Lima Menit Jelajahi Hutan Hujan Tropis Kalteng
Untuk menikmati dan belajar soal hutan hujan tropis di Kalimantan Tengah, biasanya dibutuhkan waktu berhari-hari. Kini, untuk memperingati Hari Hutan Hujan, jelajah hutan bisa dirangkum dalam waktu lima menit.
Biasanya, untuk menjelajahi hutan di Kalimantan Tengah dibutuhkan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Kini, di Kota Palangkaraya, masyarakat bisa menikmati dan belajar soal hutan hujan tropis dalam waktu lima menit.
Muhammad Refansyah (13), siswa SMP Negeri 7, bingung dengan ruangan di dalam Aula Bapelkes Provinsi Kalimantan Tengah yang berubah menjadi labirin hitam. Labirin itu ditutup oleh kain-kain hitam besar.
Ia diajak masuk oleh Yohana Sinamo, sukarelawan dari Yayasan Borneo Nature Indonesia. Begitu kain disingkap, labirin pertama begitu gelap. Refan, sapaan Refansyah, makin bingung ketika labirin gelap itu terasa begitu lembab. Basah.
Ia berjalan di titian kayu dengan jarak 2 meter sampai 4 meter. Di kanan kiri ada begitu banyak tumbuhan, lantai berubah menjadi rawa, lengkap dengan air gambut. Beberapa satwa karismatik juga dilihat Refan di hutan ini, seperti orangutan, bekantan, dan bangau hutan rawa (storm stork). Refan tak asing dengan situasi itu.
Refan yang berasal dari Sebangau pernah mengikuti kakaknya mencari ikan melewati rawa-rawa gambut. Kenangan itu kembali saat ia memasuki labirin pertama di Palangkaraya, Jumat (23/6/2023) sore.
Refan tambah bingung ketika memasuki labirin kedua. Dari tanah rawa, Refan masuk ke tanah berpasir. Ia melepas sandalnya, merasakan pasir-pasir layaknya pasir pantai di telapak kakinya.
DI labirin kedua, nuansa hutan kerangas yang cenderung kering dengan lantai hutan yang berpasir Refan rasakan. Satwa karismatik di labirin ini yang bisa ditemukan adalah orangutan dan kucing merah.
Tentunya, orangutan dan kucing merah juga owa-owa hanya berupa gambar dan boneka. Refan menyentuh orangutan yang bergelantungan di dahan kayu, tetapi tak bergerak. Refan hanya memastikan, sambil tersenyum ia berkata, ”Beneran boneka,” ujarnya.
Labirin ketiga, Refan menganga. Ia belum pernah masuk ke hutan dataran tinggi. Maklum, selama hidupnya ia tak pernah keluar dari Palangkaraya, sedangkan hutan jenis ini hanya bisa dilihat di beberapa kabupaten dataran tinggi di Kalteng, seperti Kabupaten Murung Raya, sekitar 14 jam dari Kota Palangkaraya, atau Kabupaten Gunung Mas, sekitar empat jam dari ibu kota Provinsi Kalteng tersebut.
Nuansa hutan dataran tinggi yang berembun dan lebih terang dari hutan lain dirasakan Refan. Satwa endemik yang bisa dilihat di hutan jenis ini adalah owa dan kucing merah.
Saat siswa SMP keluar, bergantian masuk mahasiswa dari Universitas Palangka Raya (UPR) yang penasaran dengan tiga tipe jenis hutan hujan tropis Kalteng. Ada Fransiska Caesaria (21), mahasiswi kedokteran UPR. Fransiska yang selama ini tinggal di Kota Palangkaraya belum punya banyak kesempatan untuk melihat kehidupan di hutan.
Ia bersyukur bisa menikmati wahana hutan hujan tropis dengan labirinnya. Ketiga labirin itu bisa ia nikmati hanya dalam waktu lima menit. Namun, jika mendengarkan secara saksama penjelasan para pendamping dan sukarelawan soal hutan, ia bisa menghabiskan waktu 30 menit, bahkan satu jam. Ia begitu berkesan dengan labirin yang dibuat. Namun, bagian akhir atau labirin keempat membuatnya terenyuh.
