Perbaikan Layanan Berkaitan Kecelakaan Lift di Bandara Kualanamu Akan Dievaluasi
Ombudsman Sumut akan mengevaluasi apakah Bandara Kualanamu, Deli Serdang, sudah memperbaiki keamanan dan pelayanan publik. Perbaikan sebagai evaluasi kasus meninggalnya Asiah akibat jatuh dari lift bandara.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara akan segera mengevaluasi kualitas perbaikan layanan publik Bandara Kualanamu, di Kabupaten Deli Serdang. Perbaikan itu adalah bagian evaluasi atas kasus meninggalnya Asiah Shinta Dewi (43) yang jatuh dari celah lift bandara.
”Sudah lebih 30 hari sejak kami sampaikan saran korektif untuk perbaikan aspek keamanan dan layanan publik Bandara Kualanamu. Kami akan memastikan semua perbaikan dilakukan PT Angkasa Pura Aviasi sebagai pengelola dan Otoritas Bandara Wilayah II dari Kementerian Perhubungan,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Selasa (20/6/2023).
Ombudsman Sumut telah menyampaikan saran korektif kepada PT Angkasa Pura Aviasi dan Otoritas Bandara Wilayah II pada 12 Mei. Hal itu dituangkan dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Sumut. Saran korektif itu meminta perbaikan keamanan lift, prosedur pengaduan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Pantauan Kompas, perbaikan aspek keamanan mulai dilakukan di lift Bandara Kualanamu. Namun, dari empat lift yang berada di terminal penumpang, hanya satu yang dioperasikan.
Tiga lift lainnya, termasuk tempat jatuhnya Asiah, masih belum beroperasi. Di depan lift tempat kecelakaan dipasang juga papan besar menutupi semua pintu.
Di depan pintu dua lift lainnya, dibuat tali pembatas. Terpasang juga stiker bertuliskan ”lift tidak dapat digunakan”.
Sebelumnya, operasional semua lift di Bandara Kualanamu dihentikan sejak Asiah jatuh dari celah lift di lantai 2 hingga ke dasar lift di lantai 1. Kejadiannya pada Senin (24/4/2023) malam.
Keluarga sejak awal melapor kepada petugas bandara bahwa Asiah diduga terjebak di lift. Namun, petugas bandara hanya memeriksa kabin lift. Mereka juga tidak melihat rekaman CCTV ataupun kolong lift.
Karena tidak ditemukan, Asiah yang mengantar keluarganya awalnya diduga sudah meninggalkan bandara. Petugas bandara baru memeriksa kolong lift tiga hari kemudian setelah mencium bau busuk.
Setelah diperiksa rekaman CCTV, Asiah diketahui menggunakan lift dengan sistem pintu dua arah untuk naik dari lantai 1 ke lantai 2. Dia panik karena pintu tempat dia masuk tidak terbuka.
Akan tetapi, dia tidak melihat pintu di belakangnya terbuka. Asiah membuka pintu di depannya dengan tangan dan terjatuh dari celah di ketinggian 12 meter.
Satu lift yang sudah beroperasi saat ini dijaga petugas bandara. Setiap ada pengguna lift masuk, petugas memberi tahu bahwa lift itu menggunakan pintu sistem dua arah.
”Pintu keluar di sebelah sini, Bapak Ibu,” kata petugas itu sambil menunjukkan pintu yang berbeda dari pintu masuk.
Di pintu juga ditempel stiker berwarna merah dengan tulisan kecil tentang peringatan sistem pintu dua arah. Ada juga larangan membuka pintu secara paksa dan pemberitahuan penggunaan tombol lonceng jika terjadi keadaan darurat.
Selain itu, ditempel juga pemberitahuan pintu mana yang akan terbuka di setiap lantai.
Lift itu melayani pengguna bandara untuk bergerak dari terminal kedatangan di lantai 1, penginapan dan mushala di lantai M, dan terminal keberangkatan di lantai 2. Namun, sebagian besar pengguna bandara kini menggunakan empat unit eskalator.
”Sejak mendengar kasus kecelakaan lift di Bandara Kualanamu, saya lebih memilih menggunakan eskalator,” kata Florida Hutagaol (35) setelah mengantar keluarganya di Bandara Kualanamu.
Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Sumut sebelumnya menyebutkan, PT Angkasa Pura Aviasi melanggar sejumlah aturan dalam kasus kecelakaan di lift tersebut. Pengelola bandara tidak melakukan uji kelayakan keselamatan lift secara berkala.
Mereka juga tidak memenuhi standar pelayanan fasilitas bandara seperti petunjuk penggunaan lift dan petunjuk jika lift dalam keadaan darurat. Tombol emergency (darurat) dan calling operator (memanggil operator) di dalam lift juga tidak berfungsi dengan baik.
PT Angkasa Pura Aviasi melanggar tiga peraturan. Pertama, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan. Ketiga, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Saran korektif yang disampaikan Ombudsman kepada PT APA adalah memperbaiki sistem keselamatan di lift, menyediakan petugas di setiap lift, dan membuat standar pengelolaan pengaduan.
Ombudsman juga meminta agar direkrut beberapa senior manajer untuk menangani operasional dan layanan, keteknikan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai aturan, saran korektif Ombudsman harus dilaksanakan penyelenggara layanan publik 30 hari sejak diterima.
Kepala Komunikasi Perusahaan PT Angkasa Pura Aviasi Dedi Al Subur belum menjawab pertanyaan Kompas tentang perbaikan yang sudah dilakukan. Sebelumnya, Subur menyebutkan, sesuai dengan arahan direksi dan manajemen, ia tidak bisa memberikan pernyataan yang berkaitan dengan kecelakaan lift itu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Sumaryono mengatakan, telah memeriksa sejumlah pihak yang terlibat dari perencanaan pembangunan bandara, perawatan, sampai operasional bandara.
Sedikitnya 35 orang telah diperiksa, termasuk pensiunan PT Angkasa Pura yang terlibat dalam merancang bangunan bandara. Namun, belum ada tersangka dalam kasus dugaan kelalaian itu.