Mendulang Devisa Wisata dari Gili Iyang Madura
Pulau Madura memiliki Gili Iyang menjadi destinasi wisata kelas dunia. Namun, belum banyak wisatawan manca yang mengunjunginya.
Pulau Madura, Jawa Timur, memiliki Gili Iyang yang merupakan destinasi wisata kelas dunia. Namun, belum banyak wisatawan manca yang mengunjunginya. Sejumlah infrastruktur penunjang wisata pun dikembangkan demi mendatangkan devisa dan menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Dermaga Pelabuhan Gili Iyang di Kabupaten Sumenep kini bisa disandari oleh kapal penumpang. Sebelum direvitalisasi, dermaga tersebut hanya bisa disandari oleh kapal nelayan. Kapal-kapal inilah yang menjadi nadi transportasi menuju dan dari pulau tersebut ke pulau lain atau ke pusat pemerintahan Sumenep.
Pulau Gili Iyang sejatinya merupakan destinasi wisata kelas dunia sebab pulau ini memiliki kadar oksigen tinggi di dunia. Bahkan, kandungan oksigen yang terdapat di pulau tersebut menduduki peringkat kedua setelah Laut Mati, Jordania.
Namun, kendati berpotensi menjadi obyek wisata kelas dunia, belum banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Gili Iyang. Kunjungan wisman di Jatim masih terkonsentrasi di Kawah Ijen, Banyuwangi, Taman Nasional Baluran Situbondo, dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Baca juga: Mendongkrak Kinerja Pariwisata Jatim
Padahal, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung di Jatim terus meningkat dari bulan ke bulan seiring meredanya pandemi Covid-19. Kepala Badan Pusat Statistik Jatim Zulkifli mengatakan, kunjungan wisman ke Jatim melalui Bandara Juanda Surabaya selama Mei 2023 mencapai 15.734 orang.
Jumlah wisman tersebut naik 242 persen dibandingkan jumlah wisman pada Mei 2022 lalu yang hanya 4.598 orang. Kondisi wisman tersebut juga naik 27,29 persen dibandingkan jumlah kunjungan pada April 2023 sebanyak 12.361 orang.
”Secara umum, pola kedatangan wisman ke Jatim pada Mei selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren yang naik seiring dengan berangsur pulihnya kondisi Covid-19. Jumlah kunjungan wisman pada Mei 2023 merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir,” ujar Zulkifli, Senin (3/7/2023).
Belum banyaknya kunjungan wisatawan, terutama dari mancanegara, ke Pulau Gili Iyang disinyalir karena sejumlah faktor. Selain kurangnya promosi wisata, pengembangan sektor pariwisata di pulau tersebut terkendala oleh terbatasnya akses transportasi dan minimnya infrastruktur penunjang wisata, terutama pelabuhan atau dermaga.
Wisata ke pulau Gili selama ini dilayani oleh perahu nelayan sehingga kurang aman dan nyaman bagi wisatawan. Selain itu, perahu nelayan juga tak bisa berlayar saat cuaca tak bersahabat. Belum adanya perahu penumpang untuk wisatawan, salah satunya karena fasilitas pelabuhan atau dermaganya juga belum mendukung.
Baca juga: Memacu Infrastruktur Wisata Mendulang Cuan Devisa
Karena itulah, untuk mengembangkan potensi wisata kelas dunia di Pulau Madura tersebut, Pemerintah Provinsi Jatim merevitalisasi Dermaga Pelabuhan Dungkek dan Dermaga Pelabuhan Gili Iyang di Kabupaten Sumenep. Peresmian kedua dermaga itu dilakukan pada Selasa (4/7/2023).
Pelabuhan Dungkek dan Gili Iyang dibangun dengan dana bantuan keuangan (BK) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dikucurkan secara bertahap. Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Sumenep memperoleh bantuan Rp 60 miliar, dengan rincian Rp 17,9 miliar untuk merevitalisasi Pelabuhan Gili Iyang dan Rp 41,6 miliar untuk revitalisasi Pelabuhan Dungkek.