Labirin keempat menyuguhkan kondisi hutan yang terbakar. Meski gelap, tiba-tiba asap mengepul. Meski bukan asap dari api, tetapi cukup mengganggu. Ia membayangkan jika asap itu berasal dari kayu api yang terbakar.
Tiap labirin dilengkapi audiovisual mulai dari layar hingga suara orangutan, owa-owa, dan berbagai jenis satwa liar yang menemani mereka selama menjelajahi hutan buatan tersebut.
”Saya belum pernah ke hutan begini sebetulnya. Bukan hanya menikmati, tetapi kami jadi sadar jika hutan itu penting banget dijaga untuk kehidupan kita, manusia, yang lebih baik lagi,” ungkap Fransiska.
Ancaman
Wahana hutan hujan tropis khas Kalimantan Tengah itu dibuat oleh Yayasan Borneo Nature Indonesia untuk merayakan Hari Hutan Hujan yang diperingati setiap 22 Juni. Ketua Yayasan Borneo Nature Indonesia Juliarta B Ottay menjelaskan, kegiatan yang bertema ”Jelajah Hutan Hujan” dalam rangka Rainforest Festival ini dilaksanakan 21-25 Juni 2023. Juliarta menginginkan, dengan adanya wahana seperti itu, hal tersebut bisa membentuk miniatur hutan hujan tropis Kalteng yang begitu luas dan megah ke dalam labirin berukuran lebih kecil.
”Potret besar Kalteng ini kami bawa ke miniatur ini. Karena, mungkin orang Palangkaraya belum tentu pernah ke Murung Raya yang jauh dan melihat tipe hutan di sana,” ungkap Juliarta.
Ia menjelaskan, tak hanya hutan yang ditunjukkan, tetapi juga ancaman yang ada di depan mata, seperti kebakaran hutan dan lahan. Ia percaya semua bencana terjadi akibat ulah manusia sehingga hal itu bisa diingatkan kembali lewat labirin terakhir.
”Harapan kami, pelan-pelan tumbuh kebanggaan bahwa di daerah kita ini ada hal-hal unik yang gak ada di tempat lain, di situ baru ada nilainya untuk masyarakat,” ucap Juliarta.
Kami bangga memiliki orangutan yang sebagian besar terdapat di hutan hujan tropis Kalteng untuk selalu dijaga habitatnya dan keberadaannya.
Sebelumnya, acara tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Palangkaraya Achmad Zaini. Pemerintah kota, lanjut Achmad, menyambut baik kegiatan tersebut dan berharap banyak orang bisa datang sehingga mendapatkan pemahaman yang baik tentang hutan hujan tropis yang dimiliki oleh masyarakat Kalteng, tetapi jarang dipahami betapa pentingnya menjaga hutan tersebut.
”Ini momen untuk memperkenalkan jenis-jenis keanekaragaman hayati yang Kalteng punya. Kami bangga memiliki orangutan yang sebagian besar terdapat di hutan hujan tropis Kalteng untuk selalu dijaga habitatnya dan keberadaannya,” kata Achmad.
Selain wahana, Borneo Nature Indonesia juga menggelar bazar edukasi mulai dari soal keanekaragaman hayati, produk-produk olahan atau hasil hutan bukan kayu, hingga peralatan yang biasa digunakan saat mereka memasuki hutan.
”Kami butuh peran serta masyarakat untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati melalui edukasi langsung seperti ini,” ujar Achmad.
Festival itu tidak hanya dihadiri oleh anak-anak sekolah atau mahasiswa, beberapa orangtua pun mengajak anak-anak mereka untuk bisa belajar soal hutan hujan tropis. Bagi mereka, mendapatkan pengalaman langsung merupakan pelajaran berharga yang bakal diingat begitu lama.
Baca juga: Delapan Kabupaten di Kalteng Tetapkan Siaga Darurat Karhutla Gambut Prioritas Dijaga