Kondisi siswa yang heterogen rentan memicu perundungan di sekolah. Karena itu, Sekolah Dasar Negeri Tenggulunan, Sidoarjo, Jawa Timur, mengerahkan satgas khusus untuk menyuntikkan semangat antiperundungan sejak dini.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
Tim Satuan tugas Antibullying Sekolah Dasar Negeri Tenggulunan, Kecamatan Candi, berdiri di hadapan puluhan siswa kelas satu yang tengah mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah atau MPLS, Selasa (21/7/2023). Sementara anak-anak duduk lesehan di atas terpal yang digelar di halaman sekolah.
Meski suasananya terlihat santai, para siswa baru tersebut memperhatikan dengan serius. Hari itu, tim Satgas Antibullying didaulat memperkenalkan diri. Mereka adalah Adelia Nur Rahma, Farhan Wijaya, Nabila Azkia, Muhammad Reza, Nadia Aira, dan Dzakwan Ahmad. Perkenalan itu dipandu oleh Fidi Handoko, selaku koordinator tim satgas.
Setelah itu, satu per satu anggota tim satgas menyampaikan tugasnya sehari-hari, salah satunya berkeliling lingkungan sekolah setiap jam istirahat. Selain itu, memberikan teguran kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah dan melakukan perundungan terhadap temannya.
”Tidak boleh mengolok-olok teman, tidak boleh mengolok-olok orangtua,” ujar Muhammad Reza.
Menurut Reza, mengolok-olok teman atau orangtuanya merupakan salah satu bentuk perundungan. Sebagai Satgas Antibullying, dia akan memperingatkan siswa yang merundung temannya. Apabila siswa tersebut masih mengulangi perbuatannya, satgas akan mencatat namanya dan melaporkannya kepada guru yang menjadi koordinator tim.
Adelia, anggota satgas lainnya, menambahkan, selain mengolok-olok, pelanggaran yang kerap dijumpai adalah berkata kotor atau tidak sopan. Ada juga siswa yang berperilaku kurang baik, seperti membuang sampah sembarangan.
Fidi Handoko selaku guru pendamping dan koordinator satgas mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar. Sanksi yang diberikan adalah berjanji tidak mengulangi lagi dan meminta maaf kepada yang disakiti. Siswa yang melanggar juga diberikan sanksi berupa membaca istigfar sebanyak 200 kali hingga 500 kali.
”Sanksi yang diberikan tersebut bersifat mendidik sehingga dapat memperkuat karakter anak. Sanksi yang bersifat hukuman fisik karena dapat membahayakan keselamatan siswa,” ucap Fidi.
Sementara itu, Kepala SDN Tenggulunan Anis Mufidah mengatakan, sekolahnya berada di kawasan pinggiran kota Sidoarjo. Karena itu, murid-muridnya sangat heterogen dengan latar belakang keluarga dari berbagai suku dan budaya. Adapun taraf ekonomi masyarakatnya mayoritas menengah ke bawah.
Perbedaan yang tinggi tersebut berpotensi memicu perundungan di kalangan peserta didik. Padahal, dampak perundungan sangat luar biasa terhadap peserta didik. Kasus kekerasan itu bisa memicu depresi, bahkan bunuh diri.
Anis mengaku sudah lama ingin mewujudkan sekolah ramah anak. Keinginan itu semakin menguat saat dirinya bersama dengan salah seorang guru mengikuti pelatihan tentang sekolah responsif gender yang diselenggarakan oleh salah satu universitas swasta di Sidoarjo pada Oktober 2022 lalu.
”Setelah melalui proses diskusi, akhirnya disepakati membentuk Satgas Antibullying SDN Tenggulunan. Kebijakan ini dikuatkan dengan surat keputusan agar bisa dianggarkan,” kata Anis.
Singkat cerita, satgas mulai terbentuk dan efektif melaksanakan tugasnya pada awal Januari 2023. Para anggotanya diseleksi dari siswa kelas 5 dengan pertimbangan mereka sudah bisa diajak berdiskusi, bisa memahami materi dengan baik, serta mulai memiliki rasa tanggung jawab. Juga belum terbebani persiapan belajar untuk ujian kelulusan.
Sanksi yang diberikan tersebut bersifat mendidik sehingga dapat memperkuat karakter anak.
Satgas bertugas pada jam istirahat karena pada waktu tersebut rawan terjadi perundungan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Anggota satgas ini akan berkeliling mengawasi interaksi anak-anak. Agar mudah dikenali, mereka mengenakan rompi khusus serta membawa buku dan pensil untuk mencatat.
”Awalnya pencatatan yang dilakukan oleh satgas ini banyak. Seiring waktu, jumlahnya terus berkurang. Itu menandakan semakin kesini semakin sedikit pelanggarannya,” ujar Anis.
Dia tidak menampik adanya tantangan dalam pelaksanaan di lapangan. Contohnya, anak-anak dari kelas yang lebih besar kerap tidak mengindahkan teguran dari satgas. Apalagi, di sekolah itu juga ada anak-anak yang seharusnya sudah bersekolah di jenjang yang lebih tinggi, tetapi masih duduk di bangku sekolah dasar.
Anis bersyukur, lambat laun kesadaran anak-anak untuk menjauhi tindakan perundungan mulai tumbuh. Hal itu tidak lepas dari peran pendidik yang terus-menerus memberikan edukasi dan turut mengawasi anak-anak secara langsung. Pihak sekolah juga berkomunikasi dengan wali murid agar program sekolah ramah anak ini lebih efektif.
Secara terpisah, Wakil Bupati Sidoarjo Subandi menekankan pentingnya mencegah perundungan sejak dini. Karena itu, dia meminta agar pada masa pengenalan lingkungan sekolah materi tentang toleransi dan antiperundungan mulai diberikan kepada siswa baru.
”Bullying ini dampaknya luar biasa sekali. Bukan hanya dampak secara fisik, tetapi juga secara psikis terhadap siswa. Selain itu, reputasi lembaga pendidikan juga akan terkena imbasnya. Karena itulah harus diantisipasi sejak dini,” ujar Subandi.
Dia menambahkan upaya mencegah perundungan sejak dini juga sejalan dengan program pemerintah daerah yang ingin memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap anak-anak. Sidoarjo mendapat predikat Kabupaten Layak Anak kategori Nindya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2023.
Bicara soal perundungan, hingga kini masih menjadi salah satu dari tiga dosa besar yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, selain intoleransi dan kekerasan seksual. Ketiga hal itu masih menjadi permasalahan yang kerap terjadi di sekolah sehingga lingkungan belajar sekolah yang aman dan nyaman belum sepenuhnya dapat dihadirkan bagi siswa.
Butuh langkah nyata dan berkesinambungan dari berbagai kalangan untuk mengikis perundungan dari dunia pendidikan agar anak-anak bangsa bisa merenda kehidupannya sebagai generasi emas di masa depan.