Abaikan Peringatan, Tiga Pemuda Tewas Tenggelam di Bengawan Solo
Aspek keselamatan di perairan terus diabaikan seperti dalam kasus kematian tiga pemuda yang tenggelam di Bengawan Solo wilayah Banaran, Babat, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (30/7/2023).
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Tim SAR mengevakuasi jenazah tiga pemuda korban tenggelam di Bengawan Solo wilayah Banaran, Babat, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (30/7/2023).
SURABAYA, KOMPAS — Tim SAR telah menemukan dan mengevakuasi jenazah tiga pemuda yang tenggelam di Bengawan Solo wilayah Banaran, Babat, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (30/7/2023). Peristiwa naas itu harus terus menjadi peringatan bagi masyarakat agar tidak mengabaikan keselamatan.
Menurut Direktur Polairud Polda Jatim Komisaris Besar Puji Hendro Wibowo, identitas korban ialah Zidan (17) dan Ruli (17) dari Kelurahan/Kecamatan Babat dan Marko (18) dari Banaran. Zidan ditemukan dalam operasi SAR pada Minggu pukul 08.05. Sejam kemudian atau pukul 09.05, tim SAR menemukan Ruli. Marko menjadi yang terakhir ditemukan, yakni pada pukul 09.45.
Puji melanjutkan, ketiga pemuda itu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Jenazah kemudian dievakuasi ke RSUD Karangkembang Babat. Setelah pemeriksaan atau visum, jenazah diserahkan kepada keluarga untuk disemayamkan dan dikebumikan. ”Korban tenggelam sejak Sabtu (29/7/2023) dini hari akibat perahu yang dinaiki bocor,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Seksi Humas Polres Lamongan Inspektur Dua Anton Krisbiantoro mengatakan, peristiwa itu bermula dari aktivitas empat pemuda di tanggul Bengawan Solo wilayah RT 003 RW 001 Banaran pada Sabtu sekitar pukul 00.30. Selain tiga korban tewas, ada seorang pemuda lainnya bernama Nano Zulianto (17). Keempatnya berstatus pelajar SMA di Babat.
Salah satu adaptasi dan mendasar ialah memastikan diri selamat di perairan minimal dengan kelengkapan.
Anton melanjutkan, dari kesaksian Nano atau korban selamat, mereka sempat ditegur dan disarankan oleh warga yang melintas agar segera pulang. Namun, mereka tidak mengindahkan teguran dan saran itu. Bahkan, mereka tertarik untuk berperahu karena ada perahu kosong yang sedang tertambat di tanggul tempat mereka berdiri.
Keempat pemuda itu kemudian berperahu ke tengah Bengawan Solo, sungai terpanjang di Pulau Jawa yang berhulu di Jawa Tengah dan berhilir di Jatim. Dalam perjalanan, perahu yang ditumpangi ternyata bocor dan segera tenggelam.
Menurut pengakuan Nano, ketiga temannya diduga panik kemudian menceburkan diri ke sungai dan berusaha berenang. Nano sempat bertahan sampai perahu tenggelam lalu berenang dan berhasil mencapai tanggul serta selamat.
Saat naik, Nano tidak melihat ketiga temannya sehingga berteriak mencari pertolongan. Kalangan warga berusaha membantu Nano dengan mencari ketiga pemuda sekaligus menginformasikan kejadian itu ke pemerintahan, polisi, dan SAR.
Kepala Kantor SAR Surabaya Muhamad Hariyadi menambahkan, operasi SAR secara terpadu telah dilaksanakan sejak Sabtu pukul 07.30 sampai pukul 17.30. Namun, Sabtu kemarin, operasi SAR tidak berhasil menemukan ketiga pemuda yang tenggelam. Operasi SAR terpaksa dihentikan pada Sabtu petang karena kondisi sudah gelap dan dilanjutkan pada Minggu pagi.
”Operasi SAR tadi telah berhasil menemukan ketiga korban, tetapi sudah dalam kondisi meninggal,” ujar Hariyadi. Karena ketiga korban telah ditemukan, operasi SAR ditutup.
Berhasil diselesaikan
Dari publikasi Kantor SAR Surabaya, sejak awal 2023 tercatat setidaknya 30 operasi pencarian dan pertolongan (SAR) terhadap orang tenggelam di sungai-sungai di Jatim. Seluruh kegiatan berhasil diselesaikan, tetapi korban tidak ada yang selamat. Korban terdiri dari anak, remaja, dan dewasa. Yang dewasa ada yang di antaranya nelayan dan pemancing.
Dari pembacaan pada seluruh publikasi itu, korban tenggelam di sungai lalu meninggal tanpa kelengkapan terutama jaket keselamatan atau pelampung (life jacket). Korban terjatuh dari rakit, sampan, atau perahu saat menyeberang, memancing, atau berenang. Peluang mereka selamat mengecil karena berenang tanpa kelengkapan jaket keselamatan atau pelampung.
Menurut Guru Besar Kemaritiman Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Ketut Buda Artana, dari kasus-kasus kecelakaan fatal di perairan memperlihatkan aspek keselamatan disepelekan dan diabaikan. ”Tanpa perubahan yang mendasar dan utuh, aspek keselamatan saya rasa tidak akan mendapat perhatian baik dari masyarakat maupun aparatur,” katanya.
Ketut menyatakan prihatin dengan banyaknya kasus kecelakaan fatal di perairan yang notabene berkebalikan dengan karakter masyarakat dengan masa lalu yang akrab dengan peradaban sungai, danau, dan laut atau maritim. Masyarakat seolah melupakan jati diri sebagai bangsa maritim yang sepatutnya mampu beradaptasi dengan perubahan geografis perairan.
”Salah satu adaptasi dan mendasar ialah memastikan diri selamat di perairan minimal dengan kelengkapan. Rasanya, harga kelengkapan life jacket atau pelampung terjangkau,” ujar Ketut.
Namun, entah mengapa, amat sulit menyadarkan semua untuk waspada dan berkelengkapan saat beraktivitas demi menjamin keselamatan diri termasuk di perairan. Saat terjadi kecelakaan dan timbul korban dipandang sebagai musibah, tetapi sulit dipastikan apakah ada perubahan dan kesadaran yang mendorong pencegahan dan antisipasi.