Kebun Raya Mangrove Surabaya telah resmi beroperasi dan diharapkan pemanfaatannya mengutamakan kepentingan pelestarian keragaman hayati, perlindungan pesisir, dan pemberdayaan masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Kebun Raya Mangrove Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023). Dengan luas 34 hektar, kebun raya mangrove akhirnya diresmikan oleh Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI) Megawati Soekarnoputri yang sekaligus juga adalah Presiden ke-5 Republik Indonesia. Peresmian bertepatan dengan Hari Mangrove Internasional. Kebun Raya Mangrove Surabaya saat ini memiliki 57 jenis mangrove.
SURABAYA, KOMPAS – Kebun Raya Mangrove Surabaya diresmikan bersamaan dengan Hari Mangrove, Rabu (26/7/2023). Kawasan bakau seluas 34 hektar di Pantai Timur Surabaya ini dapat dimanfaatkan untuk pelestarian keragaman hayati, perlindungan lingkungan, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan pariwisata atau hiburan.
Demikian diutarakan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam peresmian Kebun Raya Mangrove Surabaya (KRMS). Peresmian kebun raya yang mencakup area bakau di Wonorejo. Medokan Ayu, dan Gunung Anyar ini ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Ketua Dewan Pengarah BRIN dan Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI) Megawati Soekarnoputri.
”Dengan demikian, kawasan konservasi berstatus kebun raya bertambah satu menjadi 46. Kawasan mangrove ini menjadi yang pertama di Indonesia berstatus kebun raya,” ujar Laksana.
Dengan status kebun raya, kawasan bakau ini dapat menjalankan fungsi konservasi keragaman hayati khas pesisir secara ex situ. Selain itu, dapat dimanfaatkan untuk penelitian obat dan pangan, penelitian bagi pelajar bahkan sivitas kampus, pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan pariwisata.
Laksana melanjutkan, penetapan KRMS telah melalui tahapan panjang sejak diinisiasi oleh Megawati dan Menteri Sosial Tri Rismaharini saat menjabat wali kota pada 2017. Setahun kemudian, keluar penetapan lokasi berlanjut dengan program pembangunan, penataan, dan rehabilitasi.
Juga rumah bagi biota pesisir dan laut untuk pemijahan secara alami. (Megawati Soekarnoputri)
Percepatan program sempat terkendala serangan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 sampai sekitar dua tahun kemudian. ”Kebun raya ini memiliki 57 spesies mangrove, tetapi yang sudah diregistrasi secara resmi baru 17 spesies sehingga masih ada pekerjaan rumah untuk penyelesaian dan pengembangannya,” ujarnya dalam sambutan yang turut dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan tuan rumah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Megawati, Presiden ke-5, dalam sambutannya mengatakan, kawasan mangrove berperan penting untuk menekan dampak mematikan dari tsunami, mengurangi polusi, meneduhkan, dan menambah oksigen. Selain itu, menjadi tempat bagi satwa migrasi yang dapat meneduhkan dan menghibur suasana hati pengunjung.
”Juga rumah bagi biota pesisir dan laut untuk pemijahan secara alami,” katanya yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasilan (BPIP).
Amat signifikan
Megawati melanjutkan, jumlah kebun raya telah menjadi 46. Ini angka yang amat signifikan dibandingkan dengan ketika mengawali YKRI saat menjadi wakil presiden ke-8. Saat itu, kebun raya baru ada lima dan seiring perjalanan waktu bertambah karena kesadaran daerah dalam pelestarian lingkungan sekaligus pemanfaatan untuk aspek ekonomi, sosial, dan budaya.
Eri mengatakan, memuji kiprah Megawati dan Menteri Sosial Trirismaharini, ketika menjabat Wali Kota Surabaya 2010-2020 yang mendorong KRMS. Perjalanan menuju KRMS tidak mudah dan berliku.
Pantai Timur Surabaya atau Pamurbaya dahulu merupakan kawasan hutan pesisir yang membentang dari utara di Mulyorejo sampai selatan di Gunung Anyar. Pamurbaya diperkirakan seluas 2.500 hektar yang 340 hektar di antaranya merupakan mangrove.
Sebagian kawasan mangrove pernah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tambak dan tempat pembuangan sampah. Namun, area yang berada dalam penguasaan atau aset pemerintah kemudian direhabilitasi, ditanami mangrove dan dipelihara, ditata dan dilengkapi dengan sejumlah sarana untuk pemanfaatan bagi masyarakat.
”Sudah menjadi program kami untuk memanfaatkan tanah atau lahan milik pemerintah untuk dikelola atau kerja sama dengan masyarakat demi peningkatan kesejahteraan yang berujung pengentasan warga dari kemiskinan,” kata Eri yang di era kepemimpinan Risma menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.
Di dalam KRMS telah disediakan wahana rekreasi agar menghibur pengunjung. Diharapkan, banyak anak, remaja, pelajar, dan mahasiswa datang untuk wisata dan mendapat pengetahuan. Semoga tumbuh kecintaan terhadap alam dan lingkungan sekaligus tekad untuk melestarikannya bagi generasi-generasi selanjutnya.
”Mereka butuh mengenalnya dan mencintainya (mangrove),” kata Eri.
Secara terpisah, Divisi Legal dan Advokasi Yayasan Ecoton Aziz mengingatkan, potensi serangan terhadap kelestarian KRMS akan terus terjadi. Pegiat pelestari lingkungan termasuk Ecoton berkali-kali membuat aksi memulung sampah di kawasan yang kini menjadi KRMS. Selain itu, meneliti kualitas air dan dampak sampah terhadap biota pesisir.
”Dalam penelitian kami, mikroplastik juga ditemukan misalnya dalam tubuh udang, kepiting, dan kerang hijau,” kata Aziz. Mikroplastik yang terkonsumsi terus-menerus dalam waktu yang lama bisa memicu penyakit serius, misalnya kanker dan penyakit kulit.
Aziz mengingatkan, aspek konservasi untuk pelestarian keragaman hayati dan perlindungan lingkungan bagi pesisir perlu lebih diutamakan daripada pemanfaatan apalagi secara komersial dan mengabaikan keberlanjutan. ”Negara harus berani untuk menghentikan alih fungsi kawasan mangrove karena kebutuhan perumahan elite,” ujarnya.