Peringatan Gelombang Tinggi Tak Hentikan Aktivitas Nelayan di Tanah Laut
Para nelayan kecil di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, masih tetap melaut meskipun ada peringatan gelombang tinggi dari BMKG. Mereka harus bersiasat dengan kondisi alam karena desakan kebutuhan hidup.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
TANAH LAUT, KOMPAS — Para nelayan kecil di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, masih tetap melaut meskipun ada peringatan gelombang tinggi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Para nelayan itu harus bersiasat dengan kondisi alam karena desakan kebutuhan hidup.
Berdasarkan pantauan Kompas di Desa Bawah Layung, Kecamatan Kurau, dan Desa Sungai Rasau, Kecamatan Bumi Makmur, Tanah Laut, Rabu (26/7/2023), aktivitas nelayan tetap berlangsung seperti biasa. Padahal, sehari sebelumnya, seorang nelayan dari Desa Sungai Rasau ditemukan tewas di muara Pantai Bawah Layung, Desa Bawah Layung. Nelayan itu dilaporkan hilang sejak Senin (24/7/2023).
Korban bernama Mahfud (50) itu dinyatakan hilang saat pergi melaut untuk mencari udang. Korban berangkat setelah shalat Subuh pukul 05.30 Wita. Sekitar pukul 08.00 Wita, perahu korban ditemukan nelayan lain dalam posisi terbalik di dekat muara Pantai Bawah Layung. Namun, di sekitar lokasi perahu terbalik, tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan korban.
Korban baru ditemukan oleh tim SAR gabungan pada Selasa (25/7/2023) sekitar pukul 07.00 Wita. Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi meninggal. Lokasi penemuan korban lebih kurang 100 meter dari lokasi penemuan perahunya. Korban lalu dievakuasi menggunakan perahu nelayan, dibawa ke rumah duka, dan dimakamkan pada hari itu juga.
Ardiansyah (43), adik korban, menuturkan, abangnya pergi melaut sendirian saat dilaporkan hilang di laut. Sebelum berangkat, sang abang yang memiliki seorang istri dan tiga anak itu sempat mengeluh sakit gigi. Namun, sakit itu tidak terlalu dihiraukan karena ia harus pergi mencari nafkah.
”Kalau berangkat habis shalat Subuh, biasanya sudah pulang sekitar pukul 11.00 Wita. Di musim angin seperti sekarang ini, kami harus mengejar pulang sebelum tengah hari. Kalau lewat tengah hari, gelombangnya besar,” ujar Ardiansyah, yang juga Ketua RT 006 RW 002 Desa Sungai Rasau.
Ardiansyah menduga abangnya meninggal bukan akibat perahunya terbalik diterpa gelombang, melainkan akibat sakit. Sebab, perahunya ditemukan terbalik saat masih pagi dan laut teduh.
”Perahunya itu sebenarnya sudah tidak layak pakai karena bocor. Ia kemungkinan meninggal di perahu, lalu perahunya kemasukan air dan tenggelam,” katanya.
Menurut Ardiansyah, para nelayan saat ini masih bisa melaut karena cuaca tidak terlalu ekstrem meskipun ada peringatan gelombang tinggi dari BMKG. Melaut dari pagi hingga tengah hari masih dimungkinkan, apalagi kalau hanya menyisir garis pantai. ”Nelayan masih tetap melaut karena dalam bulan ini sedang musim udang rebon,” ujarnya.
Dalam prospek cuaca mingguan wilayah Kalimantan Selatan, 26 Juli sampai 1 Agustus 2023, yang dikeluarkan BMKG Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin, disebutkan bahwa angin umumnya bertiup dari arah timur hingga selatan dengan kecepatan 5-30 kilometer per jam.
BMKG juga menyebutkan ada potensi gelombang tinggi di perairan selatan Kalimantan atau Laut Jawa dan perairan Kotabaru pada 26 Juli hingga 1 Agustus. Kapal nelayan, tongkang, dan feri harus waspada terhadap potensi gelombang tinggi mencapai 2,5 meter hingga 4 meter.
Di musim angin seperti sekarang ini, kami harus mengejar pulang sebelum tengah hari. Kalau lewat tengah hari, gelombangnya besar
Menyisir pantai
Mardi (53), nelayan di Desa Bawah Layung, menyebutkan, saat ini sedang musim angin tenggara. Meskipun ada potensi gelombang tinggi, kondisinya tidak seekstrem saat musim angin barat pada Desember-Januari. ”Kami masih melaut, seperti biasa. Kami mencari udang dengan menyisir garis pantai, tidak berani ke tengah karena perahu kami kecil,” katanya.
Mardi juga biasa pergi melaut pagi, setelah shalat Subuh dan pulang sekitar pukul 11.00 Wita. Sekali melaut, saat tangkapan bagus, ia bisa mendapatkan sekitar 50 kilogram udang rebon basah. Udang itu kemudian dikeringkan dan dijual seharga Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per kilogram. ”Ya, lumayan. Tetapi hasil tangkapan tidak menentu,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Desa Bawah Layung, Masrudin, para nelayan umumnya sudah paham dengan kondisi cuaca di perairan. Meskipun ada peringatan gelombang tinggi dari BMKG, mereka tetap melaut jika kondisinya masih memungkinkan. Jika kondisinya sudah tidak memungkinkan, barulah mereka tidak melaut.
”Nelayan tidak punya pilihan karena itu sudah menjadi mata pencarian mereka. Jadi, mereka harus pandai-pandai bersiasat dengan kondisi alam,” katanya.
Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Banjarmasin mencatat ada 10 kejadian atau operasi SAR di perairan Kalsel pada periode 1 Januari sampai 26 Juli 2023. Dalam 10 operasi SAR itu, tercatat 15 korban selamat, 7 korban meninggal dan 1 korban hilang.
Kepala Basarnas Banjarmasin Al Amrad pun mengimbau agar para nelayan dan pengguna fasilitas pelayaran tetap memperhatikan faktor cuaca. ”Apabila cuaca tidak mendukung agar menghentikan sementara aktivitas di perairan, dan disarankan juga untuk menggunakan alat pelindung diri demi keselamatan di perairan,” katanya.