Dinanti, Komitmen Pemerintah untuk Mengesahkan RUU Masyarakat Adat
Komitmen pemerintah untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat ditunggu. Regulasi itu bisa menjaga masyarakat adat sekaligus mencegah konflik, termasuk soal lahan.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan meski sudah dibahas sejak 2019. Padahal, undang-undang ini bisa menjaga keberlangsungan masyarakat adat serta meminimalkan berbagai konflik di daerah, termasuk konflik antara masyarakat adat dan investor.
Hal ini mengemuka dalam Seminar Mendorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat dan Perluasan Lahirnya Produk Hukum Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan. Seminar diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel di Makassar, Jumat (28/7/2023).
Ketua Pengurus Harian AMAN Sulsel Sardi Razak mengatakan, tujuan pembentukan UU Masyarakat Adat, di antaranya, ialah untuk memulihkan hubungan negara dan masyarakat adat. Selain itu, mengakui masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya serta meluruskan rute pengakuan yang diatur dalam berbagai peraturan sektoral.
Pengakuan kepada masyarakat adat dan bentuk UU akan menjadi dasar pemerintah untuk membuat berbagai kegiatan dan kebijakan. ”Dalam kasus konflik lahan antara masyarakat adat dan investor atau pemerintah, justru dengan adanya UU, akan menjadi acuan dan dasar hukum bagi semua pihak untuk menjaga apa yang boleh dilakukan dan tak boleh dilanggar,” katanya.
Dekan Fakultas Fisip Universitas Hasanuddin Sukri Tamma, yang menjadi salah satu pembicara, menilai, komitmen, kepentingan, dan perspektif yang berbeda tentang masyarakat adat membuat pengesahan RUU ini alot.
Padahal, RUU ini perlu didorong sebagai bentuk komitmen negara. Dengan pengakuan, masyarakat adat dapat menentukan dan mengatur diri sendiri, mandiri, dan tidak lagi terpinggirkan karena diatur pada level kebijakan yang lebih tinggi dengan berbagai konsekuensinya melalui UU.
”Masyarakat adat punya nilai yang sampai saat ini bisa bertahan. Contohnya pada saat pandemi, mereka bisa survive. Mereka juga memiliki nilai dasar yang unik dan khas sebagai dasar perilaku yang terkait dengan kelangsungan kehidupan komunitasnya. Eksistensi masyarakat adat terkait dengan kemampuan untuk menjaga dan mengembangkan sistem kehidupan dan menjadi prioritas sekaligus strategi dalam mempertahankan eksistensinya,” katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa masyarakat adat merupakan salah satu unsur pembentuk struktur kemasyarakatan dan kebangsaan bagi Indonesia. Menurut dia, eksistensi masyarakat adat diakui dunia, tetapi di Indonesia aturannya bahkan belum disahkan. Dalam hal ini, regulasi memang bukan tujuan akhir, melainkan ini dapat menjadi jalan untuk akses yang lebih luas.
Sementara itu, Muhammad Nur Salam, Fungsional Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel, mengatakan, Pemprov Sulsel mendukung regulasi terkait dengan masyarakat adat.
”Kebijakan Pemrov Sulsel dalam Renstra, di antaranya, adalah pengakuan masyarakat hutan adat dan kearifan lokal, pengetahuan tradisional, dan hak masyarakat adat. Terkait hutan adat, kami juga memahami bahwa keberadaannya bisa menyejahterakan masyarakat adat. Karena itu, memang harus dilindungi,” katanya.
Dia mengatakan, sejauh ini DLHK Sulsel sudah meneken perjanjian kerja sama dengan AMAN terkait identifikasi masyarakat adat, pengembangan sistem data dan informasi masyarakat adat, serta penguatan kapasitas. Selain itu, DLHK juga diberi akses Badan Registrasi Wilayah Adat untuk meng-input data, di mana 24 kabupaten/kota di Sulsel dapat meng-input data yang ada di daerahnya masing-masing.