Lima Bekas Kepala Dinas di Bangkalan Didakwa Suap Bupati demi Jabatan
Lima bekas kepala dinas di Bangkalan, Jatim, didakwa menyuap kepala daerahnya demi mendapatkan kedudukan. Mereka menyetorkan uang tunai hingga total ratusan juta rupiah guna memenangi lelang jabatan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS — Lima bekas kepala dinas di Bangkalan, Jawa Timur, didakwa menyuap kepala daerahnya demi mendapatkan kedudukan. Mereka menyetorkan uang tunai hingga total ratusan juta rupiah guna memenangi lelang jabatan. Para terdakwa terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Lima terdakwa itu adalah bekas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Bangkalan Hosin Jamili, bekas Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Bangkalan Salman Hidayat, bekas Kepala Dinas Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, bekas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Wildan Yulianto, dan bekas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Bangkalan Agus Eka Leandy.
”Mendakwa terdakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 13 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara,” ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Zaenal Abidin.
Dakwaan dibacakan saat sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (28/2/2023). Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Darwanto. Adapun lima terdakwa menghadiri sidang dalam jaringan karena posisi mereka masih berada di Rumah Tahanan KPK di Jakarta.
Zaenal mengatakan dugaan suap terjadi setelah Abdul Latief Amin Imron dilantik sebagai Bupati Bangkalan periode 2018-2023. Untuk mengisi kekosongan sejumlah jabatan pratama tinggi, dilakukan proses seleksi atau lelang jabatan.
Sebagai kepala daerah, Abdul Latief memiliki kuasa untuk menentukan aparatur yang akan menduduki jabatan strategis tersebut. Dia kemudian meminta commitment fee berupa uang kepada aparatur yang ingin lolos seleksi jabatan. Nilainya tidak sama sesuai jabatan yang diinginkan.
Dalam materi dakwaannya, jaksa menyatakan terdakwa Hosin memberikan uang Rp 50 juta, sedangkan Salman menyerahkan uang Rp 75 juta dan Rp 50 juta. Adapun Mustaqim dan Wildan, masing-masing menyerahkan uang Rp 150 juta, sementara Agus membayar Rp 100 juta.
Uang tersebut diserahkan kepada Bupati Bangkalan melalui ajudannya Erwin Yusuf. Adapun lokasi penyerahan uang tidak sama, ada yang diserahkan di pendopo kabupaten, di parkiran, dan di masjid. Oleh Bupati Abdul Latief Imron uang hasil suap digunakan untuk beragam keperluan termasuk survei elektabilitas.
Oleh Bupati Abdul Latief Imron uang hasil suap digunakan untuk beragam keperluan termasuk survei elektabilitas.
Menanggapi dakwaan jaksa KPK, seluruh terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi yang akan disampaikan pada sidang lanjutan. Selain itu, terdakwa melalui penasihat hukumnya meminta agar penahannya dipindahkan ke Jawa Timur supaya mereka bisa mengikuti persidangan secara langsung atau offline.
Menanggapi hal tersebut, Darwanto mengatakan, majelis hakim akan berunding terlebih dahulu untuk mengkaji materi permohonan yang disampaikan oleh terdakwa. Dia meminta para terdakwa mengajukan permohonan yang sama kepada jaksa KPK.
”Permohonan sudah diterima, selanjutnya akan dikaji, apakah dikabulkan atau tidak,” kata Darwanto.
Senada dengan majelis hakim, jaksa KPK Zaenal Abidin mengatakan akan melaporkan permohonan terdakwa kepada pimpinan. Pihaknya tidak bisa memutuskan pemindahan tahanan terdakwa karena ada mekanisme yang harus dilalui.
Korupsi Tulungagung
Sementara itu, sidang lanjutan perkara korupsi ‘dana ketok palu’ APBD Tulungagung 2015-2018 kembali digelar, Selasa. Kali ini Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan delapan saksi dari kalangan pelaku usaha jasa konstruksi. Mereka menggarap proyek infrastruktur di Tulungagung yang merupakan pokok pikiran atau aspirasi dari para terdakwa sebagai wakil pimpinan dewan.
Para kontraktor mengaku menyetorkan uang sebesar 15 persen dari nilai pagu proyek untuk mendapatkan pekerjaan dari program pembangunan selama tahun anggaran 2014-2018. Uang itu diserahkan kepada anggota dewan dan organisasi perangkat daerah yang menangani.
Dari nilai 15 persen tersebut, sebanyak 10 persen di antaranya harus disetorkan dimuka untuk ‘mengunduh’ pekerjaan. Adapun sisanya yang 5 persen dibayarkan setelah pekerjaan selesai.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Helmy Syarif mengatakan para saksi dihadirkan untuk tiga terdakwa Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019. Mereka adalah Agus Budiarto dari Fraksi Gerindra, Adib Makarim dari Fraksi PKB, dan Imam Kambali dari Fraksi Hanura.
Ketiganya didakwa menerima suap untuk memuluskan pembahasan APBD Tulungagung 2015-2018 sebesar Rp 420 juta dari Syahri Mulyo, Bupati Tulungagung saat itu, melalui mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Tulungangung Hendry Setiawan.Selain itu mereka juga menerima uang atau hadiah dari para kontraktor yang mengerjakan pekerjaan fisik yang berasal dari program pokok pikiran (pokir).
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra itu dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Darwanto dibantu dua hakim ad hoc Viktor Panjaitan dan Alex Cahyono. Dalam sidang terbuka tersebut, ketiga terdakwa mengikuti secara dalam jaringan atau virtual dari tempat mereka ditahan.