Krisis Bahan Olah Karet Kian Dalam di Sumut, Sudah 9 Pabrik Tutup
Krisis pasokan bahan olah karet dari petani kian dalam di Sumatera Utara. Satu pabrik karet remah kembali tutup pada Juli ini, menyusul delapan pabrik yang sudah tutup sebelumnya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Krisis pasokan bahan olah karet dari petani kian dalam di Sumatera Utara. Satu pabrik karet remah kembali tutup pada Juli ini, menyusul delapan pabrik yang sudah tutup sebelumnya. Pasokan karet dari petani terus menurun karena alih fungsi kebun karet akibat harga yang anjlok.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara Edy Irwansyah, di Medan, Jumat (14/7/2023), mengatakan, Sumut adalah salah satu sentra pabrik karet remah nasional. ”Sumut punya 36 pabrik karet remah yang mengolah bahan olah karet atau bokar sedikitnya dari 15 provinsi. Namun, sudah sembilan pabrik di antaranya yang menutup operasional karena krisis bahan baku,” katanya.
Edy menyebut, pasokan karet dari petani menurun dari tahun ke tahun. Pada 2022, bahan baku yang ada hanya cukup untuk memproduksi 430.632 ton karet remah atau hanya 48,5 persen dari kapasitas terpasang pabrik karet di Sumut, yakni 886.484 ton.
Penurunan pasokan terus terjadi pada semester pertama tahun ini. Periode Januari sampai Juni 2023, total produksi karet hasil olahan sebesar 184.084 ton. Produksi itu hanya 41,53 persen dari kapasitas terpasang per semester. Jika tidak ada intervensi, penurunan pasokan diperkirakan terjadi lagi hingga akhir tahun ini.
Edy menjelaskan, pabrik karet remah di Sumut mendapat pasokan dari 15 provinsi. Pada semester I-2023, pasokan karet yang diterima pabrik-pabrik di Sumut berasal dari Sumut (38,75 persen), Riau (20,32 persen), Lampung (17,43 persen), Aceh (8,21 persen), dan Jambi 5,21 (persen). Sepuluh provinsi lainnya dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi memasok karet ke Sumut kurang dari 5 persen.
”Pasokan karet dari Sumut pada semester I-2023 bahkan hanya 8,05 dari kapasitas pabrik terpasang,” ujarnya.
Krisis bokar tersebut, kata Edy, membuat banyak pabrik menjadi tidak efisien dan merugi. Pabrik-pabrik awalnya mengurangi jam operasional hingga akhirnya menutup pabrik secara total. Dengan rata-rata satu pabrik mempekerjakan 300 orang, Gapkindo memperkirakan sudah 2.700 pekerja pabrik karet yang terkena pemutusan hubungan kerja. Efek domino dari penutupan pabrik diperkirakan sangat besar.
Pabrik yang tersisa sekarang pun berjibaku untuk mendapat bahan baku. Mereka juga tidak beroperasi penuh lagi. Ada yang hanya beroperasi tiga hari sepekan atau hanya mengoperasikan pabrik kalau ada bahan baku. Jumlah karyawan juga dipangkas.
Pasokan karet dari Sumut pada semester I-2023 bahkan hanya 8,05 dari kapasitas pabrik terpasang.
Akar permasalahan menurunnya pasokan karet dari petani, menurut Edy, adalah harga karet dunia yang jauh di bawah harga remuneratif atau menguntungkan. Rendahnya harga ini diperparah oleh produktivitas karet petani yang sangat rendah.
Harga karet remah jenis technical specified rubber (TSR) 20 saat ini hanya 1,130 dollar AS per kilogram. Harga ini jauh di bawah harga remuneratif, yakni 2,5 dollar AS. Adapun harga di tingkat petani hanya berkisar Rp 8.500 hingga Rp 9.000 per kilogram.
Tebang pohon
Pantauan Kompas, kebun-kebun karet petani di sentra pertanian seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara tampak ditebang para petani. Kebun-kebun yang tersisa juga banyak yang dibiarkan terbengkalai dan tidak disadap lagi.
”Di desa kami, tinggal lima keluarga yang masih punya kebun karet dan disadap secara rutin. Selebihnya sudah mengganti dengan sawit atau tanaman lain. Padahal, sebelumnya semua keluarga punya kebun karet,” ucapnya.
Kepala Bidang Pembinaan Usaha Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut Zulkifli Hasibuan mengatakan, terpuruknya industri karet secara nasional diakibatkan oleh harga karet dunia yang anjlok. Hal ini membuat harga di tingkat petani anjlok sehingga banyak yang menebang tanaman karet dan mengganti dengan tanaman lain.
Zulkifli menyebut, mereka berkali-kali menawarkan program peremajaan tanaman karet kepada petani di sejumlah daerah di Sumut. Namun, petani memilih mengganti dengan tanaman lain karena harga karet tidak menjanjikan.
Hanya beberapa petani yang mau menerima program peremajaan karet itu, yakni di Kabupaten Nias Utara. ”Ada 200 hektar kebun karet yang diremajakan di Nias Utara dengan pendanaan dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian,” katanya.