Langsung ke Kupang, Australia Minta Nelayan Hentikan ”Illegal Fishing”
Petugas perikanan Australia langsung datang ke Kota Kupang dan bertemu nelayan. Mereka minta jangan lagi melakuan penangkapan ilegal di daerah mereka.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Perwakilan bidang perikanan dari Pemerintah Australia mendatangi sejumlah kelompok nelayan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka meminta nelayan Indonesia agar tidak menangkap ikan secara ilegal atau illegal fishing di wilayah perairan mereka.
Di Pelabuhan Pendaratan Ikan Tenau Kupang pada Selasa (27/6/2023) siang, petugas perikanan dari Australia melakukan tatap muka dengan puluhan nelayan. Kegiatan serupa digelar pada Selasa pagi di kampung nelayan Oesapa Kupang.
Lydia Woodhouse, petugas perikanan Australia, menuturkan, banyak nelayan dari Indonesia melakukan penangkapan di wilayah Australia. Mereka kemudian ditangkap, diproses hukum, lalu dipulangkan kembali ke Indonesia.
Prosedur penangkapan diawali dengan pantuan dari pesawat terbang setelah ada indikasi perairan mereka dimasuki kapal ilegal. Selanjutnya, kapal penjaga pantai Australia mendekat dan melakukan inspeksi.
Pemeriksaan meliputi kondisi kapal, dokumen kapal, dokumen awak kapal, alat tangkap, dan hasil tangkapan. Jika terbukti melanggar, hasil tangkapan dan alat tangkap akan dimusnahkan. Awak kapal menjalani proses hukum mulai dari denda, deportasi, hingga pidana penjara.
Menurut dia, banyak kapal yang ditangkap itu kondisinya tidak layak operasi. Dalam beberapa peristiwa, otoritas Australia malah menyelamatkan nelayan Indonesia yang hanyut akibat kerusakan kapal atau dihantam badai dan gelombang.
Kendati demikian, lanjut Lydia, Pemerintah Australia memberi kesempatan kepada nelayan Indonesia untuk mencapai perairan yang mereka sebut sebagai MoU (nota kesepahaman) Box. MoU Box disepakati Pemerintah Indonesia dan Australia dengan landasan historis. Pasalnya, sejak dulu nelayan tradisonal Indonesia sering mencari ikan di sana.
Di perairan yang luasnya mencapai lebih kurang 50.000 kilometer persegi itu, nelayan tradisional boleh melakukan penangkapan. Namun, ada persyaratan yang harus dipatuhi, antara lain kapal yang digunakan tidak boleh bermesin dan hasil laut yang boleh diambil adalah ikan. Biota yang bergerak di dasar laut, seperti teripang, tidak boleh diambil. Jika ditemukan pelanggaran, akan ditindak.
Terhitung 2018 hingga 2023 saat ini, sudah 53 nelayan Indonesia yang ditangkap di sana lalu diproses hukum dan dipulangkan.
Banyak nelayan yang hadir dalam tatap muka di Pelabuhan Pendaratan Ikan Tanau Kupang itu menanyakan beberapa hal. Salah satunya terkait larangan penggunaan perahu motor. ”Kalau pakai perahu layar, rasanya sulit mencapai daerah itu,” kata Stefen Bogar (35), nelayan.
MoU Box berada di Samudra Hindia. Jaraknya dengan Pulau Rote sejauh 75 mil laut dan dari Kota Kupang 125 mil laut. Area MoU Box kaya akan hasil laut sehingga membuat para nelayan tergiur mencapai daerah itu termasuk dengan berbagai risiko, seperti ditangkap petugas Australia.
Menurut Stefen, di sana mereka mendaratkan perahu motor di sejumlah pulau kecil, seperti Pulau Pasir yang banyak dikenal orang. ”Nelayan pulang dari sana kemudian jual tangkapan itu nilainya hingga puluhan juta rupiah,” ujar Stefen.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur Stefani T Boro mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Australia yang telah datang langsung ke Indonesia untuk melakukan sosialisasi. Ia juga berterima kasih lantaran banyak nelayan dari daerah itu yang diselamatkan otoritas Australia.
Stefani pun mengimbau para nelayan agar tidak lagi melakuan penangkapan ilagal di wilayah perairan Australia. ”Terhitung 2018 hingga 2023 saat ini, sudah 53 nelayan Indonesia yang ditangkap di sana lalu diproses hukum dan dipulangkan,” ucapnya.