Hasil studi terbaru menunjukkan, mangrove mampu menjaga karbon hingga 5.000 tahun. Merusak ekosistem mangrove akan membuat kenaikan emisi karbon sulit diatasi dalam waktu dekat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Hutan mangrove atau bakau yang cukup lebat menjadi pembatas alam antara perkampungan suku Bajo di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, dan daratan, Minggu (17/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem mangrove tidak hanya berfungsi sebagai penyerap karbon, tetapi juga penyimpan karbon. Kemampuan mangrove menyimpan karbon ini bisa mencapai 5.000 tahun. Hal ini semakin menegaskan pentingnya menjaga mangrove yang tersisa dan merehabilitasi mangrove yang rusak dalam upaya mengatasi krisis iklim.
Sebuah hasil studi oleh para peneliti dari University of California-Riverside (UCR) dan University of California-San Diego, Amerika Serikat, menunjukkan kemampuan mangrove dalam menjaga karbon dari atmosfer Bumi selama ribuan tahun. Laporan lengkap dari studi ini telah dipublikasikan di jurnal Marine Ecology Progress Series, 25 Agustus 2022.
Kemampuan mangrove dalam menjaga karbon selama ribuan tahun ini diketahui setelah peneliti mengidentifikasi ekosistem mangrove di lepas Pantai La Paz, Meksiko. Identifikasi ini bertujuan mengetahui bagaimana mangrove dapat melakukan siklus biogeokimia atau menyerap dan melepaskan unsur-unsur seperti nitrogen dan karbon.
Merusak ekosistem ini akan membuat kenaikan emisi karbon sulit diatasi dalam waktu dekat.
Selain mengidentifikasi siklus biogeokimia, dalam studi ini para peneliti juga ingin mempelajari berbagai jenis bakteri dan jamur yang berkembang biak di ekosistem tersebut. Hal ini dilakukan karena siklus biogeokimia sebagian besar didorong oleh mikroba.
Sebelum penelitian dilakukan, tim peneliti telah memperkirakan bahwa mereka akan menemukan lapisan gambut di bawah ekosistem mangrove. Namun, mereka tidak memperkirakan bahwa usia karbon di ekosistem mangrove tersebut mencapai 5.000 tahun.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Hutan mangrove yang masuk kawasan Situs Biologi Teluk Pangpang di Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (31/5/2022). Kawasan pesisir Teluk Pangpang merupakan sabuk hijau mangrove yang ditetapkan sebagai salah satu ekosistem penting di Indonesia.
Ahli mikrobiologi UCR yang juga salah satu penulis studi ini, Emma Aronson, mengatakan, hal yang istimewa dari kumpulanhutan mangrove ini bukan karena kemampuannya dalam menyimpan karbon dengan cepat, melainkan karena hutan bakau dan ekosistem mangrove secara keseluruhan telah menyimpan karbon begitu lama.
”Ini adalah penyimpanan karbon yang jauh lebih besar dan lebih lama daripada kebanyakan ekosistem lain di kawasan ini,” ujarnya dikutip dari situs resmi UCR, Senin (19/9/2022).
Gambut di bawah pohon mangrove merupakan kombinasi dari sedimen terendam dan bahan organik yang sebagian membusuk. Di beberapa daerah yang dijadikan sampel untuk penelitian ini, lapisan gambut memanjang kira-kira 10 kaki di bawah garis air pantai.
Di sisi lain, tim peneliti menemukan hanya sedikit oksigen yang berhasil mencapai lapisan gambut terdalam. Kondisi ini menjadi alasan peneliti tidak menemukan jamur yang hidup di dalamnya. Padahal, jamur kerap ditemukan di hampir setiap lingkungan di Bumi.
Dari kajian selama ini telah diketahui terdapat lebih dari 1.100 jenis bakteri yang hidup di bawah mangrove. Bakteri tersebut mengonsumsi dan mengeluarkan berbagai unsur kimia. Banyak dari jenis bakteri yang dapat hidup di lingkungan ekstrem dengan oksigen rendah atau tanpa oksigen. Namun, bakteri ini tidak efisien dalam memecah karbon.
Dalam laporannya, peneliti juga menjelaskan bahwa mikroorganisme akan semakin sedikit ditemukan di tanah gambut dengan kedalaman tertentu. Minimnya mikroorganisme ini membuat karbon sulit dipecah. Kondisi inilah yang juga membuat karbon di ekosistem mangrove dapat terus dijaga hingga ribuan tahun.
Ekosistem lain
Ekosistem mangrove di wilayah lainnya juga diperkirakan memiliki potensi serupa untuk menjaga karbon dalam jangka waktu yang lama. Saat ini, para peneliti tengah mencari lokasi penelitian lain, seperti di Hawai dan Florida di AS serta Semenanjung Yucatan di Meksiko.
Selain mangrove, peneliti juga mencatat terdapat ekosistem lain di Bumi yang memiliki kemampuan menjaga karbon dalam jangka waktu yang lama. Salah satu ekosistem tersebut adalah permafrost Arktik atau Antartika yang diselimuti lautan es. Oleh karena itu, mencairnya es di Antartika diyakini akan turut melepaskan karbon ke atmosfer.
”Tempat-tempat ini melindungi karbon yang telah ada selama ribuan tahun. Merusak ekosistem ini akan membuat kenaikan emisi karbon sulit diatasi dalam waktu dekat,” kata Matthew Costa, ahli ekologi pesisir UC San Diego dan penulis pertama laporan ini.
Berkaca dari hasil studi ini, Costa menegaskan bahwa mangrove berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Ia juga meyakini, salah satu cara mencegah kenaikan suhu Bumi dan mengatasi krisis iklim ialah dengan menjaga ekosistem mangrove.
”Ekosistem mangrove dapat mempertahankan karbon yang telah diserap dari atmosfer, bahkan secara permanen jika kita menjaga dan melestarikannya,” katanya.