Cegah Rabies, Rawat Hewan Peliharaan
Bali belum bebas dari rabies. Di tengah minat publik memelihara anjing di Bali tetap besar, perawatan yang tepat akan menjadi salah satu solusi mencegah rabies mewabah.
Bali belum terbebas dari rabies. Bahkan, target Bali bebas rabies pada 2012 juga terlewati. Hingga awal Juli 2023, korban meninggal akibat infeksi rabies di Bali sudah empat orang.
Di tengah kondisi rabies, yang masih tinggi di Bali, memelihara anjing atau kucing masih diinginkan banyak orang di Bali. Selain karena senang, hobi, atau sayang, memiliki hewan peliharaan khususnya anjing juga untuk kepentingan lain, misalnya, menjadikan anjing sebagai hewan penjaga rumah.
Resmana (26), warga Kota Denpasar itu, mengaku tetap tertarik untuk memelihara anjing meskipun menyadari ancaman penularan rabies masih tinggi. Bahkan, Resmana yang sudah memiliki seekor anjing di rumahnya mengikuti kegiatan adopsi anjing di sebuah toko hewan dan aneka kebutuhan hewan peliharaan di Kota Denpasar, Minggu (9/7/2023).
”Kebetulan pacar saya yang mau memelihara anjing. Saya setuju saja,” katanya sambil menggendong seekor anak anjing. Resmana tidak menyoal jenis anjing, yang mereka dapatkan dari acara adopsi hewan itu.
“Dapatnya yang ini,“ ujar Resmana menunjukkan anjing hitam yang digendongnya sembari menambahkan, yang penting anjing dari adopsi sudah divaksinasi lengkap dan sudah disteril.
Senada dengan Resmana, Karnila (19) juga mengikuti acara adopsi anjing dan kucing di toko hewan, Minggu (9/7/2023). Karnila mengaku sudah memelihara seekor anjing bernama Coki di rumahnya. “Sekarang jadi punya dua anjing,“ ujarnya sambil menggendong Ciko, anjing yang baru didapatkannya dari acara itu.
Baca juga: Empat Orang Tewas akibat Rabies di Bali
Karnila juga mengaku waswas dan khawatir terhadap penyebaran dan penularan rabies di Bali. Sebagai pemilik dan pemelihara anjing, Karnila menilai penularan rabies masih menjadi ancaman yang serius karena masih banyak anjing, yang diliarkan, berkeliaran di jalan.
“Ada kekhawatiran melihat anjing berkeliaran di jalanan karena kita tidak tahun kondisi anjingnya,“ kata Karnila. “Sebagai pemilik anjing, saya tentu merasa khawatir akan ancaman rabies terhadap anjing saya dan tentu terhadap kami,“ ujarnya.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, populasi anjing di Bali pada 2023 sebanyak 599.719 ekor.
Adapun data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan, sejak awal 2023 terjadi 19.095 kasus gigitan hewan penular rabies (HPR), terutama anjing, dengan jumlah kasus positif rabies, yang ditemukan, sebanyak 300 kasus. Kasus fatal, yang mengakibatkan korban meninggal akibat infeksi rabies, sudah empat orang sampai awal Juli 2023.
Kasus penularan rabies umumnya ditemukan pada anjing. Namun, kasus penularan rabies ke hewan lain, yakni pada seekor kera, sudah ditemukan di Banjar Margasari, Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. Dari laporan, yang diterima pihak dinas terkait di Kabupaten Tabanan, kera itu dinyatakan positif terinfeksi rabies setelah berkelahi dengan anjing liar.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menyatakan, ketersediaan vaksin rabies di Bali masih mencukupi. Program vaksinasi rabies juga terus berjalan. Hingga awal Juni 2023, vaksinasi rabies di Bali sudah menjangkau 43,2 persen populasi hewan, khususnya anjing.
Pusat rabies
Pemerintah Bali juga membangun pusat rabies di sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di pusat kesehatan masyarakat, dengan kelengkapan vaksin antirabies dan serum antirabies. Selain itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali juga menggerakkan tim siaga rabies (tisira) sampai ke tingkat desa atau kelurahan.
Saat ini, sudah dibentuk 132 tisira di seluruh Bali. Langkah pemerintah di Bali juga mendapat dukungan dari pemerintah pusat, termasuk dengan pengiriman vaksin antirabies ke Bali.
