Spirit Keberlanjutan Kriya Rotan Kalteng
Spirit keberlanjutan kriya rotan Kalimantan Tengah dipertahankan dengan terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman dan permintaan pasar global.
Sentuhan tangan perajin membuat rotan yang cukup melimpah di hutan Kalimantan Tengah berubah menjadi kriya bernilai jual tinggi. Spirit keberlanjutan kriya rotan dipertahankan dengan terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman dan permintaan pasar global.
Jemari tangan para ibu di Desa Pulau Telo Baru, Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, terus bergerak untuk menyatukan helai demi helai rotan, Senin (15/5/2023). Berhelai-helai rotan itu mulai terlihat menyatu menjadi sebuah anyaman.
”Kami lagi membuat tikar. Kalau orang daerah sini menyebutnya amak,” ujar Bulkis (58), warga setempat, yang sudah puluhan tahun menjadi penganyam tikar rotan di sela-sela kegiatannya bertani di sawah.
Bulkis bersama beberapa ibu lainnya duduk melantai untuk menyelesaikan anyaman tikar rotan berukuran 2 meter x 3 meter di rumah produksi Usaha Dagang (UD) Nabil Reihan Rotan. Satu lembar tikar dikerjakan 2-4 orang.
”Kalau dua orang yang menganyam, satu tikar bisa selesai dalam dua minggu. Namun, kalau empat orang, satu tikar bisa selesai dalam seminggu,” kata ibu dari tujuh anak dan nenek dari 11 cucu itu.
Baca juga: Jalan Panjang Pangan Dayak
Para ibu penganyam tikar rotan mendapat upah Rp 350.000 per lembar. Upah tersebut dibagi dua jika selembar tikar dikerjakan dua orang. ”Kalau berdua, kami bisa menganyam dua lembar tikar dalam sebulan. Jadi, setiap bulan pasti dapat Rp 350.000,” kata Suryani (55), warga setempat, yang juga sudah puluhan tahun menjadi penganyam rotan.
Menurut Suryani, menganyam rotan adalah pekerjaan turun-temurun para ibu di desa tersebut di sela-sela membantu suami bekerja di sawah. Para ibu akan fokus menganyam rotan setelah musim tanam dan musim panen padi. ”Hampir semua ibu di sini bisa menganyam rotan. Anak-anak kami yang perempuan juga bisa menganyam,” ujar ibu dari empat anak dan nenek dari empat cucu itu.
Kami berharap pasokan bahan baku rotan tetap terjaga di Kalteng.
Slamet Riaman, pemilik UD Nabil Reihan Rotan, menuturkan, ia bersama istrinya, Salasiah, membuka usaha kerajinan rotan pada 2012 untuk memberdayakan para ibu di Desa Pulau Telo Baru dan sekitarnya. ”Kebetulan istri saya asli orang sini dan punya keterampilan menganyam rotan. Saya yang datang merantau dari Jombang, Jawa Timur, ke Kalimantan juga punya keterampilan membuat mebel rotan,” katanya.
Menurut Slamet, UD Nabil Reihan Rotan memproduksi empat produk unggulan, yaitu tikar rotan, tas rotan, kursi rotan, dan keranjang rotan. Selain itu, mereka juga memproduksi berbagai dekorasi dinding dari rotan dan aneka produk kerajinan yang mengombinasikan rotan dengan eceng gondok. Harganya mulai dari Rp 35.000 sampai di atas Rp 1 juta per buah.
”Produk kerajinan rotan kami dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta atau Solo, Surabaya, Gresik, Bali, dan Medan. Khusus untuk tikar rotan sudah diekspor sampai ke Jepang,” ujarnya.
Untuk memproduksi berbagai produk kriya rotan, Slamet dan Salasiah melibatkan banyak warga desa setempat, terutama para ibu dengan sistem kerja borongan lepas. Kebanyakan dari mereka bekerja dari rumahnya masing-masing.
”Ada sekitar 200 pekerja lepas yang terlibat di dalam usaha kami. Namun, hanya 15-20 orang yang biasa bekerja di gudang kami,” kata bapak dari dua anak itu.
Menurut Slamet, UD Nabil Reihan Rotan membutuhkan sekitar 1 ton rotan basah per bulan. Bahan baku rotan didapatkan dari sejumlah kabupaten di Kalteng, antara lain dari Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Barito Selatan, dan Barito Utara. ”Kami berharap pasokan bahan baku rotan tetap terjaga di Kalteng,” ujarnya.
