Babak Baru Perikanan Budidaya Maluku
Ekspor perikanan budidaya melonjak tinggi. Di sisi lain nilai tukar nelayan juga menembus 100. Ini pertanda perikanan budidaya semakin memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat.
Cahaya lampu yang ditancapkan di atas puluhan keramba jaring apung menghiasi pesisir Teluk Ambon, Maluku, suatu malam pada Juni 2023. Sinar lampu yang sempat redup disapu pandemi Covid-19 itu kini kembali terang. Ini sekaligus sebagai penanda babak baru perikanan budidaya Maluku.
Di keramba milik Jefri Slamta (51) setiap hari puluhan orang datang dan pergi. Mereka dijemput dengan ponton dari darat yang terpaut jarak ke keramba lebih kurang 200 meter. Teduhnya perairan teluk membuat mereka tampak menikmati pengalaman yang jarang dirasakan.
Kebanyakan mereka datang untuk makan di sana. Mereka menikmati sensasi memancing sendiri lalu hasilnya diolah untuk disantap dalam warung makan atas keramba. Di keramba tersedia tiga jenis ikan, yakni kuwe, kerapu, dan kakap putih. Ada juga lobster.
Menu yang diolah mengikuti selera pengunjung dan tentu disesuaikan dengan karakter rasa setiap jenis ikan. Ikan kuwe dan kerapu, misalnya, lebih enak kalau dibakar atau dimasak kuah. Adapun kakap putih lebih enak kalau digoreng kering.
”Makan ikan di keramba ini sensasinya memang berbeda. Mancing sendiri ikan lalu diolah. Ikan masih segera tentu rasanya lezat. Makan sambil menikmati angin laut spoi-spoi. Ini pengalaman yang berkesan,” kata Linda (30), pengunjung.
Sensasi makan di atas keramba merupakan bisnis lanjutan yang bergerak dari usaha budidaya ikan. Jefri membaca peluang tersebut dan coba memulainya tiga tahun silam. Sebelumya, selama belasan tahun, usahanya hanya mentok pada penjualan ikan segar.
Pengiriman ikan kerapu dan udang dari Maluku dilakukan secara langsung ke kota tujuan. Tidak transit. Pengiriman dengan kapal laut. (Karolis Iwamony)
Kini, Jefri memiliki 20 kotak keramba jaring apung. Sepanjang tahun 2023, mulai Januari hingga Juni lalu, Jefri menjual hingga 1,8 ton ikan dengan harga paling mahal Rp 450.000 per kilogram untuk jenis kerapu bebek. Tahun depan ia menargetkan penjualan hingga 4 ton.
Di sisi lain Teluk Ambon, ada Lamansir (52), juga pembudidaya ikan. Selama satu tahun belakangan, ia mulai memanfaatkan peluang ekspor yang kembali dibuka setelah pandemi Covid-19 mereda. Kapal penampung ikan dari Hong Kong langsung datang ke sana untuk membeli ikan kerapu hidup.
Nyaris lumpuh
Seperti Jefri, Lamansir juga ikut terpukul ketika Covid-19. Kala itu tak ada kapal yang diizinkan masuk sementara di dalam negeri permintaan menurun selama pandemi. Daya beli masyarakat anjlok, roda perekonomian nyaris lumpuh. Pembudidaya nyaris gulung tikar. Padahal, di Teluk Ambon terdapat 67 kelompok pembudidaya.
Mereka tidak memiliki cukup uang untuk membeli pakan ikan. Mereka terpaksa menjual ikan dengan harga sangat murah. Tak ayal, mereka merugi.
”Beruntung waktu itu ada bantuan pakan dan benih dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. Kami selamat,” ujarnya.
