Bau Karet Bayangi Nasib Buruh
Para buruh karet di Jambi menghadapi pengurangan jam kerja, pensiun dini, hingga PHK massal. Ditambah lagi uang pesangon tak dibayarkan semestinya oleh perusahaan.
Tak pernah terbayangkan Junaidi (31) bakal alami pemutusan hubungan kerja. Bos di pabrik karet tempatnya bekerja mengklaim rugi. Agar kerugiannya tak berlarut, pihak pabrik memutuskan stop beroperasi.
Penghentian aktivitas pabrik berlaku resmi awal Juli lalu. Namun, sejak tahun sebelumnya telah tersiar kabar serupa. Jam kerja buruh bertahap dikurangi. Junaidi yang semula bekerja 40 jam dalam sepekan mengalami pengurangan jam kerja 50 persen. Alhasil, upah yang diperoleh ikut turun.
Pihak pabrik beralasan suplai bahan baku ke pabrik terus menurun. Akibatnya, operasional tidak bisa maksimal seperti dulu lagi.
Secara bertahap pula pabrik yang terletak di Kota Jambi itu membuat kebijakan pensiun dini pada karyawan di atas usia 50 tahun. Akhirnya, yang ditakutkan Junaidi terjadi. Gelombang pertama PHK dimulai Oktober 2022. Awalnya, sebanyak 20 orang. Lalu berlanjut 51 orang, termasuk dirinya.
Lalu, puncaknya pada Mei 2023, gelombang ketika PHK menyasar 131 buruh. Dari semula 250-an pekerja di pabrik itu, kini tersisa belasan saja. Mereka yang masih bekerja itu untuk mengurus administrasi dan pengamanan pabrik pasca-PHK.
Para buruh kini tak hanya gelisah mencari tempat kerja baru. Mereka bahkan harus berurusan dengan pengadilan. Pasalnya, perusahaan mengelak untuk menepati perjanjian kerja bersama (PKB). ”Perusahaan memanfaatkan undang-undang yang baru untuk menghindari pembayaran uang pesangon yang semestinya,” ujarnya, Selasa (26/7/2023).
Baca juga: Buruh dan Petani Desak Kebijakan Penyelamatan Karet Jambi
Dalam ketentuan PKB perusahaan itu, jika pekerja di-PHK akan menerima uang ”putus” sebesar dua kali ketentuan. Namun, belakangan, perusahaan mengambil acuan baru, yakni UU Cipta Kerja yang saat ini digugat publik ke Mahkamah Konstitusi. Uang pesangon menjadi hanya 0,5 kali ketentuan.
Adapun perusahaan memberi uang pesangon sebesar satu kali ketentuan. Para buruh menilai tindakan tersebut merugikan mereka. Dengan ketentuan sesuai PKB, Junaidi seharusnya menerima pesangon sebesar Rp 70 juta. Namun, dengan UU yang baru itu, uang pesangonnya terpangkas besar-besaran.
Karena tidak terima, para buruh akhirnya menggugat perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial Jambi. Gugatan hukum uang pesangon buruh pabrik karet tidak hanya dialami Junaidi. Sejumlah kasus gugatan serupa bermunculan.
Masta Aritonang, Ketua Pengurus Federasi Hukatan, konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), menyebut sudah dua pabrik karet di Jambi berhenti beroperasi dan menerapkan PHK besar-besaran. Kedua perusahaan itu sama-sama digugat para buruhnya ke pengadilan.
Lalu, ada satu pabrik lainnya yang juga terancam tutup dan tengah menerapkan PHK massal. ”Kasus gugatan buruhnya juga sedang ditangani hukum,” katanya.
Hingga saat ini, Junaidi masih berupaya mencari pekerjaan. Kedua anaknya masih balita. ”Kalau terlalu lama menganggur, tidak aman untuk keuangan keluarga. Saya harus segera dapat pekerjaan,” katanya.
Saya harus segera dapat pekerjaan.
Nasib serupa dialami Juli Hidayat (21), petugas bagian bengkel mesin pabrik karet. Setelah mengalami PHK, ia kini mencoba belajar mengelola sampah organik menjadi pupuk. ”Masih belajar sama teman tetapi siapa tahu bisa hidup dari membuat pupuk,” ujarnya.
