sebidang Jalur Kereta Api” bertempat di Hotel Westin, Surabaya, pada Kamis (15/6/2023).
Menurut Sandry, keberadaan pelintasan sebidang di sebagian tempat melewati pemukiman warga dan daerah industri sehingga rawan terjadi kecelakaan temperan. Dalam kurun tiga tahun terakhir, pihaknya mencatat terjadi banyak kecelakaan di pelintasan sebidang jalur kereta api yang merenggut korban manusia secara signifikan, yakni 690 kejadian kecelakaan di pelintasan sebidang. Dari kejadian itu, korban meninggal sejumlah 202 orang, luka berat 132 orang, dan luka ringan 184 orang.
Sandry menekankan perlunya peran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sampai level kepala desa, untuk meminimalkan potensi terjadinya kecelakaan di pelintasan sebidang jalur kereta api. Di samping itu, KAI juga mendorong pembangunan perlintasan sebidang yang aman dan sesuai aturan atau menutupnya jika berpotensi membahayakan masyarakat pengguna jalan.