Ragam Tantangan Pengembangan Usaha Kreatif di Sidoarjo
Sidoarjo yang dulu dikenal sebagai salah satu basis ekonomi agraris dengan produk unggulan berupa udang dan ikan bandeng kini menjelma sebagai sentra industri kreatif. Namun, masih banyak tantangan yang perlu perhatian.
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang dulu dikenal sebagai salah satu basis ekonomi agraris dengan produk unggulan berupa udang dan ikan bandeng kini menjelma sebagai sentra industri kreatif. Namun, masih banyak tantangan yang perlu mendapat perhatian dari para pemangku kebijakan.
Puluhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ekonomi kreatif mengikuti pelatihan atau workshop Peningkatan Inovasi dan Kewirausahaan Kabupaten/Kota Kreatif (Kata Kreatif) Indonesia di Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (14/7/2023). Mereka juga berkesempatan berdiskusi dengan para pemangku kebijakan mulai dari pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Ekonomi kreatif di Sidoarjo melaju pesat, bahkan di masa pandemi Covid-19. Kreativitas warga ”Kota Delta” ini mampu menghasilkan aneka produk kerajinan tangan atau kriya, seperti tas kulit, tas kulit ukir, batik tulis, sepatu kulit, dan batik lukis. Usaha di bidang fashion, seperti bordir dan aksesori berbahan batu permata, juga berkembang.
Selain itu, ada aneka kuliner, seperti sambal bandeng asap, sambal klothok, dan teh daun kelor. Produk alat musik patrol dan gamelan juga memperkaya pengembangan ekonomi kreatif di kota penyangga Surabaya ini.
Baca juga : Tidak Hanya Bertahan, Ssebagian Pelaku UMKM di Jatim Kian Kreatif Saat Pandemi
Setidaknya terdapat tiga subsektor ekonomi kreatif dengan kontribusi lebih dari 70 persen, yakni fashion, kriya, dan kuliner. Hal itulah yang mendorong ekonomi kreatif di Sidoarjo mampu menjadi penghela atau penarik sektor ekonomi lain. Kontribusinya semakin terasa signifikan saat pandemi Covid-19 memicu resesi pada sektor industri manufaktur daerah yang berada di delta Sungai Brantas tersebut.
Namun, upaya mendongkrak kinerja para pelaku usaha ekonomi kreatif bukanlah pekerjaan mudah meski pandemi Covid-19 telah melandai. Sejumlah tantangan masih menghadang pelaku usaha sehingga butuh campur tangan dari banyak pihak, terutama pemangku kebijakan di pusat ataupun daerah.
Perajin tas kulit ukir asal Tanggulangin, Makhbub Junaedi, mengatakan, salah satu tantangan saat ini adalah masih terbatasnya alat produksi dan bahan baku penolong tas kulit ukir. Dia mencontohkan, untuk mendapatkan alat ukir kulit hewan, pihaknya harus mendatangkannya dari Jepang sehingga harganya mahal.
”Aksesori tas kulit juga belum banyak diproduksi oleh perajin lokal sehingga harus didatangkan dari luar negeri, terutama China. Aksesori produksi lokal sangat terbatas, produknya kurang variatif dan kualitasnya tidak sebagus produk impor,” ujar Junaedi.
Mahalnya alat pahat atau ukir tersebut berdampak pada biaya produksi yang menjadi lebih tinggi. Adapun keterbatasan bahan baku penolong menghambat kreativitas pelaku usaha sehingga produk yang dihasilkan kurang bervariasi. Hal-hal tersebut memengaruhi daya saing produk lokal baik di pasar domestik maupun pasar ekspor.
Baca juga : Memajukan UMKM dan Ekonomi Kreatif melalui Transformasi Digital
Padahal, produk kerajinan tas kulit ukir asal Tanggulangin telah dikenal di mancanegara. Bahkan produk itu memiliki pangsa pasar yang bagus di Belanda, terutama dalam ajang Pameran Indonesia Tong Tong Fair yang digelar di Den Haag setiap tahun.
Sementara itu, produsen sambal bandeng asap Sidoarjo, Huzaimah, mengatakan, produk kuliner saat ini banyak diminati masyarakat. Karena itu, pelaku usaha pun berupaya menghasilkan produk berkualitas tinggi. Salah satunya, bermitra dengan produsen olahan bandeng asap Sidoarjo yang telah menggeluti usahanya selama puluhan tahun.
Huzaimah juga telah mengikuti pelatihan pengemasan produk dan pemasaran sehingga sambal bandeng asap produksinya menjadi salah satu produk premium yang layak ekspor. Namun, hingga saat ini, produk sambal bandeng asap belum menjadi ikon kuliner Jawa Timur sehingga branding atau pemasarannya belum optimal.
Pada saat bersamaan, banyak pelaku UMKM kesulitan masuk pasar modern. Suprianto, pengusaha sambal klothok khas Indonesia, mengatakan, selain persyaratan produk yang sangat ketat, pasar modern juga menetapkan harga rendah sehingga kurang kompetitif bagi pelaku UMKM. Apalagi, sistem pembayarannya lama sehingga pelaku usaha kesulitan memutar kembali modal usahanya.