Baca juga: Anjloknya Harga Mengancam, Karet Rakyat Kian Ditinggalkan
Adapun Jasman (57) yang telah 21 tahun bekerja di pabrik karet di Kota Jambi memilih lebih dahulu pensiun dini karena melihat situasi di pabrik yang kian lesu. Namun, di luar pabrik, Jasman turut membantu para buruh yang ingin memperjuangkan hak pesangonnya.
Ia bersama Masta dan Surya Pranata, rekan lainnya, bolak-balik menyuarakan hak-hak buruh karet ke Pemerintah Provinsi Jambi. Awalnya, mereka menyurati gubernur untuk menyampaikan kondisi yang terjadi. Karena kurang direspons, bersama para buruh mereka menggelar aksi.
”Satu truk berisi karet basah kami bawa ke depan kantor gubernur, supaya gubernur bisa merasakan baunya karet, persis situasi yang tengah dialami para buruh karet. Gubernur seharusnya peduli,” katanya.
Surya menyebut ada kecenderungan pabrik-pabrik karet yang ingin menghindari tanggung jawab pembayaran pesangon penuh, mengklaim alami kerugian atau pailit. Situasi itu akan semakin merugikan para buruh.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Provinsi Jambi John Kennedy membenarkan masalah kekurangan pasokan bahan baku menjadi sebab utama pabrik-pabrik karet mengurangi produksi. Bahkan, sampai ada pabrik yang akhirnya stop beroperasi.
Kurangnya stok bahan baku itu disebabkan petani karet beralih tanam komoditas lain. Alasannya, harga karet terlalu rendah. ”Kalau petani beralih ke komoditas lain, apa yang mau kami andalkan?” katanya.
Terdata sebanyak dua dari 11 pabrik karet di Jambi tutup sejak akhir tahun lalu. Kalangan industri mengalami kekurangan bahan baku berkepanjangan.
John melanjutkan, sebagian pabrik yang masih bertahan melakukan siasat pengurangan jam produksi. Namun, situasi itu tidak bisa terus berlarut. Harus ada solusi. Jika tidak, akan semakin banyak pabrik yang tutup.
Baca juga: Pemerintah Didesak Atasi Masalah Kekurangan Bahan Baku Karet di Jambi
Dia menambahkan, industri pengolahan karet remah di Jambi merupakan usaha yang tumbuh sejak seabad silam. Sebagian pabrik masih menggunakan mesin tua. Perusahaan pernah dituntut untuk bertransformasi ke sektor hilir. Artinya, getah karet tak semata menghasilkan remah atau lembaran karet, tetapi menjadi bahan setengah jadi atau jadi. Hal itu, katanya, tidak mudah karena melibatkan komponen lain yang kompleks. Apalagi, investasi yang diperlukan sangat besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, nilai ekspor karet dan olahannya asal Jambi naik 10,56 persen, yakni dari 23,9 juta dollar AS menjadi 26,4 juta dollar AS. Namun, dibandingkan dengan nilai ekspor periode Januari hingga Mei 2022 ke 2023, terjadi penurunan drastis.
Susiawati Kristiarini, Koordinator Statistik Distribusi BPS Provinsi Jambi, dalam rilis statistik bulanan di Jambi, mengatakan, nilai ekspor Januari-Mei 2022 mencapai 201,4 juta dollar AS. Namun, pada periode yang sama tahun ini, nilainya hanya mencapai 132,3 juta dollar AS. ”Terjadi penurunan 34,3 persen,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Agusrizal mengaku banyak petani karet beralih komoditas. Hal itu terlihat dari tidak ada peminat program peremajaan karet. Sebagian besar petani beralih tanam sawit.
Namun, lanjutnya, pemerintah daerah berupaya mencari solusi atas masalah PHK besar-besaran di industri karet. Salah satunya dengan menyiapkan pelatihan kerja bagi para buruh tersebut. Saat itu, jumlahnya dan nama-nama buruh yang terkena PHK tengah didata. ”Lalu nanti kami siapkan pelatihan dan peralatan kerja pendukung,” katanya.
Bukan tidak mungkin, para buruh yang kena PHK mulai menjajaki usaha sendiri. Pemda akan berupaya membantu lewat dukungan modal dan peralatan.