Pekerjaan pembangunan Pelabuhan Dungkek dilaksanakan tahun 2020 oleh Dinas Perhubungan Sumenep dengan nilai kontrak Rp 41,5 miliar. Pelabuhan ini memiliki trestle atau jembatan penghubung antara dermaga dan area darat sepanjang 140 meter dengan lebar 7 meter.
Adapun jetty atau bangunan yang berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal sepanjang 42 meter dengan lebar 8 meter. Fasilitas penunjang yang dibangun di pelabuhan ini adalah gedung perkantoran, terminal penumpang, area parkir, genset, dan tandon air.
Sementara itu, revitalisasi Pelabuhan Gili selesai pada 2022 dengan nilai kontrak Rp 12,4 miliar. Pelabuhan yang berada di pulau ini memiliki panjang trestle 195 meter dengan lebar 3,5 meter. Adapun panjang jetty 33 meter dengan lebar 8 meter.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, revitalisasi pelabuhan ini sengaja dilakukan Pemprov Jatim untuk memperlancar mobilitas masyarakat, serta barang dan jasa. Sekaligus untuk mendorong arus wisata dan menggeliatkan ekonomi kerakyatan berbasis potensi daerah.
Selama ini, angkutan perjalanan laut di sekitar Dungkek dan Gili Iyang belum terlayani secara proporsional. Contohnya saat proses pengiriman sapi dari Pulau Sapudi menuju ke Sumenep. Setibanya di Pelabuhan Dungkek, sapi-sapi tersebut diturunkan di tengah laut kemudian dipaksa berenang menuju tepian.
Revitalisasi pelabuhan juga bertujuan menunjang infrastruktur wisata menuju destinasi dunia. Dari Pelabuhan Dungkek masyarakat bisa berlayar menuju Pelabuhan Gili Iyang dan Gili Labak. Wisatawan memiliki pilihan perjalanan yang lebih beragam selain melalui Pelabuhan Kalianget.
”Gili Iyang adalah anugerah Allah yang luar biasa yang diturunkan ke bumi Sumenep, Madura, Jawa Timur, Indonesia. Ini akan menjadi wisata kesehatan yang luar biasa di luar wisata goa dan pantai yang ada di dua gili tersebut,” ujar Khofifah.
Dia menganalogikan ketika pandemi Covid-19 merebak di mana kebutuhan oksigen sangat tinggi dan masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkannya. Di Pulau Gili Iyang, udara dengan kadar oksigen tinggi tersedia dalam jumlah berlimpah dan bisa diperoleh dengan mudah.
Karena itu, Menteri Sosial RI ini meminta semua pihak bertanggung jawab terhadap perawatan Pelabuhan Dungkek, Gili Iyang, serta obyek wisata dunia yang ada di pulau tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan, seperti menekan polusi udara dengan penggunaan motor listrik untuk mobilitas masyarakat.
Selain itu, pemaksimalan potensi sekitar harus sepenuhnya menguntungkan masyarakat lokal sehingga pembangunan pelabuhan akan terasa signifikan bagi upaya mendongkrak ekonomi kerakyatan di Sumenep. Pemda harus memastikan masyarakat lokal sebagai pelaku wisata.
Mereka harus menjadi pemilik homestay atau penginapan di Gili Iyang, pemandu wisata dan pemilik moda transportasi kapal penumpang. Dengan keterlibatan secara langsung dan penuh, masyarakat diharapkan bisa menjaga dan melestarikan sumber daya alam yang menjadi kekayaan pulau tersebut.
Pariwisata memiliki multiplier effect yang besar karena bisa membangkitkan ekonomi berkali lipat.
Menurut Khofifah, pemerintah daerah dituntut kreatif menjadikan destinasi wisata Gili Iyang semakin menarik dan tidak membosankan. Caranya berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti akademisi, pelaku usaha, dan komunitas. Bisa juga menggabungkan dengan destinasi menarik lainnya, seperti kampung empu pembuat keris pusaka di Desa Aeng Tongtong.
