Kalimantan Tengah kaya akan rotan. Namun, potensi itu belum tergali dengan baik, salah satunya hanya karena persoalan kebijakan. Hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan kembali gairah rotan Kalimantan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki memberikan sambutan saat membuka kegiatan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Bangga Berwisata di Indonesia yang diadakan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (14/7/2023)
PALANGKARAYA, KOMPAS — Potensi rotan di Kalimantan Tengah mulai dilirik lagi sebagai wilayah pengekspor. Dari potensi 10.000 ton per bulan, hanya 1.000 ton yang diserap pasar mebel di Jawa. Kebijakan larangan ekspor masih jadi masalah.
Hal itu disampaikan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki di sela-sela pembukaan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Bangga Berwisata di Indonesia yang diadakan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (14/7/2023). Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Hadir pula dalam kegiatan itu Gubernur BI Perry Warjiyo.
Teten mengungkapkan, potensi rotan di Kalimantan Tengah mencapai 10.000 ton per bulan, tetapi yang terserap tak lebih dari 1.000 ton. Banyak hal yang memengaruhi serapan rendah tersebut, salah satunya kebijakan larangan ekspor.
”Saya semalam juga diskusikan hal itu dengan Wagub Kalteng. Beliau harus bertemu Presiden dan bicara soal kebijakan itu. (Keran ekspor) Ini harus dibuka kembali, mungkin bukan bahan mentah, tetapi setengah jadi,” ujar Teten.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Umbut rotan atau rotan muda adalah salah satu jenis pangan lokal yang ada di Pulau Kalimantan. Warga Bukit Sua, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengidentifikasi pangan lokal khas Dayak, Kamis (17/2/2022).
Menurut Teten, rotan di Kalimantan Tengah selama ini diserap oleh industri furnitur dari Cirebon, Jawa Barat serta pengusaha di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan serapan yang tak mencapai 20 persen dari potensi sebenarnya. Diperlukan terobosan baik dari sisi kebijakan maupun dari kelompok-kelompok masyarakat di Kalteng.
”Perlu terobosan agar masyarakat tetap memelihara rotannya dan tidak merambah hutan, jadi (dari potensi rotan) juga soal bagian yang lebih luas,” ungkap Teten.
Dalam catatan Kompas, Kabupaten Katingan menjadi salah satu wilayah dengan potensi paling besar di Kalteng. Di Kabupaten Katingan, sebaran rotan mencapai 30.126 hektar dengan hasil 241.008 ton rotan mentah basah sekali panen.
Hanya ada satu kelompok tani rotan yang sudah terverifikasi Forest Stewardship Council (FSC), organisasi multipemangku kepentingan dunia, yakni Perhimpunan Petani Rotan Katingan (P2RK). Kelompok itu hanya memiliki wilayah kelola seluas 690 hektar dengan potensi 10-20 ton per hektar.
”Dulu yang beli mentah lebih banyak, pesanan banyak. Saya masih ingat kami bikin rumah ini, ya, dari jualan rotan. Sekarang sudah hampir gak ada yang pesan, harganya juga segitu-segitu aja,” ungkap Yakobus (48), warga Hampangen, Kabupaten Katingan.
Perlu terobosan agar masyarakat tetap memelihara rotannya dan tidak merambah hutan, jadi (dari potensi rotan) juga soal bagian yang lebih luas.
Yakobus sudah hampir 15 tahun menjadi petani rotan, mulai dari membudidayakan rotan sampai sekarang jadi pengepul rotan. Menurut dia, sudah hampir 12 tahun harga rotan tak kunjung membaik. Saat ini harga rotan mentah kering hanya Rp 1.300 sampai Rp 1.500 per kilogram. Harga normal, lanjut Yakobus, seharusnya Rp 2.500-Rp 3.000 per kilogram.
Teten Masduki juga menyampaikan soal arahan Presiden Joko Widodo untuk mendorong program hilirisasi berbasis produk unggulan lokal daerah. Dia menyebut, hilirisasi merupakan upaya pemerintah yang sedang dijalani untuk menuju Indonesia sebagai negara maju.
”Kita perlu menyiapkan lapangan kerja yang berkualitas sehingga pendapatan per kapita meningkat. Targetnya 2045 pendapatan per kapita bisa mencapai 12.000 dollar AS per tahun,” ujarnya.
Rotan, lanjut Teten, adalah salah satu komoditas yang hilirisasinya perlu terus didorong. Rotan perlu dikembangkan menjadi berbagai barang setengah jadi ataupun barang jadi. ”Tas mahal dunia sudah ada yang berbahan rotan meski dicampur dengan bahan lainnya, ini potensi yang perlu dilihat,” katanya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Beberapa produk Handep yang dipamerkan lewat sustainable trunk show di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (5/9/2020). Model-model cantik memperagakan beragam produk anyaman rotan nan modern.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, terdapat tiga kunci untuk meningkatkan ekonomi saat ini, yakni inovasi, digitalisasi, dan sinergitas. Sinergitas perlu terus dijalin antara pemerintah pusat dan daerah, begitu juga pelaku usaha mulai dari UMKM hingga pelaku usaha besar.
”Perlu ada semangat sinergi di antara semua pihak, salah satunya dengan bangga membeli dan memiliki produk buatan Indonesia, juga berwisata di Indonesia,” kata Perry.