Haul Ke-53 Bung Karno sebagai Momentum Introspeksi Menjalankan Pancasila
Haul ke-53 Bung Karno harus dijadikan sebagai momentum untuk introspeksi apakah kita telah menjadi orang yang mampu menerjemahkan dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Haul ke-53 Bung Karno kali ini musti dijadikan sebagai momentum untuk instrospeksi dan mawas diri apakah kita telah menjadi seorang yang mampu menerjemahkan dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila. Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970 dan jenazahnya dimakamkan di Kota Blitar, Jawa Timur.
Demikian disampaikan anggota DPR, Djarot Saiful Hidayat, saat menyampaikan pesan dan makna pada upacara ziarah peringatan Haul ke-53 Bung Karno, di makam Sang Proklamator, di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Rabu (21/6/2023).
”Bung Karno Bapak Bangsa, penggali Pancasila, penyambung lidah rakyat Indonesia, Proklamator RI tercinta. Tepat 53 tahun lalu, Bung Karno wafat dan jasadnya dimakamkan di sini. Meskipun Bung Karno telah wafat, api semangat, ajaran, dan cita-citanya masih terus hidup,” katanya.
Sebagai penggali Pancasila, lanjut Djarot, sampai kapan pun, selama Indonesia tetap merdeka, jasa Bung Karno tetap dirasakan rakyat Indonesia. Pancasila tetap di dalam dada dan hati, semangat, sukacita, dan perilaku masyarakat sehari-hari.
Adapun Juni sebagai Bulan Bung Karno, lanjut mantan wali kota Blitar periode 2000-2010, bukan hanya diperingati di Kota Blitar, melainkan seluruh Indonesia. Ada tiga peristiwa penting terkait kehidupan Bung Karno pada bulan Juni. Pada Juni, Bung Karno lahir dan wafat. Pada 1 Juni juga diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila yang merupakan hari libur nasional.
Bung Karno sendiri mengalami penderitaan, berkali-kali dipenjara, mulai dari zaman kolonial sampai isolasi pada masa rezim Orde Baru.
Sejak 1999-2000, Kota Blitar selalu memperingati Hari Lahir Pancasila atau yang biasa disebut Grebeg Pancasila. ”Oleh karena itu, sudah saatnya di bulan-bulan seperti ini (Juni) kita perlu introspeksi, kita perlu lakukan check dan recheck pada diri bahwa Bung Karno telah mewariskan negeri ini kepada kita, Indonesia kepada kita,” kata politisi PDI-P itu.
Djarot juga menyambut baik upaya sejumlah daerah yang tergabung dalam Jaringan Kota Kabupaten Tapak Sejarah (Jaket) Bung Karno yang baru dideklarasikan satu hari sebelumnya di Kota Blitar.
Menurut mantan wali kota Blitar itu, langkah tersebut bisa menjadi tonggak untuk makin menanamkan jiwa dan semangat perjuangan Bung Karno kepada generasi muda.
Memiliki karakter
”Sehingga, ke depan, kita bisa menjadi suatu generasi yang punya karakter. Yang bangga sebagai bangsa Indonesia. Bukan bangsa tiruan, melainkan bangsa yang digembleng oleh perjuangan, semangat persatuan, bangsa yang digembleng untuk mempriortaskan nilai kemanusiaan, yang di dalam hatinya benar-benar percaya kepada Tuhan YME,” tuturnya.
Adapun Wali Kota Blitar Santoso berharap masyarakat bisa mewarisi api semangat perjuangan Sang Proklamator. Bagaimana kita mengimplematasikan ajaran Bung Karno, termasuk Trisakti, dalam pola hidup dan perilaku sehari-hari.
Begitu pula soal introspeksi sebagaimana disampaikan oleh Djarot, menurut Santoso, hal itu menjadi bagian untuk memunculkan pemikiran terkait apa saja yang akan dilakukan ke depan dalam rangka mempertahankan bangsa.
Salah satu cucu Bung Karno, Romy Soekarno, yang hadir pada acara doa dan shalawat, Selasa malam, dalam sambutannya, mengatakan, peristiwa wafatnya sang kakek pada 21 Juni 1970 mengingatkan kita semua bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan yang panjang dan berat.
”Bung Karno sendiri mengalami penderitaan, berkali-kali dipenjara, mulai dari zaman kolonial sampai isolasi pada masa rezim Orde Baru,” ujarnya.
”Pada peringatan haul kali ini, perkenankan kami menyampaikan legasi, warisan Bung Karno yang amat penting bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang harus dijaga, yakni Pancasila.”
”Pada pidato lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945, Bung Karno menyatakan, Pancasila fiosofi grodslag (dasar filosofis), fundamen, dan pikiran sedalam-dalamnya yang di atasnya berdiri gedung bernama Indonesia,” ujarnya. Selain Romy, dalam kesempatan itu hadir M Marhaendra Putra, juga salah satu cucu Bung Karno.
Sebagai filosofis grodslag, menurut Romy, Pancasila berfungsi sebagai meja statis untuk mempersatukan anak bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat. Bintang penuntun arah bagi berlangsungnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Sementara itu, seiring membaiknya kondisi pandemi, penyelenggaraan haul Bung Karno kali ini lebih marak dibandingkan dengan sebelumnya. Menurut Santoso, cukup banyak kegiatan dilakukan, termasuk kegiatan shalawat dan doa bersama yang dihadiri keluarga Bung Karno.
Maraknya haul Bung Karno kali ini juga disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar Edy Wasono. Dikatakan, Pemerintah Kota Blitar melaksanakan 14 pergelaran terkait haul. Begitu pula untuk upacara ziarah, tahun ini tidak hanya diikuti oleh pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Blitar, tetapi juga daerah lain.
”Mengingat saat ini ada 22 daerah yang datang ke Blitar dalam rangka deklarasi Jaringan Kota Kabupaten Tapak Sejarah Bung Karno, Selasa, maka bentuknya ziarah nasional. Ada beberapa kepala daerah yang datang berziarah,” katanya.
Menurut Edy, selama pandemi, kegiatan haul digelar terbatas. Untuk doa dan selamatan, misalnya, hanya melibatkan sejumlah undangan. Selama tiga tahun (2020-2022) juga tidak diadakan doa ataupun shalawat, hanya selamatan bersama. Itu pun dilakukan terbatas.
”Ini sudah mulai kembali ke tradisi awal, lebih ramai,” ucapnya. Menurut Edy, sebelumnya ada informasi Puan Maharani akan datang ke acara ini, tetapi perkembangan terakhir dia tidak jadi datang.