Baca juga: Lima Bulan, Ekspor Perikanan Budidaya di Maluku Capai Rp 328,5 Miliar
Bantuan itu yang membuat mereka bisa bertahan kemudian perlahan bangkit dengan hasil yang menggembirakan. Mereka kembali mengirim ikan ke luar negeri dan memberi kontribusi besar dalam capaian ekspor di Maluku, bahkan mencatat rekor tertinggi sejauh ini.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, kenaikan nilai ekspor perikanan budidaya selama lima bulan pertama tahun 2023 mencapai 21,9 juta dollar AS atau sekitar Rp 328,5 miliar. Dua komoditas yang diekspor meliputi ikan kerapu bebek dan udang vaname. Ekspor menggeliat sejak 2022 ketika pandemi mulai mereda.
Kerapu bebek yang dikirim dalam periode tersebut sebanyak 121.811 ekor dengan nilai 1,791 juta dollar AS. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2022, jumlah ikan kerapu yang diekspor sebanyak 41.123 ekor dengan nilai 640.111 dollar AS.
Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan volume ekspor ikan kerapu sekitar 196,12 persen dan peningkatan nilai ekspor ikan kerapu sebesar 179,95 persen. Kerapu yang dijual dengan harga Rp 450.000 per kilogram itu langsung dikirim ke Hong Kong.
Nilai tukar nelayan
Di sisi lain, untuk komoditas udang vaname, ekspor selama periode Januari 2023 hingga Mei 2023 sebanyak 4.471 ton dengan nilai 20,111 juta dollar AS. Pada periode yang sama setahun sebelumnya, volume ekspor sebanyak 1.472 ton dengan nilai 7,575 juta dollar AS.
Seperti halnya ikan kerapu bebek, ekspor udang vaname juga mengalami kenaikan sebesar 203,62 persen dengan nilai ekspor 165,48 persen. Berbeda dengan ikan kerapu, udang dibudidayakan oleh perusahaan skala besar. Udang dari Maluku langsung dikirim ke China.
”Pengiriman ikan kerapu dan udang dari Maluku dilakukan secara langsung ke kota tujuan. Tidak transit. Pengiriman dengan kapal laut,” kata Karolis Iwamony, Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, pada Juni lalu.
Kenaikan ekspor berdampak terhadap kesejahteraan nelayan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terjadi kenaikan nilai tukar nelayan budidaya di Maluku. Sebagai pembanding, sebelum merebaknya pandemi Covid-19, nilai tukar nelayan budidaya sebesar 108,82. Angka itu kemudahan anjlok menjadi 90,14 pada tahun 2020 dan 97,63 pada tahun 2021.
Sejak ekspor menggeliat seiring meredanya pandemi Covid-19, nilai tukar nelayan budidaya naik menjadi 108,19 pada tahun 2022 dan 116,84 hingga April 2023. Jika nilai tukar di atas 100, itu berarti nelayan sudah mendapatkan untung dari hasil kerjanya. Dengan demikian, nelayan yang sejahtera bukan lagi angan-angan.
Menurut Karolis, tantangan saat ini adalah mendorong agar hasil budaya dapat terserap dalam negeri. Masyarakat didorong mengonsumsi hasil perikanan budidaya yang nilai gizinya tidak kalah dengan perikanan tangkap. Ini terbukti dengan tingginya permintaan ekspor.
”Upaya yang dilakukan pemerintah bersama Ketua Tim Penggerak PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) Provinsi Maluku Widya Pratiwi Murad Ismail adalah gerakan konsumsi ikan. Tahun 2022, angka konsumsi ikan di Maluku merupakan yang tertinggi di Indonesia, yakni 77,49 kilogram per kapita per tahun. Kami akan terus dorong,” tutur Karolis. Adapun angka konsumsi ikan nasional sebesar 56,48 kilogram per kapita per tahun.
Perikanan budidaya di Maluku kini mengalami lonjakan menuju babak baru. Produksi perikanan yang meningkat telah berdampak pada kenaikan volume dan nilai ekspor. Seiring dengan itu, nilai tukar nelayan juga menembus 100 pertanda perikanan budidaya semakin memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat.
Baca juga: Peluang Ikan "Sekali Mati" di Ambon