”Kami tidak bisa untung jika berjualan di ritel modern. Bagaimana regulasi yang sebenarnya agar produk UMKM bisa masuk pasar modern dengan harga yang layak,” ujar Suprianto.
Menjawab beragam tantangan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Hudiono mengatakan, pihaknya telah memberikan pendampingan secara terus-menerus kepada pengusaha untuk mengembangkan kreativitas mereka. Pendampingan itu diberikan mulai dari pemetikan bahan baku, pengolahan, pengemasan, hingga pemasaran (petik, olah, kemas, jual).
”Ciptakan produk kreatif yang berkualitas dan sesuai dengan pangsa pasar,” ucap Hudiyono.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberikan pendampingan di bidang pemasaran digital agar pelaku usaha bisa memperluas jangkauan pasarnya di dalam ataupun luar negeri. Selain itu, ada program misi dagang Jawa Timur ke luar provinsi, bahkan luar negeri, untuk membantu memasarkan produk unggulan, termasuk produk UMKM.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sidoarjo Widiantoro Basuki mengakui, ekonomi kreatif banyak membuka lapangan pekerjaan baru sehingga membantu menyerap pengangguran di daerah. Karena itulah, pihaknya memberikan dukungan, salah satunya melalui penguatan permodalan. Ada program kredit usaha rakyat yang disalurkan melalui BPR Delta Artha, salah satu badan usaha milik daerah (BUMD).
”Pinjaman modal usaha tersebut memiliki suku bunga ringan karena disubsidi oleh pemda. Selain itu, untuk usaha mikro kecil tidak memerlukan agunan atau jaminan,” kata Widiantoro.
Dia menambahkan, selain ekonomi kreatif, di Sidoarjo juga berkembang desa wisata yang terdaftar di jaringan desa wisata Kemenparekraf, yakni Kampung Lali Gadget (KLG), Desa Wisata Bahari Tlocor, dan Desa Wisata Kuliner UMKM dan Kolam Pancing. Ada juga Desa Wisata Petik Jambu di Kebaron dan Kampung Among Budoyo serta desa sentra produksi alat seni musik patrol dan gamelan.
Adapun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno pada acara Kata Kreatif Indonesia di Sidoarjo mendorong pelaku UMKM melakukan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.
”Dulu kita fokusnya kompetisi dan kompetisi, dampaknya terjadi persaingan harga produk yang tidak sehat sehingga merugikan pelaku usaha. Sekarang saatnya bergandengan tangan, jangan saling turunkan harga karena kualitas produk akan turun. Dengan kolaborasi, kita bisa naikkan harga produk sehingga keuntungan bisa diraih,” ujar Sandiaga.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini juga meminta pelaku UMKM di Sidoarjo selalu mengikuti perkembangan zaman dan mengembangkan sistem pemasaran digital agar produk yang dihasilkan tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu.
”Percuma produk bagus, tapi tidak tepat waktu, akan ketinggalan zaman. Inilah yang kita dorong lewat beberapa program, seperti AKI (Apresiasi Kreasi Indonesia), ada Kata Kreatif untuk penguatan ekosistem ekonomi kreatif. Saya yakin kita akan ciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru,” ucap Sandiaga.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga memotivasi pelaku ekonomi kreatif agar tidak mudah putus asa. Dia pun menceritakan pengalaman pribadinya sebagai salah seorang pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
”Saya seorang profesional yang (sekitar) 25 tahun lalu terkena PHK (sehingga) kehilangan pekerjaan, penghasilan, tidak memiliki pendapatan. Tetapi, akhirnya saya memulai usaha meski awalnya hanya punya tiga karyawan. Berkat kerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas, akhirnya usaha saya sekarang membuka (kesempatan kerja bagi) 30.000 karyawan di seluruh Indonesia,” tutur Sandiaga.
Menurut dia, strategi meraih sukses adalah harus gerak cepat, tidak berlama-lama atau menunda-nunda pekerjaan. Selain itu, bergerak bersama atau berkolaborasi, tidak bisa sendiri-sendiri. Strategi lain adalah ”gaspol”, yakni garap semua potensi online untuk menciptakan peluang usaha bersama.
Dulu kita fokusnya kompetisi dan kompetisi, dampaknya terjadi persaingan harga produk yang tidak sehat sehingga merugikan pelaku usaha. Sekarang saatnya bergandengan tangan.
Pada akhirnya, dia mengajak semua pelaku usaha, terutama yang bergerak di sektor ekonomi kreatif, untuk bersama-sama membangkitkan perekonomian Indonesia. Membuka peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja baru dengan cara meraih setiap kesempatan yang datang. Kesempatan itu biasanya hanya datang satu kali sehingga sayang apabila dilewatkan begitu saja.
Baca juga : Perajin Tas Koper Kulit Tanggulangin Masih Tertatih Garap Pasar Daring