Empat Polisi Jadi Tersangka dalam Kasus Tewasnya Tahanan di Banyumas
Empat polisi menjadi tersangka kekerasan terhadap tahanan di Polresta Banyumas, Jateng. Polisi menyebut, tahanan itu tewas akibat dikeroyok rekan satu selnya.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Empat polisi ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tewasnya Oki Kristodiawan (27), tahanan di Kepolisian Resor Kota Banyumas, Jawa Tengah, awal Mei 2023. Para tersangka yang kini ditahan itu diduga melakukan kekerasan bersama-sama dalam proses penangkapan Oki.
Oki adalah tahanan kasus pencurian kendaraan bermotor di Polresta Banyumas. Oki ditangkap pada Rabu (17/5/2023) dan meninggal pada Jumat (2/6/2023). Awalnya, Oki disebut tewas akibat dikeroyok 10 tahanan lainnya.
Sebanyak 10 tahanan, yaitu DI (23), GW (25), AD (33), SL (23), YT (38), DA (28), LW (24), ZA (19), YA (20), dan IW (27), bahkan ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan bersama-sama.
Namun, sejumlah pihak, termasuk keluarga Oki, mencurigai keterlibatan polisi dalam kasus kematian itu. Mereka mendorong supaya kasus tersebut diusut tuntas.
Kepala Kepolisian Daerah Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam konferensi pers di Semarang, Senin (17/7/2023), mengatakan, pihaknya langsung membentuk tim gabungan terkait kasus ini. Isinya, anggota Direktorat Kriminal Umum dan Bidang Divisi Profesi dan Pengamanan di Polda Jateng. Hasilnya, ada 11 polisi tersangkut kasus tersebut.
Dari 11 orang, 4 melanggar hukum disiplin karena lalai mengawasi tahanan. Sementara 7 polisi disebut melanggar kode etik. Dari 7 polisi pelanggar kode etik, 4 di antaranya melanggar hukum pidana.
”Jadi sudah ada bukti permulaan yang cukup. (Empat) Anggota telah melakukan pidana dan hari ini juga sudah ditahan,” kata Luthfi, Senin pagi. Menurut dia, 4 polisi berpangkat bintara itu melanggar Pasal 170 KUHP.
”Saat proses penangkapan, ada 4 anggota melakukan tindak pidana. Entah itu memukul dan lain-lain, wujud perkaranya akan kami dalami dalam suatu berkas perkara pada saat sidang,” ujarnya.
Proses hukum pidana terhadap polisi yang melakukan pelanggaran itu akan terus dilakukan seiring proses hukum di internal kepolisian. Kemungkinan pelanggaran pidana lainnya juga akan didalami.
Luthfi menambahkan, pihaknya sudah memperingatkan para anggota Polda Jateng untuk menegakkan hukum sesuai ketentuan. Sebagai penegak hukum, polisi, disebut Luthfi, tidak seharusnya melanggar hukum. Pihaknya berkomitmen akan mengusut kasus tersebut dengan transparan.
”(Kasus ini) Untuk menjadi pelajaran sehingga institusi kami menjadi sehat dalam rangka memberikan rasa keadilan kepada masyarakat,” imbuhnya.
Hak asasi manusia
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Komplonas), Poengky Indarti, prihatin dengan kasus meninggalnya tahanan di Polresta Banyumas. Untuk mencegah peristiwa serupa berulang, Poengky berharap, seluruh anggota Polri dibekali pengetahuan tentang hak asasi manusia, khususnya hak-hak tersangka.
”Polri sudah mempunyai Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Polri. Tidak boleh melakukan kekerasan berlebihan terhadap tersangka dan hak-haknya harus tetap dihormati,” ujar Poengky.
Menurut Poengky, para penyidik dan penyelidik harus dipantau dengan kamera pemantau (CCTV) saat melakukan tugasnya. Pemasangan body worn camera atau kamera pada tubuh juga diharapkan bisa dilakukan mencegah terjadinya kekerasan terhadap tersangka. Hal itu akan memudahkan pengungkapan jika terjadi kekerasan.
Selain itu, Poengky mengapresiasi proses hukum terhadap 10 tahanan yang disebut mengeroyok Oki hingga tewas. Kendati demikian, Kompolnas meminta agar ada pendalaman terkait kemungkinan keterlibatan anggota polisi dalam proses pengeroyokan tersebut.
”Perlu ditelusuri apakah murni keinginan sesama tahanan untuk memelonco tahanan yang baru masuk atau ada peranan oknum anggota. Jika benar, harus diusut tuntas siapa. Ruang tahanan seharusnya aman karena dengan penyidik memutuskan menahan seorang tersangka, maka kepolisian harus dapat menjamin keamanan dan keselamatan orang yang ditahannya,” imbuh Poengky.
Poengky menyarankan agar ada pengawasan di sel tahanan selama 24 jam melalui CCTV. Selain itu, pengawasan langsung setiap sejam sekali melalui patroli juga diharapkan bisa dilakukan. Jika mengetahui adanya tanda-tanda tahanan menjadi sasaran perundungan, polisi bisa langsung memisahkan tahanan tersebut dengan tahanan lain untuk menghindari terjadinya kekerasan.
Terkait 10 tahanan yang mengeroyok, Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy menyebut, pihaknya telah melimpahkan berkas pekara tersebut ke kejaksaan.
”Kami masih menunggu keputusan pihak kejaksaan terkait status berkas perkara tersebut. Harapannya bisa segera P-21 atau lengkap,” tutur Iqbal.