Sejumlah waduk dan sungai di Kepulauan Anambas mengering akibat curah hujan yang menurun. Dampaknya, warga di 26 pulau kecil kesulitan air bersih.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Warga di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, kesulitan air bersih akibat waduk dan sungai mengering. Dampak kekeringan dirasakan seluruh warga Anambas yang tinggal di 26 pulau kecil.
Salah satu daerah yang paling terdampak adalah Kelurahan Tarempa yang merupakan pusat Kabupaten Kepulauan Anambas. Kelurahan di Pulau Siantan itu merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak, sekitar 4.100 jiwa.
Lurah Tarempa Syamsir, Selasa (11/7/2023), mengatakan, kekeringan sudah berlangsung lebih dari satu bulan. Sampai sekarang, air pipa hanya mengalir dua hari sekali ke rumah warga.
”Ini sudah lebih dari satu bulan. Semoga hujan segera turun supaya waduk segera terisi lagi,” kata Syamsir.
Selain di Pulau Siantan, dampak kekeringan juga dirasakan oleh seluruh warga Anambas di pulau-pulau yang lain. Kabupaten tersebut terdiri dari 255 pulau yang 26 pulau di antaranya merupakan pulau berpenghuni.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Kepulauan Anambas Syarif Ahmad membenarkan, kesulitan air dirasakan seluruh warga di 26 pulau kecil. Hujan yang jarang turun membuat waduk-waduk dan sejumlah sumber alami air bersih lainnya mengering.
”Di pulau-pulau kecil tidak ada sumber air tanah sehingga tidak bisa membuat sumur. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga mengandalkan sungai kecil dan juga sejumlah waduk buatan,” ujar Syarif.
Waduk buatan terdapat di pulau-pulau dengan penduduk yang berjumlah banyak, seperti di Pulau Siantan dan Pulau Jemaja. Adapun di pulau-pulau kecil yang jumlah penduduknya sedikit, warga hanya mengandalkan sumber air alami berupa sungai kecil dan ceruk batu yang menampung air hujan.
Menurut Syarif, kalau hujan tidak turun dalam beberapa minggu saja, sungai kecil dan sejumlah waduk buatan itu akan mengering dengan cepat. Hal itu sudah terjadi di waduk-waduk yang terdapat di Pulau Siantan dan Jemaja.
”Khusus di Pulau Siantan, kami mengerahkan mobil-mobil tangki untuk mengambil air dari waduk dan mengirim ke rumah warga. Debit air yang kecil tidak lagi memungkinkan untuk dialirkan langsung ke rumah warga menggunakan pipa,” ujar Syarif.
Ia menambahkan, bencana kekeringan merupakan masalah rutin yang terjadi di Kepulauan Anambas setiap tahun. Menurut rencana, pemerintah akan membangun tambahan waduk untuk mengatasi persoalan krisis air tersebut.
”Pemerintah sudah ada rencana membangun waduk estuari untuk menampung air terjun yang terdapat di Pulau Siantan. Harapannya air bersih, yang selama ini terbuang ke laut begitu saja, nantinya dapat digunakan untuk kebutuhan warga,” ucap Syarif.
Wilayah Kepulauan Anambas yang terdiri dari pulau-pulau kecil amat rawan terdampak bencana hidrometeorologi. Apabila curah hujan berkurang, kekeringan terjadi. Sementara curah hujan tinggi akan memicu banjir dan longsor.
Pada Desember 2020, Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris mengatakan, cuaca ekstrem makin sering terjadi di daerah itu. Pada periode kering, curah hujan amat sedikit. Namun, pada periode basah, hujan terjadi dengan intensitas yang amat tinggi. Hal itu berulang kali menyebabkan bencana.
Abdul menyatakan, pemerintah kabupaten berusaha menjaga kelestarian hutan dan bukit di Anambas yang berfungsi menjadi daerah tangkapan air. Dengan begitu, diharapkan dampak bencana hidrometeorologi dapat diminimalkan.