Polisi Dalami Kasus Pencabulan oleh Pemimpin Ponpes di Polman
Aparat Polres Polewali Mandar terus mendalami kasus dugaan pencabulan santri di Pondok Pesantren Surga Religi, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kepolisian Resor Polewali Mandar terus mendalami kasus dugaan pencabulan santri di Pondok Pesantren Surga Religi, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemimpin ponpes itu, Zulfikar Syam (37), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sejauh ini penyidik terkendala untuk meminta keterangan dari sejumlah saksi karena melibatkan anak di bawah umur.
Hal itu diungkapkan Kepala Polres Polewali Mandar (Polman) Ajun Komisaris Besar Agung Budi Leksono saat dihubungi dari Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (17/7/2023) malam. Menurut dia, sejauh ini hanya ada satu korban yang melapor. Walau demikian, alat bukti yang diperlukan sudah cukup untuk menyidik kasus ini.
”Pimpinan ponpes sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kami tahan. Memang, untuk saksi-saksi, urusannya jadi tidak mudah karena ini menyangkut anak di bawah umur dan bagi keluarga ini adalah aib. Tapi, alat bukti kami sudah cukup untuk melanjutkan kasus ini,” katanya.
Kepada polisi, tersangka pencabulan itu mengakui perbuatannya. Dia juga menyebut, sepanjang ingatannya telah melakukan pencabulan terhadap tujuh santri, yang umumnya berjenis kelamin laki-laki.
”Indikasinya, jumlah korban bisa lebih dari itu karena yang dia sebut tujuh adalah yang dia ingat saja. Kami agak terkendala mendalami kasus ini, apalagi harus mencari dan meminta keterangan para korban karena umumnya bungkam. Selain alasan aib, juga karena khawatir dengan mungkin keluarga atau pengikut ustaz ini,” kata Agung.
Kasus dugaan pencabulan ini terungkap saat S (16), salah seorang korban, kabur dari pesantren tersebut pada Minggu (25/6/2023). Kepada orangtuanya, dia menceritakan kekerasan seksual yang dialami di pesantren pada Sabtu (24/6/2023) malam, Kekerasan seksual itu dilakukan oleh Zulfikar.
Korban kini didampingi Yayasan Peka (Peduli Kemanusiaan). Dwi Bintang Fajar, pemerhati anak dari Yayasan Peka, mengatakan, saat mendengar laporan anaknya, orangtua korban sempat mendiamkan kasus ini.
”Namun, dengan berbagai pertimbangan, mereka akhirnya meminta kami mendampingi dan melapor ke polres. Jadi, memang sejauh ini hanya ada satu korban yang mau berbicara dan melapor,” kata Dwi.
Yayasan Peka kemudian mendampingi korban dan orangtuanya melapor ke Polres Polman pada Rabu (5/7/2023). Seusai laporan dibuat, polisi bergerak dan menangkap Zulfikar.
Dari pemeriksaan awal yang dilakukan penyidik Polres Polman, tersangka mengakui perbuatannya. Beberapa alat bukti juga telah diamankan polisi. Seusai pemeriksaan dan pengakuan tersangka, polisi menetapkan pemimpin pesantren ini sebagai tersangka.
Untuk kasusnya, kami juga sudah mendapatkan pendamping hukum.
”Berkasnya masih terus dilengkapi dan segera kami limpahkan ke kejaksaan. Kami bekerja sama dengan pihak Kanwil Kementerian Agama Polman,” kata Agung.
Saat ini, Yayasan Peka terus mendampingi korban, terutama untuk pemulihan dari trauma yang dialami. Dwi menyebutkan, pihaknya sudah mendaftarkan korban ke sekolah umum karena korban tak mau lagi ke pesantren.
”Namun, kami meminta kepada pihak sekolah agar anak ini bisa diizinkan tak masuk dulu hingga dua bulan ke depan sembari kami membantu memulihkan dari traumanya dan melihat perkembangannya. Untuk kasusnya, kami juga sudah mendapatkan pendamping hukum,” kata Dwi.
Untuk kasus ini, polisi akan menjerat tersangka dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.