Bupati Bangkalan Dituntut 12 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut Selama Lima Tahun
Bupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti Rp 9,7 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Bupati Bangkalan periode 2018-2023, Abdul Latif Amin Imron, dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa kasus suap jual beli jabatan dan gratifikasi tersebut juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 9,7 miliar.
Tidak hanya itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terdakwa selama lima tahun. Pidana tambahan diberlakukan sejak menyelesaikan pidana pokok.
”Memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menghukum terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan,” ujar jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zaenal Abidin, Selasa (25/7/2023).
Kepala daerah yang saat ini berstatus nonaktif tersebut dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf a, Pasal 12 Huruf b, dan Pasal 12 Huruf B. Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tuntutan tersebut dibacakan jaksa dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Darwanto. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa, tersebut diikuti terdakwa Abdul Latif secara dalam jaringan atau daring dengan didampingi kuasa hukumnya.
Dalam materi tuntutan setebal lebih dari 700 halaman, jaksa KPK mengatakan, tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terjadi saat terdakwa menjabat sebagai Bupati Bangkalan. Saat itu, Pemkab Bangkalan melakukan seleksi untuk pengisian sejumlah jabatan yang kosong.
Singkat cerita, para pejabat yang terpilih menyetorkan sejumlah uang, antara lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Bangkalan Salman Hidayat menyetorkan Rp 125 juta. Selain itu, Kadis Ketahanan Pangan Bangkalan Achmad Mustaqim menyetorkan Rp 150 juta serta Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto menyetorkan Rp 150 juta.
Selain terlibat korupsi suap jual beli jabatan, Abdul Latif Amin Imron selama menjabat juga menerima gratifikasi dari berbagai pihak. Salah satunya, fee dari proyek pengadaan barang dan jasa serta fee dari proyek pembangunan sejumlah fasilitas pemerintahan. Penerimaan gratifikasi itu tidak pernah dilaporkan kepada KPK.
Zaenal menambahkan, total nilai suap dan gratifikasi yang diterima oleh terdakwa mencapai Rp 9,7 miliar. Uang itu digunakan antara lain untuk membayar survei elektabilitas Abdul Latif Amin Imron. Ada juga yang dipakai untuk membayar utang biaya pemilihan kepala daerah.
Menanggapi tuntutan jaksa KPK, hakim Darwanto memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyusun nota pembelaan atau pledoi. Materi pembelaan itu bisa disampaikan secara pribadi oleh terdakwa atau melalui kuasa hukumnya. Bisa juga materi pembelaan disampaikan oleh kedua pihak.
”Sidang akan dilanjutkan Senin (31/7/2023) dengan agenda mendengarkan pembelaan dari terdakwa,” ucap Darwanto.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Fahrillah, mengatakan, tuntutan jaksa sangat memberatkan kliennya. Menurut dia, tuntutan itu tidak berdasarkan pada fakta persidangan, tetapi tetap mengacu pada materi dakwaan.
Namun, dia tetap menghargai hal itu. Menurut rencana, dia dan kliennya akan mengajukan nota pembelaan disertai dengan bukti-bukti pendukung.
Sementara itu, jaksa KPK Arif Suhermanto yang ditemui secara terpisah mengatakan, mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah akan kembali disidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Terpidana kasus suap yang baru selesai menjalani masa pemidanaannya itu menjadi terdakwa dalam kasus gratifikasi senilai Rp 15 miliar.
”Jaksa telah melimpahkan perkara korupsi gratifikasi dengan terdakwa Saiful Ilah kepada Pengadilan Tipikor Surabaya, pekan lalu. Saat ini kami tengah menunggu penjadwalan masa persidangan yang diperkirakan berlangsung mulai pekan depan,” ujar Arif.
Saiful Ilah menjabat sebagai Bupati Sidoarjo selama dua periode. Saat menjabat itulah, dia diduga menerima gratifikasi dari direksi badan usaha milik daerah (BUMD), pihak swasta, dan aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Sidoarjo.
Dia disangkakan melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini Saiful telah ditahan di Lapas Sidoarjo. Saat menjadi terpidana kasus suap dia ditahan di Lapas Kelas I Surabaya di Kecamatan Porong, Sidoarjo.
Saiful sebelumnya menjadi terpidana kasus suap. Dia dihukum tiga tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya. Setelah mengajukan banding, hukumannya menjadi dua tahun penjara dan saat ini telah selesai menjalani masa pemidanaannya.