Tingkat Ekonomi Masyarakat Adat di Jayapura Masih Rendah
Hasil valuasi ekonomi sumber daya alam lima kampung di Jayapura menyingkap banyak potensi produk yang bermanfaat dan kondisi ekonomi masyarakat.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Tingkat ekonomi masyarakat adat di Jayapura, Papua, masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan pendapatan per kapita tertinggi hanya Rp 17 juta per tahun. Demikian hasil valuasi ekonomi sumber daya alam yang dilakukan Yayasan Strategi Konservasi bersama WWF Indonesia Program Papua dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
Valuasi itu dilakukan di lima kampung (desa) di Kabupaten Jayapura. Dalam kegiatan bertajuk ”Konsultasi Publik Hasil Studi Nilai Ekonomi Total Sumber daya Alam dan Lingkungan Kawasan Ekosistem Kabupaten Jayapura”, Selasa (25/7/2023), hasil valuasi itu diungkap.
Direktur Yayasan Strategi Konservasi Indonesia Mubariq Ahmad mengatakan, hasil kajian valuasi ekonomi sumber daya alam terlaksana di lima kampung, yaitu Sawesuma, Rhepang Muaif, Yoboy, Nendali, dan Soaib. Pelaksanaan kajian dan studi valuasi meliputi produk sumber daya alam dan jasa lingkungan.
Adapun total valuasi ekonomi produk sumber daya alam (SDA) dan jasa lingkungan di Sawesuma mencapai Rp 4,29 miliar per tahun, Rhepang Muaif Rp 6,02 miliar per tahun, Soaib Rp 6,26 miliar per tahun, Nendali Rp 9,87 miliar per tahun, dan Yoboy Rp 9,97 miliar per tahun.
Valuasi ekonomi dalam studi ini hanya dibatasi pada kegiatan dan komoditas yang diyakini menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat adat di lima kampung, seperti ekowisata, sagu, kakao, dan buah matoa.
Mubariq mengatakan, hasil bagi antara valuasi ekonomi SDA dan jumlah penduduk menghasilkan nilai ekonomi per kapita. Setelah dihitung, nilai per kapita di lima kampung berkisar Rp 9,51 juta hingga Rp 17,76 juta per tahun. Nilai itu kecil apabila dibandingkan dengan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Jayapura yang mencapai Rp 88,44 juta per kapita.
”Kecilnya nilai ekonomi per kapita di lima kampung dibandingkan PDRB per kapita mengindikasikan lemahnya integrasi perekonomian tingkat desa di Kabupaten Jayapura dengan sektor ekonomi formal. Bisa diartikan program ekonomi pemerintah belum dirasakan masyarakat di lima kampung ini,” papar Mubariq.
Ia menuturkan, pengambilan data dan kajian valuasi ekonomi dilakukan oleh tim fasilitator dari Universitas Cenderawasih, Yayasan Strategi Konservasi, WWF Indonesia Program Papua dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Papua. Kegiatan ini terlaksana selama tiga bulan terhitung dari Juli 2022.
Temuan lainnya dalam studi ini adalah setiap kampung tak hanya memiliki banyak manfaat SDA dan jasa lingkungan, tetapi juga kaya budaya dan kearifan lokal. Selain itu, kaum perempuan juga memiliki peran besar dalam aktivitas ekonomi di kampung, baik secara perorangan, keluarga maupun kelompok.
”Kami berharap Pemda Jayapura memanfaatkan hasil valuasi ini sebagai rujukan pengetahuan dalam menyiapkan program yang konkret untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Salah satu upaya adalah penyediaan infrastruktur yang memadai seperti jalan,” tuturnya.
Kecilnya nilai ekonomi per kapita di lima kampung dibandingkan PDRB per kapita mengindikasikan lemahnya integrasi perekonomian tingkat desa di Kabupaten Jayapura dengan sektor ekonomi formal.
Sementara itu, Ketua AMAN Papua Benhur Wally mengatakan, hasil kajian ini bisa memberikan pemahaman bagi masyarakat adat tentang potensi ekonomi sumber daya alam. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk memproteksi sumber daya alam yang ada di kampungnya.
”Dengan hasil kajian akan membuka mata masyarakat bahwa mereka memiliki sumber daya alam yang bernilai ekonomis. Kami akan menjadikan kajian ini untuk mengadvokasi masyarakat adat di Kabupaten Jayapura,” ucap Benhur.
Program Manajer Papua Yayasan WWF Indonesia Wika Rumbiak menambahkan, instrumen valuasi ekonomi menjadi opsi dalam mengkaji sumber penghidupan masyarakat hukum adat dan mengkuantifikasikan agar terdokumentasikan secara statistik. Ia berpendapat, aspek kolaborasi antara berbagai pihak yang terkait sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan di kampung.
”Dukungan konkret dalam mewujudkan kemandirian masyarakat hukum adat menjadi tujuan akhir dari valuasi ekonomi. Selain itu, peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dan jasa lingkungan perlu diperhatikan dan diintegrasikan dalam program serta kebijakan,” ujar Wika.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Jayapura Delila Giay mengatakan, hasil kajian ini harus disosialisasikan bagi jajaran pemerintahan kampung di lima daerah tersebut. Tujuannya agar menjadi pembahasan dalam musyawarah rencana pembangunan tingkat kampung.
”Saya telah menginstruksikan jajaran Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Jayapura untuk mengawal hasil kajian ini hingga level pemerintahan kampung. Pemkab Jayapura juga telah membentuk Gugus Tugas Masyarakat Adat untuk mengidentifikasi permasalahan di kampung,” kata Delila.