Sebagai destinasi wisata dunia, Bali diharapkan memiliki ketahanan menghadapi dan menangani kesehatan, termasuk penyakit menular. Merebaknya kasus rabies dan demam berdarah dengue masih menjadi tantangan besar di Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Suasana peluncuran kampanye metode Wolbachia dari World Mosquito Program di Graha Nawasena Rumah Harapan, Kota Denpasar, Selasa (6/6/2023). Pemkot Denpasar bersama World Mosquito Program di Indonesia mengenalkan metode Wolbachia sebagai upaya mengendalikan dan mencegah demam berdarah dengue.
DENPASAR, KOMPAS — Meski lama menjadi salah satu destinasi wisata dunia, Bali masih menghadapi tantangan munculnya sejumlah penyakit berbahaya. Ada dua penyakit berbahaya yang masih mengancam, yaitu rabies dan demam berdarah.
Di Bali, salah satu daerah dengan kasus rabies tinggi adalah Kota Denpasar. Jumlah gigitan anjing mencapai 1.814 kejadian sampai Mei 2023. Ada lima kasus terdeteksi positif rabies pada hewan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Gede Darmayuda mengatakan, sejauh ini belum ditemukan kasus rabies pada manusia. Namun, rencana pencegahan sudah disiapkan.
”Stok vaksin antirabies di Kota Denpasar sangat mencukupi, tersedia sekitar 4.100 vial,” ujar Darmayuda, Selasa (6/6/2023).
Kepala Dinkes Kota Denpasar Anak Agung Ayu Candrawati mengatakan, pihaknya juga masih membuka pusat rabies di sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya. Selain penanganan medis, ada edukasi dan informasi pada warga tentang rabies.
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
Seekor anjing di lahan kosong di kawasan Kerobokan, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (6/4/2021). Pelepasliaran anjing juga menjadi tantangan dalam pemberantasan rabies dan pengendalian penularan rabies di Bali.
Rencana mitigasi serupa juga disebut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali I Wayan Sunada. Dia menyatakan, ketersediaan vaksin di Bali sebanyak 510.000 dosis.
”Hingga Minggu (4/6/2023), cakupan vaksinasi rabies di Bali mencapai 43,22 persen populasi,” kata Sunada. Saat ini, populasi anjing di Bali sebanyak 599.719 ekor.
Selain itu, ada juga sosialisasi dan edukasi, menggelar kontrol populasi, mendorong pembentukan awig-awig atau perarem desa adat terkait rabies. Bahkan, pihaknya membentuk Tim Siaga Rabies (Tisira) melibatkan masyarakat. ”Saat ini sudah dibentuk 132 Tisira,” ujar Sunada.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Contoh jentik dan nyamuk yang ditampilkan dalam acara peluncuran kampanye metode Wolbachia dan pelatihan kader juru pemantau jentik di Kota Denpasar di kompleks Graha Nawasena Rumah Harapan, Kota Denpasar, Selasa (6/6/2023).
Selain rabies, Kota Denpasar juga masih dibelit kasus demam berdarah. Sampai Mei 2023, kasusnya mencapai 1.124 kejadian. Lokasinya di 10 desa dan kelurahan.
Untuk menekan penambahan kasus baru, pada Selasa, diluncurkan metode Wolbachia dan pelatihan kader juru pemantau jentik di Kota Denpasar.
Bakteri Wolbachia mencegah nyamuk Aedes aegypti menularkan virus penyebab demam berdarah dengue, chikungunya, zika, dan demam kuning. Metode ini di Indonesia dikampanyekan World Mosquito Program (WMP).
Kampanye metode Wolbachia di Kota Denpasar dijadwalkan Juni-November. Nyamuk dengan bakteri Wolbachia akan disebarkan di 24 desa dan kelurahan di Kota Denpasar.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Tampilan sampel bakteri dilihat dengan menggunakan mikroskop saat acara peluncuran kampanye metode Wolbachia dan pelatihan kader juru pemantau jentik di Kota Denpasar di kompleks Graha Nawasena Rumah Harapan, Kota Denpasar, Selasa (6/6/2023).
Anggota Komisi IX DPR dari Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan, kesehatan menjadi isu sensitif di kalangan pariwisata, terutama setelah pandemi Covid-19. Kariyasa menyatakan, pemerintah juga sudah mengalokasikan anggaran kesehatan.
”Jika Bali mampu bebas demam berdarah, bakal memberikan kesan baik bagi dunia pariwisata,” kata Kariasa di Kota Denpasar, Selasa.
Menurut Kariyasa, pengendalian kasus rabies di Bali juga harus dilaksanakan menyeluruh, tuntas, dan melibatkan peran masyarakat. Selain regulasi tentang pemeliharaan hewan, perlu dipastikan penyediaan vaksin, baik untuk manusia maupun untuk hewan.
”Regulasi dapat berupa peraturan daerah, peraturan gubernur, maupun perarem atau keputusan desa adat,” katanya.