Sampai saat ini, Bali masih termasuk provinsi endemis rabies. Dari rilis Kementerian Kesehatan tanggal 3 Juni 2023, terdapat 26 provinsi endemis rabies di Indonesia. Kementerian Kesehatan juga sudah mendistribusikan 227.000 vial vaksin antirabies dan lebih dari 1.550 vial serum antirabies ke daerah.
Ada kekhawatiran melihat anjing berkeliaran di jalanan karena kita tidak tahun kondisi anjingnya. (Karnila)
Vaksin dan serum, yang didistribusikan Kementerian Kesehatan itu, dinyatakan sebagai penyangga stok vaksin maupun serum, yang disediakan di daerah.
Adapun upaya penanganan rabies di Bali itu sudah berlangsung lama. Setidaknya, sejak kasus rabies muncul di Bali pada 2008. Dalam jurnal Veteriner Vol 15 No 2 edisi Juni 2014, I Wayan Batan dan kawan-kawan menyebutkan Bali dinyatakan positif terjangkit rabies sejak 2008, di antaranya, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, Peraturan Gubernur Bali Nomor 88 Tahun 2008, dan Office International of Epizootic (OIE) pada 18 Desember 2008.
Populasi anjing
Dalam tulisan ilmiah berjudul “Penyebaran Penyakit Rabies pada Hewan secara Spasial di Bali pada Tahun 2008-2011“, yang dimuat di jurnal Veteriner edisi Juni 2014 itu, I Wayan Batan dan kawan-kawan menyatakan padatnya populasi anjing dan disertai kejadian rabies membuat interaksi anjing dan manusia sangat tinggi sehingga peluang tergigit meningkat dan kejadian rabies menjadi relatif tinggi.
Sebuah penelitian mengenai perhatian pemilik anjing dalam mendukung Bali bebas rabies, yang dikerjakan I Nyoman Suartha dan kawan-kawan di Tabanan, Badung, dan Karangasem pada Desember 2010, menghasilkan kesimpulan bahwa perhatian masyarakat dalam memelihara anjing dalam upaya mendukung Bali bebas rabies masih rendah.
Laporan penelitian Nyoman Suartha dan kawan-kawan itu, yang dimuat dalam Buletin Veteriner Udayana Vol 6 No 1 edisi Februari 2014 dan diakses secara di dalam jaringan (daring) pada awal Juli 2023, menunjukkan perhatian masyarakat pemilik anjing terhadap kesehatan dan perawatan kesehatan anjing, termasuk memeriksakan anjingnya ke dokter hewan, masih rendah.
Padahal, sebagian besar pemilik anjing, dari 500 responden yang diwawancarai dalam penelitian tersebut, justru memelihara anjing dengan cara dilepas.
Dari seminar bertema “Sosialisasi Peran Dog Population Management (DPM) dalam Pemberantasan Rabies“, yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali secara daring pada Selasa (6/4/2021), disebutkan bahwa pelepasliaran anjing menjadi tantangan dalam pemberantasan rabies dan pengendalian penularan penyakit anjing gila.
Meliarkan anjing atau kucing juga berpengaruh terhadap upaya vaksinasi dan pengendalian populasi anjing atau kucing maupun hewan penular rabies lainnya di Bali. Hal itu berdampak terhadap upaya Bali menuju provinsi bebas rabies.
Baca juga: Rabies dan Demam Berdarah Masih Marak di Bali
Pegiat dari komunitas penyelamat hewan telantar, Putu Fridayanti (52), mengungkapkan kemampuan reproduksi anjing sangat tinggi sehingga diperlukan langkah-langkah pengendalian populasi anjing di antaranya dengan mensterilisasi anjing.
Ditemui dalam kegiatan adopsi anjing dan kucing, yang diadakan Adopt Don’t Shop bersama Bali Pet Shop di Kota Denpasar, Minggu (9/7/2023), Putu mengatakan, tanggung jawab pemilik hewan, terutama pemilik anjing, diperlukan demi keamanan dan keselamatan anjing peliharaannya dan juga keamanan dan keselamatan keluarga dan masyarakat.
“Meskipun sudah rajin memvaksinasi anjingnya, pemilik anjing juga harus tetap menjaga peliharaannya,“ kata Putu. “Melepaskan anjing itu boleh saja asalkan pemilik benar-benar tahu dan yakin kondisi anjingnya sehat dan lingkungannya aman,“ ujarnya menambahkan.