Hilang di Perairan Perbatasan, Dua Nelayan Bintan Diselamatkan Kapal Pukat Malaysia
Dua nelayan asal Bintan, Kepulauan Riau, diselamatkan kapal pukat berbendera Malaysia. Sebelumnya, dua nelayan itu hanyut sampai ke perairan Malaysia karena perahu mereka mengalami kerusakan mesin.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dua nelayan asal Bintan, Kepulauan Riau, yang hilang sejak Minggu (16/7/2023) diselamatkan kapal pukat berbendera Malaysia. Penyerahan kepada aparat Indonesia dilakukan di perairan perbatasan pada Rabu kemarin.
Kepala Satuan Polisi Air Kepolisian Resor Bintan Inspektur Satu Sarianto, Kamis (20/7/2023), mengatakan, dua nelayan yang hilang itu adalah Holidi (39) dan Bakri (22). Perahu kayu mereka mengalami kerusakan mesin sehingga hanyut sampai ke perairan Malaysia.
”Mereka ditolong oleh kapal pukat berbendera Malaysia pada Selasa (18/7/2023). Lewat alat komunikasi yang ada di kapal pukat itu, mereka mengabarkan keberadaannya kepada keluarga di Bintan,” kata Sarianto saat dihubungi.
Satpolair Polres Bintan kemudian berkoordinasi dengan penjaga pantai Malaysia, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Penjemputan disepakati dilakukan di perairan Batu Putih pada 19 Juli 2023 pukul 08.00.
”Perahu nelayan yang rusak mesin itu ditarik kapal pukat berbendera Malaysia sampai ke Batu Putih. Dari sana, kami membawa dua nelayan itu pulang ke Bintan,” ujar Sarianto.
Menurut dia, penjemputan tersebut dapat berlangsung lancar berkat kerja sama aparat lintas instansi di Bintan. Selain Satpolair Polres Bintan, operasi penjemputan juga melibatkan personel dari TNI Angkatan Laut serta Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP).
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan Syukur Hariyanto mengatakan, peristiwa nelayan Bintan hanyut sampai ke Malaysia sering terjadi. Ada belasan nelayan di Bintan yang pernah mengalami hal serupa.
”Hanya berlayar 2 mil laut (3,7 kilometer) saja ke utara Pulau Bintan, sinyal telepon sudah roaming ke Malaysia. Ini yang menyulitkan nelayan berkomunikasi bila mengalami masalah saat melaut,” kata Syukur.
Di Bintan terdapat sekitar 15.000 keluarga nelayan. Menurut dia, nelayan lokal amat membutuhkan alat komunikasi yang memadai. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan pelatihan navigasi kepada nelayan di perbatasan.
Selain hanyut saat mengalami kerusakan mesin, banyak nelayan asal Bintan ditangkap aparat Malaysia karena dituduh melanggar perbatasan. Syukur menyebutkan, delapan nelayan masih ditahan di Malaysia karena hal tersebut.
Salah satu wilayah yang masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia adalah sebuah gugusan karang yang terletak sekitar 7 kilometer di utara Pulau Bintan. Gugusan karang itu dikenal sebagai Karang Singa atau Carter Rif.
Sebelumnya, Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengatakan, pemerintah pusat akan membangun mercusuar di Karang Singa. Namun, pembangunan yang awalnya direncanakan bakal dimulai pada 2022 itu sampai sekarang belum terealisasi.