”Pariwisata memiliki multiplier effect yang besar karena bisa membangkitkan ekonomi berkali lipat. Maka dari itu, saya berharap pemda memperbanyak event pariwisata guna meningkatkan jumlah kunjungan sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian lebih kencang lagi,” katanya.
Pelabuhan Lain
Selain merevitalisasi Pelabuhan Dungkek dan Gili Iyang, Pemprov Jawa Timur berjanji menuntaskan pekerjaan perbaikan Pelabuhan Masalembu di kepulauan Sumenep pada 19 Juli 2023. Sebelumnya, pemprov telah merevitalisasi Pelabuhan Jangkar Situbondo yang juga melayani masyarakat Sumenep.
”Pelabuhannya sudah moveable bridge. Dua tahun lalu saya memastikan semua armada kapalnya baru, semuanya full AC, dan ada tenda panjang sehingga kalau panas tidak kepanasan dan kalau hujan tidak kehujanan. Semua demi memberikan layanan terbaik bagi masyarakat kepulauan Madura,” kata Khofifah.
Menurut Wakil Bupati Sumenep Dewi Khalifah, wilayahnya memang memiliki tantangan geografis luar biasa karena memiliki 124 pulau. Dari jumlah tersebut, 48 pulau berpenghuni dan 76 pulau lainnya tidak berpenghuni. Aksesibilitas masyarakat di kepulauan menjadi tantangan karena terbatasnya sarana transportasi dan fasilitas pendukungnya.
”Pelabuhan Dungkek sangat membantu ketika ada angin besar dan kapal-kapal nelayan tidak bisa berlayar. Ada juga yang membutuhkan untuk mengantar jenazah yang tidak bisa menunggu kapal-kapal kecil. Pelabuhan ini sudah sangat representatif sekali,” ujar Dewi saat meresmikan dermaga.
Salah satu tokoh masyarakat Sumenep, Naqib Hasan, berpendapat, pembangunan infrastruktur pelabuhan atau dermaga tersebut sudah lama dinanti warga. Pengasuh Ponpes Annuqoyyah ini mengatakan, pelabuhan menjadi infrastruktur penunjang konektivitas masyarakat kepulauan.
Selain ekonomi, masyarakat kepulauan juga memerlukan konektivitas untuk mengakses layanan kesehatan dan pendidikan. Jumlah sekolah di pulau sangat terbatas sehingga mereka harus ke luar pulau untuk melanjutkan pendidikan di pusat kota Sumenep atau daerah lain.
”Seperti anak-anak yang nyantri di pondok pesantren. Banyak dari mereka berasal dari kepulauan. Bertambahnya tujuan wisata di Sumenep juga sangat membutuhkan infrastruktur yang memadai,” ucap Naqib yang dihubungi dari Surabaya.
Dia mengatakan, mayoritas pelabuhan di wilayah kepulauan belum memadai. Saat terakhir kali berkunjung ke Pulau Gili Genting, salah satu pulau di Sumenep, kondisi pelabuhannya sangat sederhana. Bahkan, sepeda motor harus diangkat dengan tenaga manusia agar bisa naik ke perahu. Hal itu tentu sangat merepotkan warga.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, pengembangan transportasi kepulauan memerlukan dukungan kuat dari pemerintah pusat ataupun daerah. Terlebih, untuk menunjang wisata kelas dunia.
Selain terkait pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, dukungan juga diperlukan guna menerapkan standar pelayanan minimal angkutan penyeberangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 62 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan, fasilitas keselamatan yang harus disediakan antara lain jaket keselamatan (life jaket) sebanyak 110 persen dari kapasitas penumpang dan jaket keselamatan anak sebanyak 10 persen.
”Selain itu, idealnya dermaga penumpang dengan angkutan barang dipisah untuk kenyamanan penggunanya,” ujar Joko.
Jatim memang menyimpan banyak potensi destinasi wisata kelas dunia yang unik dan tiada duanya. Namun, masih banyak pekerjaan rumah untuk mempromosikannya dan menjadikannya ’mesin’ ekonomi baru pendulang cuan devisa.