Defisit Anggaran, Pemprov Sultra Alokasikan Rp 121 Miliar untuk Kantor Baru Gubernur
Pembangunan kantor baru Gubernur Sultra dilanjutkan. Sebagian kalangan menyebut hal itu tidak selaras dengan kepentingan rakyat dan persoalan defisit anggaran.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — emerintah Provinsi Sulawesi Tenggara kembali mengalokasikan Rp 121 miliar untuk melanjutkan pembangunan kantor baru. Namun, sebagian kalangan menganggap program itu mencederai kepentingan publik. Selain banyak kebutuhan dasar masyarakat belum tercapai, Sultra terlilit defisit anggaran Rp 355 miliar.
Kepala Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi, dan Tata Ruang Sultra Martin Effendi Patulak mengatakan, tahap dua pengerjaan kantor gubernur segera dimulai seiring selesainya tahap lelang. Anggaran yang dialokasikan Rp 121 miliar.
”Menurut rencana, pekan depan sudah mulai pengerjaan. Pada tahap dua ini akan membangun delapan lantai dari total 23 lantai perencanaan,” kata Effendi, di Kendari, Rabu (21/6/2023).
Pembangunan pada 2023, kata Martin, merupakan lanjutan dari pengerjaan awal di 2022. Saat itu, pengerjaan tiang pancang telah dilakukan. Anggarannya Rp 27 miliar.
Pada tahap awal dilakukan pemancangan 341 titik dari total 652 titik. Tekniknya menggunakan hidrolik yang dianggap minim gangguan.
Effendi mengatakan, gedung itu akan menjadi kantor baru untuk semua dinas di Pemprov Sultra. Dengan demikian, pelayanan warga akan terpusat di satu tempat.
Meski gedung lama masih layak ditempati, Effendi mengklaim, gedung baru juga bisa menghemat anggaran. Saat ini, banyak kantor dinas rusak dan butuh perbaikan. Adanya gedung bersama berarti tidak perlu memperbaiki gedung dinas yang rusak satu per satu.
”Semoga pembangunan bisa tuntas di 2025,” kata Effendi.
Pembangunan tahap awal gedung baru Pemprov Sultra dimulai Jumat (2/9/2022). Gubernur Sultra Ali Mazi menandai pemancangan tiang pertama gedung setinggi 23 lantai tersebut.
Saat itu, Ali Mazi menuturkan, gedung baru ini telah direncanakan sejak 2018 atau sejak awal masa kepemimpinannya di periode kedua. Gedung ini diupayakan sebagai kantor yang representatif sebagai pusat aktivitas pemerintah yang tersentralisasi dengan fasilitas modern.
”Kalau ada kritik, saya kira itu biasa saja. Kita membangun ada yang percaya dan ada yang tidak. Namun, kita jalankan saja karena ini untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Kisran Makati dari Pusat Kajian dan Advokasi HAM Sultra berpendapat, pembangunan gedung yang tidak mendesak menegaskan hasrat Pemprov Sultra terus membangun proyek mercusuar. Hal itu terlihat dari jalan wisata Toronipa senilai triliunan hingga gedung baru saat ini.
Padahal, di lain sisi, ada sejumlah proyek kepentingan masyarakat umum yang harus diprioritaskan. Salah satunya jalan rusak berat di Konawe Selatan, Konawe, hingga Buton Utara.
”Jika gubernur ingin meninggalkan warisan, seharusnya berdampak terhadap masyarakat banyak,” ujarnya.
Kondisi ini juga tidak selaras dengan defisit anggaran Sultra yang sebesar Rp 355 miliar pada 2023. Pendapatan daerah sebesar Rp 4,55 triliun. Padahal, belanja daerah mencapai Rp 4,91 triliun.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sultra Ilyas Abibu menyampaikan, postur APBD Sultra defisit Rp 355 miliar. Kondisi ini telah terjadi selama beberapa tahun terakhir dengan angka bervariasi.
Meski demikian, hal itu telah melalui perhitungan, terutama dengan penggunaan sisa lebih penghitungan anggaran (silpa) pada 2022. Saat itu, Pemprov Sultra memiliki silpa Rp 800 miliar.
”Tapi itu belum murni karena masih ada proyek dan kegiatan yang belum dibayarkan. Anggaran murninya sebesar Rp 500 miliar. Jadi, sebenarnya untuk tahun 2023 ini sudah tertangani dan kita tidak sampai melakukan pinjaman,” kata Ilyas.
Salah satu proyek yang cukup besar, ia melanjutkan, adalah pembangunan kantor baru Gubernur Sultra yang mencapai Rp 121 miliar. Namun, alokasi anggaran telah melalui penghitungan dan persetujuan bersama.