Naik kelas
Serupa dengan yang dilakukan UD Nabil Reihan Rotan di Kapuas, sebuah usaha sosial dengan jenama Handep yang berpusat di Kota Palangkaraya juga mencoba memberdayakan para perajin anyaman rotan di Gunung Purei, Barito Utara, sejak 2019.
Yoan Taway, co-founder Handep, menuturkan, Handep adalah usaha sosial dan jenama berkelanjutan terkemuka di Indonesia yang didirikan oleh Randi Julian Miranda, putra daerah Kalteng. Usaha dan jenama ini bekerja sama dengan perajin lokal dan petani kecil untuk menciptakan alternatif ekonomi desa berkelanjutan yang selaras dengan kearifan leluhur.
”Saat ini ada sekitar 400 perajin yang menjadi mitra Handep. Mayoritas perajin kami dari Kalteng, sebagian lagi dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Bali. Selain di Palangkaraya, outlet (toko) Handep ada di Bali,” katanya saat dijumpai dalam kegiatan Kalteng Expo 2023 di Area Pameran Temanggung Tilung, Palangkaraya, Jumat (19/5/2023).
Baca juga: Kota Cantik yang Sedang Berdandan
Menurut Yoan, Handep menciptakan produk kriya rotan berkualitas premium dengan berbagai inovasi desain. Di antara berbagai produk reguler terdapat produk edisi terbatas, yang hanya diproduksi satu kali.
”Kami membuat kriya rotan naik kelas. Berbagai produk Handep ditawarkan mulai dari harga Rp 400.000 sampai Rp 6 juta per buah. Bahkan, untuk koleksi tertentu harganya bisa mencapai Rp 10 juta,” ungkapnya.
Yoan mengatakan, produk Handep telah merambah pasar dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, produk ini dipasarkan di kota-kota yang ada di Kalimantan, Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Bali. Untuk pasar luar negeri, produk Handep telah masuk ke Malaysia, Brunei Darussalam, Jepang, dan Eropa. ”Kami mengembalikan hasil penjualan produk sebesar 30 persen kepada perajin,” ujarnya.
Baca juga: Kerajinan Rotan Kapuas Kalteng Tembus Jepang
Dalam kegiatan Kalteng Expo 2023, yang berlangsung pada 17-21 Mei, hampir setiap stan pameran memajang produk kriya rotan. Produknya bermacam-macam, mulai dari tikar, gelang, dompet, topi, tas, hingga sandal dan sepatu.
Perhatian serius
Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo saat membuka kegiatan Kalteng Expo 2023 secara virtual, Rabu (17/5/2023) malam, mengatakan, Kalteng Expo digelar sebagai sarana efektif untuk memacu produk lokal agar lebih meningkatkan kualitas, kreativitas, dan produktivitas sehingga dapat menarik calon pembeli dan investor bertransaksi dagang serta membangun investasi di Kalteng.
”Kami mendorong para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta industri kecil dan menengah untuk selalu mengikuti perkembangan dan permintaan pasar serta mempertimbangkan isu-isu perdagangan nasional dan global terkini, seperti produk ramah lingkungan dan produk peduli akan kesehatan,” katanya.
Direktur Save Our Borneo Muhammad Habibi mengatakan, rotan adalah salah satu hasil hutan bukan kayu dari Kalteng. Rotan kini tidak melulu diambil dari hutan, tetapi sebagian besar sudah dibudidayakan petani. ”Komoditas rotan bakal berkelanjutan selama petani masih mau menanam rotan,” ujarnya.
Baca juga: UMKM Rotan di Kalteng Berkembang
Untuk itu, menurut Habibi, pemerintah pusat dan daerah perlu memperhatikan harga rotan agar tetap menguntungkan petani. Idealnya, harga rotan mentah atau basah tidak kurang dari Rp 2.000 per kilogram.
Tidak sedikit masyarakat yang menjual lahan kebun rotan dan mengalihkan fungsinya menjadi kebun kelapa sawit karena harga rotan anjlok. Jangan sampai kebun rotan yang masih ada beralih fungsi karena harganya tidak jadi perhatian serius pemerintah. Rotan harusnya menjadi bagian dari ekonomi hijau Kalteng yang kini menginjak usia 66 tahun.